segmen 10 : suryakanta

5 0 0
                                    

📆 Yangnim-dong, 10ᵗʰ June 2020

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

📆 Yangnim-dong, 10ᵗʰ June 2020

📽
Kamera diperbesar. Menampakkan presensi seorang gadis belia dengan mimik gemuru amarahnya. Napasnya tersegal-segal tak sempurna, mungkin bunga hidungnya pun kembang kempis jika dilihat kembali lewat teleskop.

Lengan si gadis kembali disentakkan ketika seorang wanita paruh baya menghampirinya, menampar kasar pipi si gadis kemudian menarik lengannya paksa seraya menyemburkan ucapan-ucapan yang entah apa dengan kasar dari bibir pucatnya. Begitu untuk sepersekian sekon setelahnya. Hingga datangnya si pemeran ketiga-seorang paruh baya lainnya. Ah, pak sekretaris.

Tidak banyak adegan, pria yang dimaksud hanya lewat sembari menyapa si pemeran lainnya-yang berhasil membuat si wanita diam sejenak untuk menyambut lawannya.

Dibisikkannya sesuatu dari si wanita dekat pada telinga si gadis belia. Hingga-hingga, ia pasrah mengekor dibalik si wanita paruh baya memasuki aula utama gereja.
📽

Sampai disana vidio pendek itu berakhir. Vidio berkisar kurang lebih dua puluh detik itu berhasil membuat Jeonghan mengulang-ulangnya puluhan kali. Jika bertanya mengapa, ya karena pemeran utamanya adalah si gadis kesukaannya. Ah, bukan hanya ingin menikmati pesonanya-bisa dibilang sekedar menelisik?

Nyatanya, pertengkaran antara si gadis dan bibinya yang selalu menjadi bahan watir Jeonghan ada di depan kepalanya. Sebuah vidio pendek dari kamera lawas Jihoon yang menjadi bukti mati bagi dugaannya. Bukankah sesungguhnya gadis itu muak dengan segala yang dimilikinya saat ini? Bukankah ia lelah? Bukankah ia ingin bebas?

Dari vidio pendek tersebut, benaknya tergulung sendiri, menyimpulkan suatu jawaban atas rincian pikirannya. Satu, yang jelas si gadis memang memiliki banyak masalah dengan bibinya. Dan benang dalam kepala Jeonghan kali ini kembali menjulurkan sebuah jawaban bahwa tidak seharusnya gadis itu berada disana. Kembali, bukankah ia membenci keadaannya sendiri?

Tapi mengapa ia tidak meminta pertolongan?

"Apa kau memikirkan apa yang aku pikirkan?" Suara tersebut berhasil membuat fokus Jeonghan pada uluran benang dalam benaknya buyar dalam sedetik. Langkah kaki ringan dari si pemuda terhenti lalu dilanjutkan dengan menjatuhkan tubuhnya di sebelah Jeonghan. Tangan si pemuda bergerak meraba kamera lawas kepunyaannya, sembari menyodorkan segelas soda yang sudah terbuka untuk Jeonghan.

Tanpa basa-basi yang ditawarkan sigap menerima soda dari lawan bicara kemudian meneguknya sekali-dua kali. "Tentang Naeul? Maksudku gadis yang ada di vidiomu itu." Jawabnya.

"Ya, sepertinya kita memiliki personel baru dengan pemikiran sama." Sedari tadi, jemari Jihoon tak hentinya berkerja. Kali ini lengannya sibuk menuangkan ini dan itu masuk ke dalam sebuah gelas kopi. "Tidakah kau merasa gadismu itu membutuhkan sesuatu?"

Sejenak pemuda yang ditanya terdiam. Layak tengah menelisik, apa yang kudu dijawabnya setelah ini. Ya padahal hanya pertanyaan yang bahkan sudah dipikirkannya sejak beberapa menit silam. "Kau pikir vidio dua puluh detik saja dapat mengungkapkan hidupnya?" Astaga, benak dan bibirnya berkata lain. Yang satu khawatir dan yang satu berusaha tak merasa apa yang dirasa si benak.

"Tidakah kau merasa khawatir jika gadis yang kau puja-puja berada di lingkungan aneh begitu?" Mata Jihoon sedikit membelalak, berusaha meyakinkan pemuda di sebelahnya dengan pemikirannya.

"Aku rasa ia bersikap biasa saja, Jihoon-a. Berhenti minum banyak kafein." Tanpa banyak bicara, Jihoon lantas melangkah pergi begitu saja tanpa menggubris kalimat terakhir lawan bicara. 'Berhenti minum banyak kafein' katanya, ah bukankah seharusnya normal jika memiliki khawatir lebih pada sesuatu yang janggal begitu?

Ya maksudnya, jelas-jelas Jeonghan dan Jihoon memiliki presepsi sama dengan 'anehnya' gereja ujung desa itu. Ya sejujurnya terserah-terserah saja apa yang mau si gereja lakukan. Hanya khawatir, mengapa ada gadis belia yang bahkan tak mengenyam pendidikan sesuai umurnya karenanya? Bahkan si gadis terlihat tidak nyaman dengan kedatangan penatua-penatua disana. Jelas ia membenci segala yang dimilikinya saat ini, pikir Jihoon.

Sedangkan yang satu lagi bukannya tidak memiliki khawatir pada gadis pujaannya. Hanya saja belum begitu yakin, mungkin? Ya, pemuda kota dengan masalah pribadi menumpuk pasti sudah letih buat mengurus kehidupan orang lain. Kali ini hanya dengan sebuah vidio berdurasi singkat.. haruskah ia menolong Naeul? Iya kan? Ia memelurkan pertolongan.

Ya hal yang paling mudah tinggal datang ke lokasi esok atau besok lusa, lalu berusaha mengorek kehidupan si gadis. Apakah begitu caranya?

꒦꒷꒦꒦꒷꒦꒷꒷꒦







Thank you,
Sya.

find way home | svt vuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang