Author's POV
"Untukmu."
Tatapan bingung (Y/n) tertuju pada bow di tangan Inumaki. Lelaki itu menyodorkannya ke depan (Y/n). Menimbulkan kebingungan yang tak bisa dijelaskan.
"Benarkah?" (Y/n) menatap bow itu lalu kembali menatap Inumaki secara bergantian.
Anggukan kepala Inumaki membuat (Y/n) merasa terharu. Ia pun akhirnya menerima bow pemberian lelaki itu dengan tangan gemetar. Ia merasa terlalu senang dan tidak menyangka di saat yang bersamaan.
"Arigatou, Inumaki-kun!" serunya disertai senyum lebar.
Lelaki itu mengangguk lagi sebelum membalikkan tubuhnya dan mengambil biolanya sendiri. Semua itu ia lakukan dengan diiringi tatapan (Y/n).
Bow itu masih terlihat bagus. Bahkan lebih bagus dari yang (Y/n) punya sebelumnya. Entah karena merknya yang berbeda atau karena bow itu merupakan pemberian Inumaki sehingga ia melebih-lebihkannya. Namun, meskipun bukan di antara kedua itu, (Y/n) tetap merasa senang.
"Bow itu kutemukan ketika aku sedang mencari kertas di kamarku."
Penjelasan itu dikatakan oleh Inumaki ketika ia berjalan kembali ke arah (Y/n). Kini di tangannya terdapat sebuah biola beserta bow-nya.
"Lalu, mengapa kau memberikannya padaku?" tanya (Y/n) lagi. Jika Inumaki telah memberikan bow itu padanya, maka itu berarti hitung-hitungannya tentang uang di dalam celengannya menjadi sia-sia. Pasalnya, ia sudah menghabiskan waktu dua hari hanya untuk menghitung uang tabungannya. Juga mengabaikan tugas sekolahnya yang memiliki deadline cukup dekat.
"Karena kau lebih membutuhkannya," sahut Inumaki.
"Apapun itu alasanmu, aku tetap berterima kasih." Gadis itu tersenyum simpul. Ia menatap bow di tangannya lagi. Senyuman yang tadi masih berada di wajahnya.
Kini ia tahu, ia tidak perlu membuat celengan Doraemon di kamarnya menjadi kosong sama sekali.
***
"Are? Sejak kapan luka-luka ini muncul?"
(Y/n) menatap pada luka-luka di tangannya. Yang paling terlihat jelas adalah di sekitar pernggelangan tangannya. Namun, kini tidak hanya di tangannya saja. Bahkan merambat hingga ke kakinya dan di sekitar lehernya.
Gadis itu sontak berlari keluar kamarnya. Ia pun mengambil remote. Sedetik kemudian, televisi di depannya menyala.
Hal yang pertama kali ia lihat adalah berita tentang kasus pembunuhan yang belum terpecahkan. Pasalnya, si pelaku sangat pandai menyembunyikan jejaknya. Bahkan, pembunuh yang profesional sekalipun pasti masih akan menyisakan jejak yang tak sengaja ia tinggalkan. Namun, pada kasus pembunuhan kali ini sama sekali tidak memiliki jejak apapun.
Otak (Y/n) berpikir keras. Luka-luka itu muncul untuk kedua kalinya di saat yang bersamaan dengan munculnya berita di televisi. Apakah hal ini masih bisa dikatakan sebagai kebetulan? Ia rasa tidak. Kebetulan sudah tidak bisa dikatakan jika kejadian yang sama terulang dua kali.
Namun, beberapa hari belakangan ini (Y/n) tidak memainkan biolanya. Jika pemicunya adalah saat ia bermain biola, maka seharusnya luka tersebut tidak akan muncul jika ia tidak bermain biola. Apakah ada penyebab yang lain?
"Mengapa saat ini menjadi semakin rumit?"
***
Seorang wanita berjalan di kegelapan malam. Ia tidak mengenakan alas kaki. Pakaiannya yang berupa piyama terlihat lusuh di tubuhnya. Manik birunya menatap tajam ke depannya.
Ia terus berjalan. Tujuannya hanya satu. Mencari seseorang yang bisa ia jadikan korban. Entah siapa yang memulai. Namun, hanya dalam sekejap mata dirinya telah berubah.
Satu kali. Dua kali. Tiga kali. Terus-menerus ia lakukan secara berulang hingga tidak terhitung jumlahnya. Menusuk tubuh seorang lelaki yang tak bersalah di hadapannya itu. Tatapannya menyiratkan kesenangan dan kenikmatan yang tak ada duanya.
Senang? Tentu saja. Merasa bersalah? Sama sekali tidak.
Wanita itu hanya ingin memenuhi hasrat dan kepuasan dirinya semata. Tidak peduli jika dirinya akan mati hari ini. Yang terpenting hanyalah menikmati nikmat duniawi yang tengah ia lakukan sekarang.
***
Manik (e/c) itu terbuka lebar. Langit-langit kamarnya yang gelap menjadi objek pertama yang ia lihat. Sinar matahari yang dipantulkan oleh bulan tampak berusaha masuk melalui celah tirai jendela kamarnya.
(Y/n) bangkit dari posisi tidurnya. Ia pun menyalakan lampu tidur di atas meja nakas. Berusaha memberikan penerangan di dalam kamarnya yang gelap.
Tidak ada yang aneh dengan dirinya. Piyamanya yang dikenakan dari semalam masih menempel di tubuhnya. Tidak ada luka goresan atau luka yang beberapa hari belakangan ini ia lihat. Kini ia tampak normal. Dirinya tampak baik-baik saja.
Tatapannya seketika tertuju pada tas biolanya yang duduk manis bersandar pada kaki meja belajarnya. Sebuah gantungan kunci berbentuk kepala koala dengan pita di atasnya tampak bersinar dengan terang. Salah satu penyebabnya ialah gantungan kunci itu glow in the dark. Itulah mengapa (Y/n) bisa melihatnya dengan jelas.
Tiba-tiba (Y/n) teringat dengan ponselnya. Ia meraih benda pipih itu lalu menyalakannya. Angka 02:51 tertera di layar kuncinya. Menandakan hari masih gelap. Bahkan matahari belum terbit.
Sebuah pesan baru masuk ke dalam ponselnya. Ah, (Y/n) ingat ia belum membalas pesan dari kakaknya. Perbedaan waktu antara Jepang dengan Prancis membuat mereka cukup sulit berinteraksi. Waktu di Jepang memang tujuh jam lebih cepat dari Prancis. Meskipun demikian, (Y/n) sama sekali tidak terganggu dengan itu.
Dengan cepat, ia segera mengetik balasan untuk pesan tersebut. Juga memberitahukan kepada kakaknya itu pasal dirinya yang bermain biola lagi.
(Y/n) meletakkan ponselnya kembali ke tempat semula. Kemudian ia membaringkan dirinya lagi sambil berusaha untuk kembali tidur. Entah apa penyebab ia terbangun tadi. Namun, ia tetap harus tidur saat ini jika tidak ingin tertidur di dalam kelas pagi nanti.
***
"Kau memakai syal lagi."
Kata-kata itu terlontarkan begitu saja melalui bibir Inumaki ketika (Y/n) menyapanya di depan gedung sekolah. (Y/n), gadis yang baru saja menyapa Inumaki itu hanya tersenyum miring.
"Tentu saja. Hari ini terasa dingin."
Sama seperti sebelumnya. Gadis itu berbohong lagi. Tentunya, ia tidak akan bisa memberitahukan hal yang sebenarnya terjadi kepada Inumaki. Satu-satunya cara yang bisa ia lakukan hanyalah menyembunyikannya. Memakai syal untuk menutupi lehernya juga sebuah hoodie tebal di balik seragam musim gugurnya. Alasan yang ia berikan masih sama. Dengan dalih musim dingin yang sebentar lagi akan tiba dan cuaca yang cukup tidak bersahabat. Ya, beruntung, semua kondisi itu mendukung (Y/n) untuk mengatakan kebohongan yang memang telah ia rencanakan.
Inumaki pun percaya saja. Beranggapan bahwa jawaban yang (Y/n) berikan adalah sebuah kebenaran. Tak ada mata yang memicing curiga dan tatapan yang mengintimidasi ia berikan pada gadis itu. Tentunya juga tidak ada pikiran negatif yang berasumsi jika (Y/n) telah berbohong.
Ya, Inumaki percaya kepada (Y/n) sekalipun apa yang gadis itu katakan adalah sebuah kebohongan.
***
Boong aja terus di Yeen.ggt🚮
KAMU SEDANG MEMBACA
END ━━ # . 'When I See You ✧ Inumaki Toge
FanfictionKetika aku melihatmu, duniaku berubah. Seratus delapan puluh derajat. Kau berdiri di sana. Dengan biola di tanganmu yang ringkih dan alunan musik yang merdu kau mainkan. Namun, pada akhirnya, belum sempat aku sadar apa yang terjadi, sesuatu tengah m...