Author's POV
"Apa ini?"
Pertanyaan itu keluar dari bibir (Y/n) ketika ia melihat piyama yang dikenakannya terlihat lusuh dan dipenuhi oleh bercak merah. Gadis itu menyalakan lampu di atas meja nakas agar ia bisa mendapatkan penerangan yang lebih baik.
Namun, ketika cahaya itu menerangi kamarnya, matanya terbelalak. Keterkejutan melandanya seketika.
"Ini... darah?" gumamnya tak percaya.
(Y/n) sontak bangkit dari duduknya. Ia berjalan menuju meja rias yang berada tak jauh dari sana. Keterkejutan kembali menyelimutinya ketika ia melihat luka-luka goresan yang tampak lebih jelas daripada sebelum-sebelumnya.
Kebingungan pun ikut serta melandanya. Berbagai pemikiran dan pertanyaan yang disertai perasaan heran serta terkejut muncul di dalam kepalanya. Apa yang sebenarnya terjadi? Gadis itu sama sekali tidak paham. Meskipun ia telah mencoba untuk paham, namun hasilnya tetap sama saja. Tidak ada jawaban pasti tentang apa yang tengah ia alami saat ini.
Helaan napas keluar dari bibirnya. Tangannya bergerak memijat pelipisnya yang berdenyut. Rasa pening menghampirinya.
Jika saja (Y/n) tidak terbangun tadi malam, mungkin gadis itu tidak akan melihat apa yang tidak ingin ia lihat saat ini. Jika saja ia tahu apa penyebabnya, mungkin saat ini juga tidak akan terjadi hal yang sama seperti sebelumnya. Terlalu banyak kata jika yang bisa terjadi. Jika, jika, dan jika. Hanya berupa perandaian yang tidak pernah terlaksana.
Tentang permasalahan ini tidak (Y/n) katakan pada kakaknya. Memang ada kemungkinan kakak laki-lakinya itu bisa mengetahui apa penyebab ini semua terjadi. Namun, dengan dalih tidak ingin membuat kakaknya itu khawatir dan semakin repot karena masalahnya, (Y/n) pun mengurungkan niatnya. Baginya sudah cukup ia memikirkan masalah ini seorang diri. Toh ia juga tidak ingin menimbulkan masalah baru dengan masuknya orang baru yang mengetahui hal rumit ini.
(Y/n) pun beranjak menuju lemari berisi pakaiannya. Ia mengganti piyama yang dipenuhi oleh bercak darah yang telah kering itu dengan piyama yang masih baru. Setelah itu, gadis itu kembali untuk tidur. Lebih tepatnya mencoba untuk tidur. Karena ia yakin dirinya tidak akan bisa tidur nyenyak malam ini.
***
Seperti dugaannya, (Y/n) tidak bisa tidur. Ia bahkan tidak tidur sama sekali. Alhasil, muncullah lingkaran hitam di bagian bawah matanya. Gadis itu sama sekali tidak berusaha untuk menutupinya. Lagi pula, apa yang bisa ia gunakan untuk menyamarkan lingkaran hitam itu? Tidak ada apapun di atas meja riasnya yang bisa ia pakai. Kini gadis itu mulai menyesali dirinya yang tidak suka mengoleksi make up ataupun skincare.
Seraya berjalan menuju sekolahnya, (Y/n) menyapu pandangannya ke sekelilingnya. Pepohonan yang diselimuti oleh daun-daun berwarna merah kekuningan tampak terlihat cantik dan memikat. Seperti setangkai bunga di tengah padang rumput.
Gerbang sekolah telah dilaluinya. Kini tujuan (Y/n) satu-satunya ialah menuju kelas kosong di ujung koridor lantai tiga sekolahnya. Tempat biasa di mana Inumaki memainkan biolanya. Oh, gadis itu juga ingin menagih jawaban Inumaki tentang persetujuannya untuk kompetisi biola yang (Y/n) beritahu padanya.
Namun, tidak seperti biasanya, kali ini tidak ada melodi apapun yang terdengar di sana. Bahkan ketika (Y/n) membuka pintu kelas itu, hanya keheningan tak berujung yang menyambutnya.
Ia pun kembali merasa heran. Aneh, Inumaki tiba-tiba menghilang tanpa kabar. Lelaki itu juga jarang sekali tidak masuk ke sekolah tanpa alasan yang jelas. Lantas, apa penyebab Inumaki tidak masuk sekolah hari ini? Padahal jawaban yang akan lelaki itu berikan telah (Y/n) tunggu sejak kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
END ━━ # . 'When I See You ✧ Inumaki Toge
أدب الهواةKetika aku melihatmu, duniaku berubah. Seratus delapan puluh derajat. Kau berdiri di sana. Dengan biola di tanganmu yang ringkih dan alunan musik yang merdu kau mainkan. Namun, pada akhirnya, belum sempat aku sadar apa yang terjadi, sesuatu tengah m...