Kelulusan

15 3 0
                                    

Aku lega bapak sudah sembuh dan dokter sudah mengizinkan untuk pulang, Emak rela menjual sepetak sawah bapak untuk biaya berobat, bagi Emak harta itu bisa di cari, yang terpenting kesehatan bapak, Emak akan melakukan apapun asalkan bapak bisa sehat kembali.

Aku juga sudah lega semua ujian sekolah telah usai, dan sekarang tinggal berdoa dan memasrahkan semua kepada Allah. Aku berharap aku bisa mendapat nilai yang memuaskan.

Bulan Juni telah tiba, di mana ada satu hari yang menegangkan di antara 30 hari di bulan itu. Apakah itu? Yap pengumuman hasil ujian. Apakah kami lulus ataukah akan tinggal di kelas 9 lagi. Itulah sekolah kami yang sangat mengutamakan nilai sebagai aset untuk menentukan kelulusan, minimal harus mendapat nilai 50 dan di bawah itu sudah tidak termasuk kategori lulus.

Besok adalah hari ketegangan itu, aku tidak bisa tidur, aku memikirkan apakah aku bisa lulus dengan nilai terbaik, ataukah sebaliknya aku tetap tinggal di kelas 9?

Aku berharap aku bisa mendapat nilai terbaik, aku ingin membuat bapak dan Emak tersenyum bangga.

Aku berlari terburu-buru menuju papan pengumuman, sampai tidak  sengaja aku bertabrakan dengan Rico sehingga buku yang di bawanya jatuh berserakan di lantai.

"Eh maaf-maaf aku nggak sengaja" ucapku

"Iya, nggak apa-apa kok"

Aku membantu Rico mengambil buku-bukunya yang berserakan di lantai.

Tak sengaja aku saling melempar pandang dengan Rico, menatap matanya, wajahnya masih sama, gerak -geriknya, bahkan senyumnya, aku masih memendam rasa. Apakah rasa itu akan selalu hadir seperti ini? Padahal aku sudah berusaha membuang rasa itu jauh-jauh, aku tidak mau rasa itu menjadi penghalang untuk sebuah persahabatan.

Lamunanku segera ku hentikan.

"Eh Ric, kamu udah liat pengumuman kelulusan?"

"Udah, tadi aku dari perpustakaan terus mampir ke papan pengumuman"

"Oh ya? Bagaimana hasilnya?"

"Aku mendapat peringkat terbaik ke 3 ya"

"Iyakah? Wahh hebat kamu"

"Hehe, hebat apanya yang aku pengen itu menjadi terbaik nomor satu"

"Udah nggak apa-apa syukuri aja, kamu masih di beri kesempatan untuk masuk tiga besar"

"Hehe iya sih"

"Ya udah aku lanjut dulu mau ke papan pengumuman" tanpa menunggu jawaban dari Rico aku  langsung berlari lagi menuju papan pengumuman.

Tak bisa di pungkiri ternyata sulit sekali membuang rasa itu, aku sudah mencoba berkali-kali, tapi rasa itu masih tetap ada, apa yang harus aku lakukan? Aku tidak mau menghindar dari perasaan ini karena jujur aku mengaguminya sejak awal bertemu. Dan aku lebih tidak mau lagi kalo persahabatanku dengan Lisa hancur hanya gara-gara soal perasaan.

Aku berdesakan dengan anak-anak lain untuk melihat nilai di papan pengumuman, aku langsung menuju ke namaku, di sana tertulis aku mendapat peringkat ke dua terbaik dengan rata-rata nilai 92,4. Aku sangat bersyukur walaupun aku tidak menjadi terbaik pertama setidaknya aku masih di beri kesempatan menjadi terbaik ke dua, aku sudah tidak sabar memberi tahu Emak dan bapak.




REALITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang