Ekspektasi yang Gagal

10 3 0
                                    

Aku baru saja cap tiga jari dan menerima ijazah kelulusan SMP.

Tiga tahun berjalan begitu cepatnya, tak terasa putih biruku telah usai dan akan segera berganti putih abu-abu, masih teringat masa-masa SMPku bersama teman-teman, saling usil, bergurau, kena hukuman dari guru gara-gara telat, itu semua indah untuk di kenang.

Lisa, teman akrabku akan melanjutkan ke pesantren yang ada di Madura, dia tidak bisa menolak perintah bapak ibunya, padahal kami sudah merencanakan dari jauh-jauh hari sebelum kami lulus, kami akan menjalani masa putih abu-abu di sekolah yang sama, bersama-sama seterusnya, tapi realita berkata lain. Apa boleh buat kami tidak bisa menyalahinya.

Emak dan bapak sudah setuju kalo aku melanjutkan di sekolah impianku yaitu SMA Favorit, tinggal mempersiapkan berkas-berkas yang di butuhkan untuk daftar di sana.

Pagi ini pagi yang cerah, aku bersemangat menyiapkan berkas-berkas yang di butuhkan untuk daftar sekolah besok.

"Nduk, sini nak Emak dan bapak mau ngomong" tiba-tiba Emak memanggilku yang sedang menyiapkan berkas di kamar.

"Iya Mak tunggu bentar" aku langsung beranjak menghampiri Emak dan bapak yang duduk di ruang tamu.

"Emak dan bapak mau ngomong apa?" Ucapku memulai pembicaraan

"Kemaren Emak dapat telfon dari pamanmu yang ada di Jawa, ia menganjurkan sebaiknya kamu melanjutkan di pesantren dekat rumah pamanmu, karena pamanmu juga mengajar di sana" ucap Emak yang mengagetkanku.

Kata pesantren tidak pernah ada di benakku sama sekali, bahkan melanjutkan di pesantren itu sudah di luar keinginanku, yang aku idam-idamkan dari dulu adalah melanjutkan sekolah di SMA Favorit, banyak teman di sana, namanya saja SMA Favorit pasti terjamin kualitasnya, tenaga pelajarnya pun sudah profesional.

"Tapi Mak, aku tidak ingin masuk pesantren, yang aku inginkan dari dulu adalah melanjutkan sekolah di SMA Favorit"

"Tapi Nak, di pesantren justru lebih baik kualitasnya, di pesantren anak akan di bina akhlaknya, mengaji, belajar ilmu agama, dan tawadhu' pada Kyai sudah menjadi rutinitas di sana" Ucap bapak menambahi

"Tapi kan pak, percuma saja kalo aku masuk pesantren tapi tidak sekolah formal, dari mana aku akan belajar ilmu-ilmu yang lain?"

"Siapa bilang tidak ada sekolah formalnya nduk, justru sekolah formalnya lebih baik dari SMA Favorit, di sana sekolahnya di sebut dengan Madrasah karena tidak hanya belajar tentang ilmu dunia saja, tapi juga belajar berbagai ilmu agama, dan siswi yang sudah lulus SMP seperti kamu ini akan masuk di Madrasah Aliyah yang tingkatannya setara dengan SMA" ucap Emak sambil mengelus rambutku.

"Betul apa yang di katakan Emakmu ini nak, bapak dan Emak ingin memiliki anak lulusan pesantren, paham ilmu agama, bisa mendalaminya, dan bisa menolong bapak dan Emak di akhirat kelak" ucap bapak mendukung kemauan Emak.

"Tapi pakk.." aku berusaha menolak kemauan orang tuaku.

"Sudah nduk, nurut saja apa yang di katakan bapak dan Emak, tidak ada orang tua yang menginginkan anaknya susah, maka dari itu pilihan orang tua adalah yang terbaik" ucap Emak.

Air mataku memenuhi pelupuk mata, tanpa menjawab apapun aku langsung pergi menuju kamar.

"Nak..nak.. loh kok malah pergi?" ucap Bapak dan aku tak menghiraukannya, aku tetap lari masuk ke kamar.

Aku sangat tidak menyangka mengapa Emak dan bapak bisa memiliki pemikiran seperti itu, aku tak bisa berbuat apa-apa, sebenarnya aku sangat ingin melanjutkan di SMA Favorit impianku, tapi di sisi lain aku tidak mau durhaka dan tidak nurut kepada orang tua.

Ya Tuhan.. mengapa aku selalu di hadapkan dengan dua perkara yang membuatku sulit, aku lemah, aku tak bisa berbuat apa-apa, bahkan menggapai keinginanku sendiri pun tak bisa, aku menyerah pada keadaan.



REALITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang