📆 Yangnim-dong, 3ʳᵈ June 2020
Bukan tanpa alasan bila ketiga pemuda kota itu rela melewati ramainya pusat desa di tengah musim panas nan menyengat, menerobos ke jalan setapak di ujung desa, kemudian masuk tanpa undang ke sebuah gereja asing.
Kali ini ketinganya tengah memantapkan langkah mendekat pada sebuah bangunan agama. Mungkin dikarenakan oleh lokasinya yang lumayan sulit untuk dijamah orang luar, dalam sekali lihat pun nampaknya para penghuni gereja sudah dapat menyimpulkan adanya wajah-wajah baru yang tengah berusaha masuk tanpa undangan. Kemudian digiringnya si wajah-wajah baru tersebut ke sebuah ruangan, perkiraannya sih ruangan buat penatua-penatua gitu dah.
"Sebentar ya, kupanggilkan seseorang dulu." Sahut salah satu pria berkumis tipis sembari mengarahkan si tiga pemuda untuk duduk-duduk dahulu si sofa.
"Aku senang cara mereka menyambut kita, ramahnya bukan main." Gelagat si pemuda tertua mewakilkan rasa kagumnya pada perlakukan dari si penghuni gereja. Sambutan meriah dan senyum hangat ada di tiap-tiap wajah polos itu. Bagaimana tidak begitu menyentuh hatinya?
"Tapi hyung, aku masih penasaran kenapa mereka membangunnya sejauh ini dari desa. Padahal lumayan banyak tuh penghuninya." Balas Jihoon yang nyatanya masih sedikit ragu dengan lokasinya berada.
Di lain sisi, Seungkwan berdiri dari duduknya. Ia mendekati jendela di arah timur lautnya, kemudian disibakkannya kecil gordennya. Seberkas sinar lengket pun menerobos dari luar sana, menyapa tulang pipi si pemuda. Matanya disipitkan sebelum fokusnya tertangkap pada sesuatu yang begitu menarik perhatian.
Sebuah presensi pohon tua yang berdiri loyo di sudut taman. Dililitnya si pohon oleh selembar kain satin, disisinya banyak meja-meja dengan guci-guci yang di atasnya ditancapkan batang-batang serupa Hio yang di ujungnya telah berasap.
Menyembah pohon tua? Sungguh ada gereja dengan ajaran begini? Batinnya.
Sekian detik setelahnya, tau-tau Jihoon sudah berdiri di sebelahnya-ikut menelisik pemandangan di balik jendela. "Oh? Yoon Jeonghan?" Pekik Jihoon kecil.
"Yoon Jeonghan?" Ya siapa yang tidak akan reflek bertanya ketika ada nama asing yang sekonyong-konyong disebut di telinganya.
Maka dari itu, diangkatnya jari seputih susunya lalu dilekatkannya pada jendela. Sangat jelas adanya jika jari lentik itu menunjuk seorang yang familier baginya. Ah, si pria aneh dan gadis roti.
Gila ya, ternyata si Jeonghan-Jeonghan itu seorang lelaki kerdus penyuka gadis-gadis polos. Toh sampai rela datang jauh-jauh cuma buat merayu si gadis incaran.
"Wow, lihatlah pemuda yang berumur hampir kepala tiga itu sedang berusaha menarik perhatian gadis delapan belas tahun." Sarkas Jihoon seraya kembali memutarkan tubuhnya dan duduk-diikuti oleh Seungkwan.
"Tahu darimana hyung tentang pria aneh itu?" Masih penasaran dong-tentang pria yang belakangan selalu membuatnya penasaran.
"Hanya sebatas basa-basi pas kebetulan datang di hari yang sama. Dia seorang pekerja kontrak dari kota padahal ia seorang lulusan universitas ternama, ya.. sepertinya hidupnya tidak jauh dari milikku. Hanya kerja sampai mati." Jelas Jihoon.
Di waktu yang sama, pintu masuk pun berdecit-menampakkan eksistensi seorang pria tua yang bahkan berjalan pun mulai kesusahan. Disebelahnya ada si pria paruh baya yang sempat membagikan roti susu keju dua hari yang lalu.
"Ah, wajah-wajah baru dan menyegarkan." Ucap si pria tua sembari mencari posisi yang pas untuk duduknya.
"Joshua, Jihoon dan Seungkwan? Bapa, ini orang-orang dari kota." Senyum ramah merekah sempurna pada kepunyaan si pria paruh baya. "Ingat aku kan? Ma Dongsik, yang membagikan roti dua hari yang lalu. Ngomong-ngomong, aku bertanggung jawab sebagai seorang sekretaris disini, panggil saja begitu." Kemudian diulurkannya jabat tangan kesatu-persatu pemuda itu. "Ini pendeta kami. Kami memanggilnya bapa." Lanjutnya.
"Pendeta Ko." Katanya memperkenalkan dirinya. "Oh, jadi ada apa kalian kemari? Biasanya tidak banyak orang-orang-apalagi wisatawan yang berkunjung sampai kemari."
Si tiga pemuda pun serentak saling melempar pandang-seakan menanyakan pada tiap-tiap 'siapa yang mau duluan berucap?' Tetapi pada akhirnya tetap yang tertua-lah yang maju dahulu.
"Jadi begini, salah satu dari kami.. Lee Seokmin, apa sekretaris Ma mengingatnya?" Buka Joshua, sembari memajukan posisi duduknya-menandakan bahwa ia serius dengan ucapannya.
Perlahan pria paruh baya itu mengangguk lemah disertai dengan gelagat lupa-lupa ingatnya.
"Emm, dia menghilang sejak kemarin pagi-pagi sekali. Kami pikir, siapa tahu kami mendapatkan keberuntungan disini." Lanjut si pemuda tertua seraya menyodorkan ponselnya-yang menampakkan foto si pemuda yang dimaksud.
Si pria tua mengerutkan dahinya, berusaha menelisik eksistensi si pemuda di dalam benda pipih itu. Sepersekian lama pria tua itu berusaha keras berfikir, pada akhirnya digelenggkannya kepala-tanda tak tahu diiringi hembusan napas kecewa dari lawan bicaranya.
"Tidakah kalian menghubungi polisi setempat?" Usul si pria paruh baya.
Tiga pemuda itu pun mengangguk bersamaan.
"Bagaimana dia bisa hilang begitu saja? Apa pemuda itu pulang malam harinya?"
"Tidak."
"Ah, rupanya tidak kembali setelah membersihkan pos kegiatan, bukan? Adakah yang aneh dari anak itu?"
Joshua pun menggelengkan kepalanya, lagi.
"Joshua-ssi, bisakah kau menuliskan nomormu disini? Kami bisa membantu mencarikan temanmu. Siapa tahu kami beruntung, bukan?" Akhirnya si pria tua kembali angkat bicara. Ia menyodorkan sebuah kertas kosong dan pulpennya. Tanpa basa-basi Joshua dengan berani menuliskan angka-angka di atasnya.
"Terimakasih bapa Ko dan Ma-ssi." Sahutnya untuk yang terakhir kali sebelum ketiganya habis dimakan eksistensi pintu ruangan.
Hari ini ternyata hanya menghasilkan buah kosong bagi ketiga insan tersebut. Pertanyaannya masih menginang dalam benak-berputar tanpa peluang. Dimana Seokmin? Bagaimana keadaannya? Dan yang penting, mengapa hal ini menimpanya?
Lalu jika membicarakan tentang gereja kecil itu.. ya, Seungkwan hanya bertanya-tanya-mengapa gereja tersebut berbeda dari yang ia lihat selama hidupnya? Mencurigakan.
꒦꒷꒦꒦꒷꒦꒷꒷꒦
Thank you,
Sya.
KAMU SEDANG MEMBACA
find way home | svt vu
Fanfiction🎦Liburan musim panas tahun 2020 berhasil mempertemukan lima pemuda Gwangju pada sebuah desa wisata dengan tujuan berbeda-beda. Yang mana berakhir menjadi sebuah malapetaka besar nan menggemparkan seluruh penjuru Korea Selatan. Pembunuhan dan kebara...