Chapter 1 - Meaningful Instrument

1K 119 82
                                    

Author's POV

(Y/n) menghela napas lega ketika ia masuk ke dalam kereta tepat sedetik sebelum pintu kereta itu tertutup. Ternyata usahanya untuk berlari ke stasiun sekuat tenaganya tidaklah sia-sia. Ia justru cukup merasa puas dengan hasilnya.

Ia menatap ke luar jendela kereta yang tengah melaju. Kecepatan kereta tersebut hanya sedang. Tidak terlalu cepat ataupun lambat. Karena itulah, (Y/n) masih bisa menikmati pemandangan dari luar jendela kereta dengan santai.

Suara seorang wanita di pengeras suara mengatakan nama stasiun yang (Y/n) tuju. Gadis itu pun langsung melangkah keluar dari kereta. Menatap ke sekelilingnya saat ia menginjakkan kakinya di stasiun yang tampak ramai.

"Ternyata di Tokyo memang lebih ramai daripada di tempat tinggalku dulu," komentar (Y/n) sambil menatap ke sekitarnya.

Ia melirik arloji yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Karena terlalu asik memperhatikan sekelilingnya, gadis itu sampai lupa jika sudah saatnya ia naik bus menuju sekolah barunya.

Beruntung, masih ada bus terakhir yang melewati jalur ke sekolah barunya. (Y/n) pun duduk manis hingga bus yang ia tunggu tiba. Setelah itu, ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam dan memilih duduk di dekat jendela.

Sejak tadi, gadis itu tidak bisa berhenti menatap ke arah pemandangan di luar kaca bus. Terlihat berbeda dengan kota tempat tinggalnya dulu. Meskipun dulu (Y/n) tinggal di kota sebelum pindah ke Tokyo, tetapi tempat tinggalnya dulu tidak memiliki banyak bangunan pencakar langit. Alhasil, ia tampak kagum seketika.

Tak lama setelahnya, bus itu berhenti di halte dekat sekolahnya. (Y/n) bergegas turun untuk segera masuk ke dalam area sekolah. Siswa-siswi yang berlalu-lalang di depan sekolah tampak membuat suasana menjadi lebih hidup. Ditambah dengan pohon sakura yang bermekaran di sepanjang pintu masuk sekolah hingga gedung sekolah.

Karena ini adalah pertama kalinya (Y/n) menginjakkan kakinya di sekolah barunya, alhasil ia berniat untuk mengelilingi seluruh area sekolahnya. Toh hari masih pagi. Dan juga, ia tidak ingin menunggu seperti orang-orangan sawah di ruang guru.

Sambil bersenandung ria, (Y/n) berjalan santai mengelilingi sekolahnya. Setiap kelas yang dilaluinya, ia intip ke dalam. Hanya melalui jendela kelas yang ada di koridor saja.

Suara musik yang samar-samar terdengar di sepanjang koridor menarik perhatian (Y/n). Dilanda rasa penasaran, gadis itu menyusuri koridor mengikuti alunan musik yang merdu itu. Hingga pada akhirnya, alunan musik itu terdengar sedikit lebih keras dari ruangan di depan (Y/n). Yang menandakan jika si pemain berada di ruangan itu.

Dari celah pintu yang sedikit terbuka, (Y/n) mengintip. Ia tidak bisa melihat terlalu jelas karena ia tidak bisa melihat dengan leluasa. Akhirnya, ia memutuskan untuk menggeser pintu dengan perlahan agar pandangannya semakin lebih luas.

Hingga pada akhirnya, (Y/n) melihat-nya.

Lelaki itu berdiri di dekat jendela. Sinar matahari yang tidak terlalu terik memancarkan sinarnya ke arah lelaki dengan surai berwarna platinum blonde itu.

Namun, bukan karena wajahnya yang membuat (Y/n) tertarik. Namun, karena alunan musik yang dimainkan olehnyalah yang membuatnya merasa tertarik.

Biola itu ia pegang dengan tangan kirinya. Sementara itu, tangan kanannya menggesek senar biola dengan penuh kehati-hatian seolah-olah biola itu adalah benda yang sangat rapuh.

Selesai lelaki itu bermain, sontak (Y/n) bertepuk tangan. Lelaki itu langsung menoleh ketika mendengar suara tepuk tangan di belakangnya.

"Kau memainkan biola itu dengan sangat baik!" puji (Y/n) tiba-tiba.

Yang dipuji olehnya hanya diam. Ia bergerak memasukkan biolanya kembali ke dalam tempatnya sebelum keluar dari sana. Namun, (Y/n) tak berhenti begitu saja. Ia mengikuti langkah kaki lelaki itu. Menjaga jaraknya barangkali ia tak ingin terlalu dekat.

"Mengapa kau mengikutiku?"

Akhirnya lelaki itu sadar jika sedari tadi (Y/n) mengikutinya. Ia pun berhenti dan menoleh pada gadis di belakangnya. (Y/n) pun ikut berhenti. Memikirkan jawaban yang paling tepat untuk pertanyaan lelaki di depannya ini.

"Aku ingin tahu namamu!"

Kalimat itu terlontarkan begitu saja dari mulutnya. Sementara, lelaki di depannya diam dan kemudian menghela napas.

"Inumaki Toge. Itu namaku."

***

"Selamat pagi, minna-san. Hari ini kita kedatangan seorang murid baru. Silakan perkenalkan dirimu, (F/n)-san."

(Y/n) berdiri di hadapan teman-temannya dengan senyum lebarnya. Ia menatap satu per satu orang yang nantinya akan menjadi teman barunya untuk dua tahun ke depan.

"Namaku (F/n) (Y/n). Semoga kita bisa berteman baik. Yoroshiku onegaishimasu!" Gadis itu membungkuk di hadapan teman-temannya. Ia menyembunyikan senyumannya dari mereka.

Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh kelas sekali lagi. Lalu, tak disengaja, manik (e/c)nya bersitatap dengan manik cokelat itu. Tanpa berpikir panjang, (Y/n) langsung melemparkan senyuman terbaiknya. Namun, dua detik kemudian senyuman itu lenyap ketika Inumaki mengalihkan pandangannya ke jendela.

"Baiklah. (F/n)-san. Kau bisa duduk di paling belakang. Tepat di sebelah Inumaki-san. Inumaki-san, tolong angkat tanganmu."

Belum sempat Inumaki mengangkat tangannya, (Y/n) sudah beranjak lebih dahulu ke tempat duduk barunya. Setelah duduk, ia melirik pada Inumaki yang kembali menatap ke jendela sambil menopang dagu dengan tangan kanannya.

Wali kelas mereka mulai mengajar setelah perkenalan singkat yang (Y/n) lakukan tadi. Namun, bukannya justru memperhatikan ke depan, gadis itu menatap ke sebelah kirinya. Tepat ke arah Inumaki yang sedang mencatat di bukunya.

Ia memajukan tubuhnya ke arah Inumaki. Lalu, ia berkata, "Apakah kau tidak mau mengucapkan terima kasih atas pujianku tadi?"

Inumaki sontak menoleh dan tatapan datarnya langsung tertuju pada (Y/n) yang masih berada di dalam posisi yang sama.

"Ah, kau lupa ya, Inumaki-kun?" (Y/n) memundurkan tubuhnya dan menatap kecewa pada Inumaki.

"Kalau begitu, aku akan mengatakannya sekali lagi."

(Y/n) mendekat lagi pada Inumaki yang masih tak bereaksi apa-apa. Gadis itu tersenyum simpul.

"Aku suka permainan biolamu!" Ia berbisik dan kembali duduk dengan tenang di kursinya seolah-olah tak terjadi apa-apa.

Inumaki tak berkomentar apapun. Ia kembali melanjutkan catatannya yang tertunda. Meskipun kini isi kepalanya mulai dipenuhi oleh gadis di sampingnya itu.

***

Bohong.

Ternyata diriku tetap update meskipun sekarang masih PAT.

Ya, karena dighosting itu gak enak lho🤸‍♀️

Yang sudah baca maupun vomment, terima kasih♡(*´ω`*)/♡

I luv ya!
Wina🌻

END ━━ # . 'When I See You ✧ Inumaki TogeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang