Chapter 8 - Do You Wanna Join?

313 62 39
                                    

Author's POV

Cuaca yang mendung dan tidak bersahabat menyambut (Y/n) di pagi hari. Awan berwarna hitam keabu-abuan menggantung di angkasa. Menyembunyikan sang matahari dari indahnya dunia ini.

(Y/n) baru saja memasukkan sebuah payung ke dalam tas sekolahnya. Ritsleting tasnya pun ia tarik hingga tertutup rapat. Kepalanya menoleh lagi ke atas meja belajarnya. Memastikan semua tugas dan kepentingan sekolahnya sudah berada di dalam tasnya. Setelah gadis itu merasa yakin, ia pun bangkit berdiri dari atas tempat tidur.

Kunci rumah yang menggantung bersama kunci gudang diambil olehnya. Sedetik setelahnya, kunci itu telah mengunci rapat puntu rumahnya. Kemudian, ia berjalan kaki dengan santai menuju stasiun.

Perasaannya saat ini cukup bahagia. (Y/n) sudah merasa tak sabar untuk memberitahukan sebuah kabar baik kepada Inumaki nanti. Meskipun ia telah memiliki ID LINE lelaki itu, (Y/n) merasa ia tetap harus memberitahukannya secara langsung. Namun, tetap saja saat ini ia harus berkonsentrasi terlebih dahulu hingga tiba di sekolah. Terlebih sama seperti biasanya keadaan di dalam kereta cukup padat. Wajar, banyak siswa seperti dirinya dan para pekerja yang ingin pergi ke kantor.

Akhirnya (Y/n) bisa menghela napas lega ketika ia keluar dari dalam kereta. Pasokan udara yang ia hirup bisa lebih banyak dibanding di dalam kereta seperti tadi. (Y/n) pun menelusuri trotoar yang sama untuk ke sekolah.

"Brrr... dinginnya," komentarnya ketika angin bertiup menerpa wajahnya.

Meskipun saat ini musim dingin belum tiba, tetapi angin yang berhembus cukup terasa dingin dan menusuk kulit sekalipun (Y/n) telah menggunakan hoodie di balik seragamnya. Alhasil, gadis itu hanya bisa berharap musim semi tiba lebih cepat.

***

Suara melodi yang mengalun di dalam ruangan itu terdengar sangat merdu. Menandakan sang pemain biola telah mahir dan sudah berlatih selama bertahun-tahun lamanya.

Manik ungunya yang biasa menatap datar kini tersembunyi di balik kelopak matanya. Menikmati alunan melodi yang dihasilkan oleh latihannya selama ini. Tangan kanannya menggesek sang biola dengan penuh kelembutan. Sementara sang biola digenggam dengan kokoh oleh tangan kirinya.

Beberapa detik sebelum melodi yang ia mainkan selesai, pintu ruangan itu menjeblak terbuka. Memunculkan (Y/n) di baliknya dengan napas terengah-engah.

"Inumaki-kun! Aku memiliki kabar baik untukmu!" (Y/n) mendekati Inumaki dengan semangat yang menggebu-gebu. "Aku sengaja tidak memberitahumu melalui LINE karena aku ingin mengatakannya langsung padamu," sambungnya.

Inumaki yang dipaksa berhenti untuk bermain biola itu hanya bisa diam seraya menurunkan biola secara perlahan dari bahunya. Manik ungunya menatap lurus pada lawan bicaranya.

"Kabar apa itu?" Pertanyaan Inumaki membuat (Y/n) lebih antusias. Bahkan lebih dari yang biasanya.

Gadis itu menarik napas panjang lalu ia berkata dalam satu tarikan napas, "Ada sebuah kompetisi bermain biola yang akan diadakan dua minggu lagi dari sekarang! Kompetisi itu juga cukup bergengsi belakangan ini! Dan, aku pikir itu sangat cocok untukmu! Apakah kau ingin mendaftar?"

Diam adalah hal yang Inumaki lakukan sekarang. Ia cukup merasa takjub ketika mendengar (Y/n) mengatakan beberapa kalimat panjang itu hanya dalam satu tarikan napas saja. Namun, frekuensi yang lebih dari satu ketika ia mendengar (Y/n) melakukan itu telah membuat dirinya tidak terlalu terkejut. Oh, jangan lupakan juga wajahnya yang selalu datar dan terlihat sama hingga membuat dirinya cukup mudah untuk digambar di atas kertas polos.

"Tidak."

Itulah jawaban yang keluar dari bibir Inumaki. Kekecewaan pun menyelimuti (Y/n) di saat yang bersamaan. Namun, binar di manik (e/c) kembali muncul ketika ia mendengar perkataan Inumaki selanjutnya.

"Akan kupikirkan nanti," lanjut lelaki itu. Ia sempat melihat raut wajah kecewa milik (Y/n) meskipun telah gadis itu sembunyikan.

Browsing di internet selama semalaman telah membuahkan hasil yang cukup baik menurut (Y/n). Ia telah merelakan jam tidurnya hanya untuk mencari kompetisi biola yang ia katakan pada Inumaki. Alasannya sederhana. Gadis itu ingin melihat Inumaki tampil di hadapan puluhan pasang mata yang menyaksikan dirinya. Bersinar di atas panggung dengan biola di atas bahu. Membayangkannya saja telah membuat (Y/n) merasa tidak sabar menantikannya.

Hanya saja jika Inumaki akan mendaftar nanti.

"Apakah kau akan ikut mendaftar kompetisi itu?" Inumaki melirik (Y/n) yang tengah tersenyum seorang diri. Tanpa sebab dan akibat.

Sontak (Y/n) pun menoleh dengan menyengir menampakkan barisan giginya yang tersusun rapi. "Tidak." Lalu, ia terkekeh.

"Mengapa?"

"Apakah kau ingat suara tikus yang terjepit pintu setiap aku memainkan biolaku? Itulah alasanku tidak akan mendaftar," jawab (Y/n) bangga. Entah apa yang membuat ia bangga saat ini.

"Tikus yang terjepit pintu?" Inumaki mengernyit bingung.

"Ya! Kau pasti mendengarnya di saat pertama kali aku menggesek biolaku. Ya kan?"

"Kau sudah bermain lebih baik sekarang, (F/n)."

(Y/n) mengedipkan matanya beberapa kali. Lalu, rona merah mulai muncul di kedua pipinya. Ia segera memalingkan wajahnya sambil menutupinya dengan tangan.

"Jadi, apakah kau akan mendaftar?"

Jika Inumaki telah berkata seperti itu padanya, apakah (Y/n) bisa menolak jika lelaki itu bertanya demikian?

***

"Kau harus memberikan jawaban yang paling tepat esok hari, ya, Inumaki-kun," ujar (Y/n) tepat ketika ia memasukkan buku pelajaran yang terakhir ke dalam tas.

Anggukan kepala adalah respon yang Inumaki berikan. Ia merasa tidak masalah jika (Y/n) meminta jawabannya esok hari. Toh ia akan memikirkannya baik-baik dari sekarang.

"Apakah kau akan langsung pulang?" tanya (Y/n) di saat mereka berjalan beriringan di koridor sekolah.

Lelaki itu menggeleng. "Tidak. Aku akan pergi ke toko buku untuk mencari referensi presentasi minggu depan."

"Eh? Presentasi apa? Apakah kau pergi ke toko buku yang sama dengan yang waktu itu kita kunjungi?" cerocos (Y/n) panjang lebar.

Gadis itu tampak bingung. Meskipun mereka berada di kelas yang sama, tak jarang (Y/n) menanyakan tugas pada Inumaki. Setelah ia meminta ID LINE milik lelaki itu, kini frekuensi pertanyaan yang gadis itu berikan lebih banyak daripada sebelumnya. Inumaki sama sekali tak keberatan menjawab itu semua. Bahkan ia selalu mengecek ponselnya barangkali (Y/n) telah bertanya tanpa sepengetahuannya.

"Presentasi Biologi. Kau lupa lagi, (F/n)," sahut Inumaki.

(Y/n) hanya bisa terkekeh sambil mengusap tengkuknya dan memasukkan tugas presentasi itu ke dalam ingatan jangka panjangnya.

"Oh ya, apakah kau menyimpannya baik-baik?" (Y/n) menatap Inumaki disertai dengan senyuman.

Paham dengan apa yang (Y/n) maksud, Inumaki pun merogoh saku celananya. Ia mengeluarkan sesuatu dari sana lalu menunjukkannya pada (Y/n).

"Aku selalu menyimpannya."

Gantungan kunci berbentuk kepala koala itu memantulkan sinar matahari senja. Senyum (Y/n) pun semakin lebar ketika ia melihatnya. "Aku senang mendengarnya."

Inumaki diam dan tak merespon apa-apa. Namun, di balik diamnya itu ia menyembunyikan senyum tipisnya.

"Kutunggu jawabanmu besok, Inumaki-kun!"

(Y/n) melambaikan tangannya dengan semangat saat mereka berpisah di depan gerbang sekolah. Arah rumah yang berbeda membuat mereka tidak bisa pulang bersama sekalipun mereka berdua menginginkannya dari lubuk hati mereka yang paling dalam.

***

Yo minna!

Karena takut lupa lagi, jadi diriku up sekarang sj.

Yang sudah baca dan vomment, terima kasih bangettt🥺💖

I luv ya!
Wina🌻

END ━━ # . 'When I See You ✧ Inumaki TogeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang