segmen 12 : awan panas

4 0 0
                                    

📆 Yangnim-dong, 12ᵗʰ June 2020

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

📆 Yangnim-dong, 12ᵗʰ June 2020

Si gadis telah tahu, alasan mengapa seorang Yoon Jeonghan sekarang duduk di sisi kirinya dengan wajah memerah bak tomat. Akhirnya si gadis menyadari, bahwa sebenarnya si pria berkunjung ke tempatnya secara berkala sejak kemarin bukan karena tujuan liciknya yang ingin cuci mata ala-ala Cassanova, hanya saja ingin mengenalnya lebih jauh-dengan mengorek sesuatu yang tidak ingin si gadis berikan.

Entah apa yang Jeonghan inginkan setelah berhasil mengorek kehidupannya. Naeul tidak tahu apa tindakan yang bakal Jeonghan ambil selanjutnya. Yang pasti, sepengetahuan Naeul, Jeonghan hanyalah pria dengan kepribadian apatis yang tak bakal melirik hal-hal yang tidak menyebutkan namanya.

Lalu mengapa saat ini Naeul tengah berusaha menerka-nerka apa yang akan si pemuda lakukan setelah sebuah anggukan terlempar dari presensi dirinya? Wajah tomat Jeonghan menyulutkan sebuah emosi meragu hebat yang tengah bergejolak. Tampaknya Jeonghan telah mengerti apa yang dirasakan Naeul.

Kali ini terkaan bercelarunya telah membulat menjadi yakin. Dalam semalam kepalanya berkerja giat hanya untuk meyakinkan dugaannya. Memang, manusia banyak sekali berpikir negatif sebelum mengetahui faktanya-tetapi kali ini yakin dalam dirinya sudah celik menjadi satu jawaban. Sudah pasti ada yang tidak beres dengan kehidupan Naeul.

"Tahu dari mana kau bila ada yang aneh-aneh tentang hidupku?"

"Bukankah sudah terlihat sangat jelas? Tidak ada salahnya kan bila bercerita?"

"Bahkan dengan orang asing yang kukenal hanya dalam satu minggu?"

Bungkamlah si pemuda. Ya, bagi seorang yang tidak banyak bergaul layaknya Naeul, hanyalah sebuah hal yang sulit untuk percaya kepada orang asing apalagi dalam waktu satu minggu. Ah, bahkan sepertinya sampai detik ini tidak ada seorang pun yang dapat mengontrol kepercayaannya.

"Sekarang aku telah berada di ambangnya, jika aku menuruti omonganmu kau mau aku tercelup ke dalam lahar di tempat aneh ini? Enyahlah." Mungkin emosi Naeul pun semakin lama pencapai titik didihnya. Wajahnya sedikit memerah dan nada suaranya sedang berusaha menyesuaikan dengan suhu emosinya.

"Bila berada di ambang, masih dapat diselamatkan." Sela si pemuda yang seharusnya tengah membela tingkahnya.

"Olehmu? Aku tidak yakin. Kau kemari bahkan hanya untuk santai-santai beberapa minggu, bukan menjadi superhero." Dan intip-intip gadis desa yang tengah panen buah stroberi atau bersepeda dengan gaun dan topi warna pastel untuk mengantar kue-kuenya.

"Tidak bisakah kau percaya padaku? Tidakkah sikapku selama ini cukup untuk menunjukkan bahwa kau dapat mempercayai aku?" Hah, bagi seorang yang tidak banyak bergaul layaknya Naeul, hanyalah sebuah hal yang sulit untuk percaya kepada orang asing apalagi dalam waktu satu minggu. Kemudian berapa banyak hal yang dapat membuatnya harus menaruh percaya dalam pria genit tanpa pekerjaan tetap? Nol. Bahkan dengan fakta yang Naeul ketahui-bahwa Jeonghan menyukainya begitu yakin-sama sekali tidak membuatnya menaruh sesuatu yang penting bersama. Apalagi soal kepercayaan, yang mungkin saat ini tidak seorang pun menyimpan miliknya.

"Apa yang kau maksud sikap genitmu itu?"

"Naeul, sering bukan aku mengatakan bahwa pria genit ini begitu menyukaimu?"

"Bisakah kau berhenti menjadikannya alasan untukku percaya padamu? Aku bahkan akan menikah, Yoon Jeonghan! Tolong hentikan sikapmu." Apapun itu, sepertinya yang Naeul katakan adalah sebuah kalimat yang memiliki beribu kesalahan. Ia bahkan telah memberi apa yang Jeonghan cari dalam satu kalimat. "Aku akan menikah dalam waktu dekat. Inilah faktanya, apa kau telah menelan apa yang kau cari?"

Tak tahu bagaimana caranya, seketika suhu emosi Jeonghan menurun drastis-layaknya tengah menunggangi rollercoaster. Dari yang berada di titik mendidih sekarang berada di titik terendahnya. Membuat bulu kuduknya menegang, disertai rasa tidak percayanya. Sesuatu yang ia cari menjadi bumerang baginya, menghantamnya keras tepat pada tengkuknya. Kepalanya mati rasa berkat si hantaman, lalu tubuhnya diam membeku sebab perubahan suhunya yang tiba-tiba sekali.

Rasanya antara tak ingin percaya dan tak percaya, kemudian tak tahu harus bagaimana dan tak ingin mendengar.

Alih-alih menanyakan siapa mempelainya, bagaimana bisa atau kapan tepatnya, Jeonghan lebih memilih melontarkan pertanyaan yang sekonyong-konyong tumbuh di pikirannya kala otaknya sendiri sejemang terasa bengkak luar biasa.

Agak aneh, tapi..

"Seokmin. Apa semua ini berhubungan dengannya?" Bukan, bukan tentang Naeul dan pernikahannya. Tetapi dengan kisah Seokmin yang hilang bak ditelan dasar bumi. Memang akan sedikit ambigu bila Jeonghan tiba-tiba melemparkan pertanyaan yang tidak berhubungan dengan keterkejutannya barusan. Cuma, kalimat Naeul sebelumnya tentang pernikahannya.. gadis delapan belas tahun? Menikah? Benar-benar hal yang kejam. Dan itu sungguh membangkitkan presepsi Jeonghan tentang kasus hilangnya Lee Seokmin si pemuda hidung perosotan yang bersuara lantang.

Bila gadis delapan belas tahun dapat mereka nikahkan tanpa rasa bersalah, lalu bagaimana dengan menghilangkan pemuda yang iya-iya saja bila diminta sesuatu?

Mungkin sekian detik Naeul gunakan terlebih dahulu untuk menimang, kemudian menimang lagi untuk ucapannya selanjut. Lantas si gadis menganggkat pandangannya menemukan milik si lawan bicara, "Mungkin? Jeonghan, sungguh aku tak tahu apa yang terjadi. Tetapi setahuku tempat terakhir Seokmin bukanlah di pos kalian." Jeonghan berusaha tak menyela kisah si gadis, melainkan memberi setidaknya sedikit waktu baginya untuk mencari jeda dalam kalimat antar kalimatnya. "Di hadapanku. Pemuda itu diseret kasar begitu saja oleh si gila. Setidaknya teman berisikmu itu menyelamatkanku dari sentuhan mesum si gila. Tetapi sama, aku juga tidak pernah melihatnya kembali."

"Si gila?" Oh, Naeul, apa salahnya kau langsung menyebut namanya atau jabatannya?

"Kalau penasaran begini terus juga kau bakal mengerti. Kau tahu," Lagi-lagi Naeul menghela napasnya panjang. Kembali mengira-ngira apakah ucapannya selanjutnya akan berdampak buruk atau tidak. Bila iya, bagi siapa dan apa.

"Ma Dongsik, calon suamiku." Ah, si gadis pada akhirnya menyebutkan sesuatu yang menjadi alasan 'tercelup dalam lahar tempat aneh ini.'

Naeul, selamat datang di nerakamu.

꒦꒷꒦꒦꒷꒦꒷꒷꒦






Thank you,
Sya.

find way home | svt vuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang