Bagian 4

45 11 0
                                    

Setelah pembicaraan selesai, Aktha sudah pulang diantar oleh supir. Awalnya Aktha menolak, tapi ia paksa dan akhirnya setuju juga. Anggota keluarnya sudah kembali ke kamar masing-masing, termasuk Belva yang kini baru selesai mandi. Ia sudah memakai baju tidur dan bersiap ingin tidur, namun suara sering ponselnya membuat tak jadi tidur. Ia mengangkat panggilan dari pengawalnya yang diduga akan memberi info mengenai hubungan Kat dan Aktha.

"Halo, Bos," ucap suara berat pengawalnya memulai pembicaraan.

"Sudah dapat infonya?" tanya Belva langsung pada inti pembicaraan karena ia tak suka berbasa-basi.

"Sudah, Bos. Aktha adalah sahabat laki-laki satu-satunya Nona Kat. Mereka bersahabat sejak masuk kuliah. Dari beberapa sumber, saya mendapat info bahwa Nona Kat diam-diam mencintai Aktha selama dua tahun belakangan."

"Oke, kerja yang bagus."

Belva menutup sambungan telepon lalu terdiam sesaat memikirkan hubungan adiknya dengan calon suaminya. Pantas saja adiknya menolak keras pernikahannya saat tahu Aktha adalah calon suaminya. Ia keluar kamar dan menghampiri kamar adiknya, namun ternyata pintu kamar adiknya dikunci. Ia mengetuk pintu kamar tersebut sambil memanggil nama adiknya.

"Kat, buka pintunya. Aku mau bicara."

"Iya, Kak. Tunggu," balas Kat dari dalam.

Tak lama kemudian, Kat membuka pintu kamarnya. Belva bisa melihat mata memerah adiknya yang pasti habis menangisi kisah cintanya yang kandas. Adiknya mencoba menyembunyikan matanya dengan tidak menatap ke arahnya, melainkan menunduk ke bawah, tapi terlambat karena ia sudah melihatnya. Belva pun langsung masuk ke dalam kamar adiknya, Kat jadi bingung dengan kehadiran kakaknya ke kamarnya malam-malam begini. Kat menutup pintunya lalu menghampiri kakaknya.

"Ada apa, Kak?" tanya Kat.

"Kamu mencintai Aktha?" tanya Belva balik. Keduanya jadi saling bertanya tanpa menjawab.

"Kakak tahu dari mana?"

Seketika tubuh Kat langsung terdiam mematung sambil menatap kakaknya dengan tatapan terkejut. Ia bertanya karena penasaran dari mana kakaknya tahu isi hatinya, walaupun sebenarnya mudah saja menebak asal informasi tersebut. Kakaknya punya banyak orang suruhan untuk mencari info sesulit apapun.

"Engga penting tahu dari mana. Aku hanya ingin menegaskan padamu, Kat. Pria yang kau cintai adalah Calon Suamiku, dia akan menjadi Kakak Iparmu, lupakan dia dan lupakan tentang cintamu padanya," balas Belva dengan nada tegas dan tatapan tajam.

"Aku tidak bisa, Kak. Aku mencintainya. Kau tidak mencintainya. Aku mohon tolong berikan dia padaku dan jangan menikah dengannya," ucap Kat dengan nada memohon.

Kata-kata Belva seakan menjadi neraka bagi Kat. Htinya sudah terlalu dalam terpaut pada Aktha, tak akan mudah bahkan mustahil melupakan Aktha. Ia rela berlutut dan menangis di kaki kakaknya, merendahkan dirinya untuk Aktha. Ia tahu Aktha menderita dalam rencana pernikahan ini. Kalau memang Aktha bahagia seharusnya dia memberitahu Kat yang merupakan sahabatnya. Aktha juga pasti akan mengundangnya pernikahan mereka, mungkin tetap menyakitkan bagi Kat, tapi setidaknya ia tahu Aktha bahagia. Tidak seperti yang terjadi sekarang, Aktha tak mengatakan apapun padanya dan menyembunyikan pernikahan tersebut.

"Berdiri, Kat. Jangan berlutut padaku, hanya orang rendah yang melakukan itu," perintah Belva pada Kat.

Sejahat apapun Belva, tetap saja ia tak bisa melihat adiknya merendahkan diri seperti ini. Belva membantu adiknya berdiri dan menghapus air mata di pipi adiknya. Perbuatan Belva membuat Kat merasa mendapat harapan baru untuk mendapatkan Aktha. Kat berharap jika perlakuan lembut kakaknya berarti persetujuan untuk melepas Aktha dari ikatan pernikahan. Maka dari itu, Kat memberanikan diri bertanya untuk memastikan.

Pria Tanpa Harga DiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang