segmen 04 : mendadak

11 0 0
                                    

📆 Yangnim-dong, 4ᵗʰ June 2020

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

📆 Yangnim-dong, 4ᵗʰ June 2020

Tidak ada kabar, tidak ada pembaharuan. Semuanya terasa runyam, semakin hari semakin kosong-berkutat tanpa jawaban. Hari dijalaninya bak tanpa jiwa. Loyo, lemah madesu.

Mata pemuda itu terpejam dengan posisi tengkuknya yang mendongak menghadap langit-langit lobi penginapan. Entah apa yang kudu ia lakukan-pikirannya sejenak mengadat tak mau berputar. Sedangkan di sisi lain si dua pemuda sisanya memulai kembali kegiatan mereka. Keduanya terlihat sibuk di pos kegiatannya masing-masing, beda adanya dengan si pemuda yang termuda.

Entah apa yang kudu ia lakukan. Harapannya tak pernah menjemput, kerja kerasnya tak menghasilkan buah manis.

"Ah, merokok disini lagi, mengganggu." Sarkas si pemuda lesu nan tiba-tiba dikejutkan oleh asap rokok yang entah dari mana asalnya. Tapi ia tahu-dimana asal gangguan itu. Siapa lagi kalau bukan si Jeonghan-Jeonghan itu? Ya, si pria aneh.

Lantas pemuda yang merasa dituju dalam kalimat pun menunduk, menandai permintaan maaf darinya. Diturunkannya sebatang sigaret yang tadinya nyaris ia nyalakan. Kemudian Jeonghan duduk di sebelahnya, menawarkan sebuah kaleng bir instan.

"Mau?" Tawarnya.

Pemuda lesu itu menerima tawaran si kawan bicara dengan sigap, tanpa kata lain selain anggukan tak bernadanya.

"Tidak bantu kawanmu itu?"

Seungkwan menggeleng.

Jeonghan mendesah kasar.

"Bila ada sesuatu yang terjadi sepertinya kau tipe orang yang bakal stres dan ngamuk-ngamuk duluan. Hadapilah, jangan cuma duduk di lobi dengan lesu dan otak kosong." Entah apa yang diketahui Jeonghan. Ucapannya bahkan tidak disapa ramah dengan indra pendengar kepunyaan Seungkwan.

Kemudian Jeonghan kembali berdiri tanpa mencuri pandang dari si lawan bicara sedikitpun. "Aku pikir kau sinis terhadap sikapku yang semberono merokok di lobi sepanjang hari tanpa semangat. Sekarang kau terlihat seperti itu." Ucapnya, setelahnya pemuda itu hilang entah kemana. Seungkwan tak memperhatikan.

Sampai adanya kembalinya eksistensi Joshua yang mendekat dari ambang pintu lobi. Joshua lalu duduk di sebelah Seungkwan, sama seperti pemuda sebelumnya.

"Lesu sekali, hm." Ucapnya kecil. "Seungkwan-ah, ada yang ingin hyung katakan." Lanjutnya yang mana dihadiahi perhatian dari si lawan bicara.

Bola mata si pemuda terlihat tajam, menyulutkan suasana serius dalam manik hitamnya itu. Wajahnya tidak begitu secerah tadi pagi-pagi sekali. Kali ini sih lebih memperlihatkan gambaran khawatir dan ya, semacamnya.

"Pendeta dari gereja di ujung desa kemarin, dia memintaku untuk melakukan kegiatan perawatan untuk mereka." Sedikitnya pemuda itu mengambil napasnya panjang sebelum melanjutkan penjelasannya. "Ya, sebaiknya kau ikut bukan? Aku rasa di tengah desa sini kita kurang mendapat perhatian, di gereja sana suasananya juga bakal lebih me-"

"Pergi saja kalau hyung mau. Aku sudah bukan bagian dari kegiatanmu." Balasan dari Seungkwan berhasil membekukan Joshua selama beberapa sekon ke depan. Ya memang seharusnya ia tak mengejutkannya dengan hal-hal yang berada di luar tata rencana mereka. Sebab, siapa sih yang tidak bakal terusik jika menghadapi hal-hal tak terduga yang melenceng dari rencananya?

Lantas si pemuda yang lebih tua itu mengangkat tubuhnya perlahan dari duduk. Ia berusaha membiarkan Seungkwan ruangnya sendiri untuk berpikir dengan pikiran hampa dan masalah semrawutnya.

Biarkanlah waktu berhenti sejenak dan membiarkan si pemuda termenung dengan urusan yang tak ada jalan keluarnya itu. Biarkanlah ia mencari isi dari hampanya kepala. Biarkanlah Seungkwan begini sementara, jangan ditambah atau dikurangi lagi.

Setiap harinya ia mengalami lonjakan cerita yang sejatinya tak pernah ia pikirkan dalam benak. Padahal, apa yang tengah ia lalui sih? Semuanya jadi memiliki ujung yang tidak jelas.

꒦꒷꒦꒦꒷꒦꒷꒷꒦








Thank you,
Sya.

find way home | svt vuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang