"Sampai jumpa esok Yaya!"
Yaya melambaikan tangannya. Lalu kembali duduk, menunggu sopir nya yang belum menjemputnya. Dia memainkan hape barunya yang sudah diisi banyak apk olehnya. Tangannya lincah menghapus dari pesan nomor yang tak dikenal.
"Berasa artis," mata Yaya juga ikut lincah membaca dari atas sampai bawah.
"Nih siapa lagi yang manggil gue sayang, jijik gue bacanya." Lalu menghapus pesan itu.
Yang Yaya heran kan, yang mengirim pesan ini dapat darimana nomornya?
Tin! Tin!
Atensi Yaya teralihkan dengan motor yang berhenti tepat di depannya. Merasa tak asing dengan motor itu, Yaya segara mengambil ancang-ancang untuk berlari. Intinya, Yaya tidak mau pulang bersamanya.
Yaya lolos, dia berhasil berlari darinya. Tetapi itu tak berlangsung lama, orang itu sudah menggenggam tangan Yaya. Kemudian membawa Yaya kedalam pelukannya.
"Lepaskan helm gue," perintahnya.
Yaya memberontak. Ogah dia mau melepas helm yang dipakainya. Karena sampai kapanpun, Yaya tak akan pernah sudi.
"Ogah, lepaskan gue Halilintar!" Mendorong Halilintar untuk jauh darinya.
Tangan Halilintar yang memeluk Yaya terganti menuntun tangan Yaya untuk melepaskan helm. Yaya terdiam, ia sedang perang dengan pikirannya. Antara ia harus tetap memberontak atau diam saja.
Tapi pada akhirnya Yaya memutuskan untuk diam.
"Diam ae, awas kerasukan setan." Merapikan rambutnya setelah helm nya lepas.
Tak ada jawaban dari Yaya membuat Halilintar tertawa. Helm yang ia pegang, dipasang di kepala Yaya.
"Kalau lo diam gini kan, gue suka jadinya, ayo kita jalan."
"Inget nggak waktu kencan pertama kali kita? Saat itu lo nangis kejang-kejang minta eskrim. Padahal udah makan lima bungkus eskrim."
"Nggak usah umbar aib bisa nggak sih?" tanya Yaya sinis.
Risih mulai tadi Halilintar hanya membicarakan tentang dirinya yang manja waktu pacaran.
"Nggak bisa, lo nggak suka ya gue cerita?"
Yaya suka sih suka.
Tapi ini sama saja menghambat untuk melupakan Halilintar.
"Bodo lah, cepetan beli es krimnya, gue tunggu di kasir." Menaruh keranjang belanjaan begitu saja.
Halilintar mengembuskan nafas gusar. Merasa terus gagal apa yang dilakukannya untuk Yaya kembali padanya. Ingin Halilintar memaksa Yaya untuk memberi kesempatan, tetapi Yaya tetap dalam zona nya.
Selesai membeli eskrim dan lainnya, Halilintar mengajak Yaya ke taman. Yaya hanya bisa menerimanya, lagipula Yaya bosan di rumah yang sepi sekali seperti tidak ada penghuni.
"Ya, masih inget nggak kencan pertama kita?" tanya Halilintar yang menikmati es krimnya.
"Nggak." Jawab Yaya cuek.
Halilintar sedikit kesal, "lo cepet lupa ya?"
"Nggak tuh."
"Masa? Kalau begitu, lo seharusnya ingat kalau tanggal ini adalah tanggal kencan pertama kita."
Uhuk!
"Pantes dari tadi Halilintar bicara tentang kencan pertama!" Teriak Yaya dalam hati.
"Ng— nggak, gue inget kok. Cuma gue males ungkit," Yaya menunduk malu.
Pipinya memerah. Bahkan es krimnya dia cepat-cepat makan. Kakinya gemetaran-- atau seluruh tubuhnya gemetaran?
"Alasan gue belikan itu semua untuk lo, itu hadiah hari kencan kita."
Bisakah Yaya melawan rasa gengsinya? Yaya ingin balikan pada Halilintar. Tapi-- Yaya menggeleng cepat, melupakan keinginannya, ia akan terus berada di zona pertahannya. Yaya masih belum terima Halilintar memeluk cewek lain.
"Ya, di pipi lo ada eskrim."
Yaya menoleh, menatap Halilintar yang menunjuk-nunjuk pipi kanannya sendiri. Seakan memberitahu letaknya. Saat Yaya ingin mengusapnya, Halilintar terlebih dahulu mengusapnya. Perlakuan Halilintar membuat Yaya mematung.
Tanpa diduga, eskrim tadi— yang diusap Halilintar, dimakan olehnya, "Aneh, kenapa tambah manis ya?"
"..."
"Perasaan tadi gue makan eskrim nggak semanis ini deh, apa gegara eskrim nya dari orang yang manis juga ya?"
"..."
Yaya perang batin.
Tak bisa berkata-kata.
Tak bisa menggerakkan tubuhnya untuk pergi.
Tak bisa menahan kontrol jantungnya yang berdetak kencang.
"Kayaknya iya deh. Kalau gitu, gue mau lagi Yaya."
Udah cukup!
Yaya nggak kuat.
"GUE MAU PERGI!"
Salam hangat
4 Juni 2k21
KAMU SEDANG MEMBACA
M ᴀ N ᴛ A ɴ
Novela Juvenil[ Series HaliYa ] Gimana perasaan kamu saat sudah menjadi mantan tetapi mantan kamu masih mengejarmu? Sedih, kecewa, marah, dan.. senang? Itu yang dirasakan Yaya. - tak semua orang bisa menerima dan memaafkan kesalahan orang lain. Itu yang dipegang...