• Rom VII

279 34 2
                                    

Haii, hehe maaf yaa nggak pernah update sama sekali:).

Sibuk ujian, habis itu sibuk sama tugas, sibuk sama yang mau masuk sma:), intinya ya serba sibuk!!

Gimana ya, pen hilang aja gitu dari bumi.. tapi apa daya cuma manusia biasa, anjay, haha.

Aku dan Halilintar sama-sama diam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku dan Halilintar sama-sama diam. Tidak tau mau membicarakan apa. Mungkin Halilintar masih penasaran dengan Arvin. Atau dia bisa saja emosi karena perkataan Arvin tadi. Entah, aku juga tidak tau dia memikirkan apa.

"Arvin, sapa lo?" aku menoleh, mungkin memang benar Halilintar memikirkan Arvin.

"Hanya masa lalu," Halilintar mengangkat alisnya, bisa kulihat tatapannya berubah.

"Masa lalu?" Kemudian tertawa sarkas.

Seketika aku kesal, dia tidak percaya dengan ucapanku. Padahal aku memang benar-benar mengatakan dia hanya masa lalu. "Yasudah kalau lo nggak percaya dia masa lalu."

Halilintar terdiam.

"Cinta pertama?"

Tatapanku beralih ke taman rumahku. Pertanyaan Halilintar sangatlah susah untuk aku jawab. Apakah pacar pertama itu memang dibilang cinta pertama? Tapi-

"Jadi cinta pertama lo bukan gue?"

- aku rasa dulu aku hanya menyukai Arvin, bukan mencintainya.

"Jawab Ya, jangan hanya diam saja."

"Gue nggak bisajawab." Lirih ku.

Mengapa Halilintar seperti mengintrogasi ku?

"Lo sampai sekarang masih suka sama Arvin?" aku mengepalkan kedua tanganku.

"Jadi lo minta putus gegara lo masih suka sama Arvin, gitu? Kenapa Ya? Juga, selama ini lo nggak benar-benar mencintai gue?"

Apa katanya?! Aku nggak benar-benar mencintai dia? Hah, jadi tangisan malam itu karena melihat dia bersama cewek lain, aku benar-benar nggak mencintai dia?

Aku menggelengkan kepalaku, merasa tak percaya Halilintar akan mengatakan itu padaku.

"Seharusnya gue yang nanya, lo selama ini benar cinta sama gue?"

"Iya!" jawabnya tegas.

Aku tersenyum kecil, merasa ragu dengan jawaban yang ia berikan. Entah kenapa, Halilintar bukanlah seperti dulu lagi. Ia berubah, tapi aku tidak tau alasannya.

"Kalau lo cinta sama gue, seharusnya lo nggak meluk cewek lain." Ingin menangis, rasanya tidak kuat mengatakannya.

- kenapa rasanya masih sakit padahal itu sudah berlalu?

"Maksud cewek lain?" aku tertawa, bukan tertawa senang maupun tertawa karena lucu. Tapi ini tertawa tak percaya mendengar dia seolah-olah tidak tau apa yang aku bicarakan sekarang.

M ᴀ N ᴛ A ɴTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang