📆 Yangnim-dong, 8ᵗʰ June 2020
"Oh, Seungkwan tidurnya pulas sekali. Sudah menjelang siang begini masih ngorok."
"Haha, samgyeopsal kemarin seperti berhasil menghipnotisnya untuk sementara. Ya.. semoga tenang selalu dah dia."
"Menunggu sesuatu?"
Jihoon, pemuda yang ditanya mengangguk mantap.
"Surat yang kemarin-kemarin ini?"
"Ya. Biasa dikirim pagi-pagi sekali, tapi sekarang belum sampai, bikin khawatir saja." Jihoon sedikit menunduk sembari tetap mengaduk-ngaduk segelas kopi hangat di tangannya. "Joshua yang mengirimnya. Katanya dari sana sulit buat kirim via ponsel, yasudah, surat deh."
"Setiap hari?"
"Iya." Tepat sekali saat nada terakhir dari kata pendek Jihoon itu meluncur, si paman pengantar pos melintasi ringan si dua pemuda. Panik agak memarani sebab yang di tunggu-tunggu hanya lewat begitu saja.
Lantas Jihoon beranjak dari duduknya, sejenak melupakan gelas kopinya yang masih hangat dan terisi sempurna. "Maaf, tidak adakah surat untuk Lee Jihoon?" Tanya si pemuda dengan sopan.
"Oh?" Sembari mengoroh-ngorok tas selempang besarnya itu, si paman pos menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tidak tuh." Katanya meyakinkan setelah upayanya mencari si jawaban di dalam tas posnya tersebut tidaklah salah.
"Ah tidak apa-apa, toh cuman bolos sekali. Kemarin saja kau bolos pergi kesana." Jeonghan berucap santai seraya menyambar kopi hangat milik Jihoon yang masih sempurna volumenya itu. "Ini asalnya dari tas ranselmu?" Tanyanya selepas menyedup si kopi hangat.
"Ya, itu milikku." Jihoon berjalan mendekat, kemudian menaruh bokongnya di posisi semula. "Apa harus kucari tahu kenapa Joshua tidak menginfokan apapun padaku? Logikanya kemarin aku bolos dia bakal bertanya lewat surat." Tutur Jihoon macam mengharapkan bantuan atau saran apapun dari si lawan bicara.
"Berapa banyak kafein yang kau seduh dari kopi sepahit itu? Aku rasa kopinya membuatmu begitu cemas." Bukan urusannya sih tentang dimana dan bagaimananya si Joshua Joshua itu. Sudah bisa menikmati suasana penginapan yang tentram dengan tiadanya amukan Seungkwan saja sudah sujud syukur. Kali ini mau giliran Jihoon yang dilanda cemas? Oh, liburan musim panas macam apa ini, batinnya.
꒦꒷꒦꒦꒷꒦꒷꒷꒦
Hari ini nampaknya biasa-biasa saja sih. Ya, sama dengan hari-hari sebelumnya. Tanpa suatu pembaharuan apa pun. Tentang Seokmin? Kali ini nampaknya Seungkwan telah dapat memberikan seluruh percayanya pada pihak yang lebih handal. Ya setidaknya dapat menenangkan gemuru cemasnya untuk sementara waktu.
Entah berapa gelas kopi yang telah diteguknya berturut-turut tanpa henti sedari pagi. Habis, ya ambil lagi, habiskan lagi, ambil lagi. Sedangkan yang dua lagi gelagatnya layak sedikit watir pada sikap si pemuda.
"Jihoon-a, kalau kau sedang berkerja begini caranya?" Jeonghan lantas bertanya bagai pura-pura khawatir, padahal netranya masih sibuk dengan benda pipih pada genggamannya.
Yang ditanya pun mengangguk. Mata Jihoon yang masih sibuk melekat pada layar laptop membuatnya kelihatan seperti pemuda yang tengah sibuk dikejar batas waktu kerjaan.
"Ternyata kau lebih gila kerja. Ah, sudahlah Jihoon-a ini tuh liburan musim panas. Bukan musim kerjaan menumpuk bak gunung." Seraya berucap, Jeonghan menarik tubuhnya kemudian mengusik Jihoon yang masih meliruhkan seluruh fokusnya pada layar di hadapnya.
Jihoon layaknya tak terganggu. Tak ada gubrisan apapun.
"Ah, musim panas kali ini meresahkan. Bertemu manusia-manusia berisik yang memiliki masalah aneh.."
Oh, apakah kegiatan sindir-menyindir si yang tertua dan termuda belum berakhir? Sebab Seungkwan lantas berucap lantang, "Apa yang berisik itu aku? Ah hyung, jangan begitu."
"Baiklah, pemuda-pemuda dengan masalah runyam. Dan asal kalian tau, ini bagai aku menemukan sesuatu yang langka, haha. Bukankah gereja di ujung desa itu terasa begitu berbeda?" Kalimat terakhir yang lolos dari bibir Jeonghan menuai perhatian dari dua pemuda yang lain-bahkan yang tengah asik dengan dirinya sendiri dan perkerjaannya.
"Seperti melakukan sesuatu pada pohon tua itu?" Seperti yang terakhir tercetak dalam memorinya, Seungkwan dengan ringan melemparkan pemikirannya.
"Ya salah satunya itu. Aku sudah lihat lebih banyak-pendeta mereka itu.. apakah mungkin melakukan hal-hal magis begitu? Seperti menyembuhkan seseorang yang nyaris tak mampu bertahan hidup dengan cara khasnya yang nggak pernah kulihat sebelumnya." Tutur Jeonghan menjelaskan pemikirannya. Sepertinya demi si gadis-yang semanis permen kapas itu-ia sudah berkali-kali datang ke gereja ujung desa sana untuk menggodanya atau hanya menikmati presensi si gadis sejenak.
"Haruskah kita kesana besok? Kebetulan besok aku ada jadwal kesana. Sekalian lihat sebenarnya Joshua kemana." Apakah Lee Jihoon pada dasarnya manusia dengan kesemasan segini tinggi? Maksudnya, bukankah seharusnya hanya dengan pernyataan Jeonghan barusan ia tidak perlu menyarankan langkah besar seperti 'ke gereja tersebut bersama Jeonghan ataupun Seungkwan?'
"Hayu saja." Ah hampir lupa, apa pun bakal Jeonghan lakukan demi menemui gadis favoritnya disana. Si gadis roti susu keju itu lho.
Lantas Jihoon dan Jeonghan secara bersamaan melempar pandangannya kepada Seungkwan-menanti jawaban darinya.
Tak lama Seungkwan mengangguk mantap.
Bukankah hari-hari begini masih menjadi bagian dari waktu liburannya? Ya kalau begitu ia akan memasukan gereja di ujung desa tersebut ke dalam daftar titik-titik yang ingin ia kunjungi. Hm, ya tinggal berharap 'semoga menyenangkan.'
꒦꒷꒦꒦꒷꒦꒷꒷꒦
Thank you,
Sya.
KAMU SEDANG MEMBACA
find way home | svt vu
Fanfic🎦Liburan musim panas tahun 2020 berhasil mempertemukan lima pemuda Gwangju pada sebuah desa wisata dengan tujuan berbeda-beda. Yang mana berakhir menjadi sebuah malapetaka besar nan menggemparkan seluruh penjuru Korea Selatan. Pembunuhan dan kebara...