Ad Infinitum | 24

2K 416 22
                                    

Aku baru saja akan duduk di kursi kerja, bermaksud untuk memeriksa e-mail baru yang masuk selama jam istirahat makan siang dan melanjutkan to-do-list pekerjaan yang masih menunggu untuk diselesaikan, saat pintu ruanganku tiba-tiba terbuka lebar. Ketika aku menoleh, tampak Naya yang menerobos masuk dengan seutas senyum yang mencurigakan. 

Firasatku mengatakan, apapun yang akan disampaikan Naya, pasti tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. 

"Jadi... go public nih sekarang?" Tanpa berbasa-basi, Naya langsung bertanya sambil mengambil tempat di kursi rekan seruanganku yang kosong karena ditinggal cuti. 

"Go public apaan?" Aku setengah terkejut mendengar pertanyaannya yang tiba-tiba. Fokusku di layar komputer pun buyar seketika. 

"Pura-pura nggak tahu lagi," Naya kembali terbahak, "Nggak usah berlagak bego deh, El."

"Beneran nggak ngerti gue. Go public apa sih?"

"Bener nih nggak ngerti? Perlu gue omongin semua yang gue lihat barusan di lobi bawah?" Naya lalu menarik kursinya mendekat ke arah meja kerjaku sehingga kami duduk berhadapan. Senyum jahilnya masih bertengger dengan sempurna, "Jadi... barusan gue lihat ada anak kantor - potongannya sih mirip banget sama lo - lagi jalan kaki sambil gandengan tangan, berdua sama cowok. Begitu sampai di lobi gedung, si cewek ini diusap-usap rambutnya, sambil senyum malu-malu gitu. Abis itu, cewek ini nungguin cowoknya sampai pergi dan nggak kelihatan di belokan jalan. Romantis banget nggak sih? Gue jadi iri pengen punya pacar."

Naya lalu mengerling ke arahku, membuatku berdeham canggung. Gugup total karena dari apa yang dijabarkannya barusan, jelas-jelas aku baru saja tertangkap basah oleh Naya yang melihat interaksiku dengan Rama selepas makan siang tadi.

"Lo... lihat?" Tanyaku pelan. 

Naya menjawabnya dengan tawa yang lebih keras dari sebelumnya, "Semua orang yang lewat di lobi gedung juga kayaknya lihat deh, El. Untung lagi nggak ada Mas Naren, bisa-bisa dia cemburu berat kalau lihat lo sama Rama mesra-mesraan kayak tadi."

"Ye! Mas Naren kan jatah lo." Aku berusaha bercanda sembari mengalihkan topik pembicaraan, yang  gagal karena ternyata tidak mudah mengelabui Naya. 

"Nggak usah bahas gue sama Mas Naren deh. Kita kan lagi ngomongin lo dan Rama," Selanya. Ia pun kemudian beringsut lebih dekat dengan tatapan mata dan ekspresi wajah persis ibu-ibu komplek yang haus gosip, "Jadi... sejak kapan mulai pacarannya?"

"Lho? Beneran ada yang bisa dibahas tentang lo dan Mas Naren? Gue padahal cuma bercanda." Ledekku, masih berusaha agar tidak terjebak pancingan Naya.

"Jawab dulu pertanyaan gue," Balas Naya tidak kalah gigih, "Sejak kapan pacaran sama Rama?"

Menyerah karena upaya pengalihan isuku tidak berhasil, aku pun menjawab malas, "Nggak pacaran, Nay."

Naya lalu mencibir mendengar pengakuanku, "Dari kapan tahu ngakunya nggak pacaran melulu. Tapi selalu kepergok jalan berduaan. Kali ini bahkan pakai pelengkap public display of affection segala. Kalau beneran pacaran juga nggak apa-apa kali, El. Nggak dosa."

"Beneran, gue nggak pacaran," Jawabku, akhirnya pasrah karena tidak kunjung bisa fokus membaca e-mail di layar komputer. Melihat Naya yang sedang memerhatikanku dengan lekat, aku pun menghela napas panjang, "Ribetlah pokoknya."

"Pasti lo deh yang bikin ribet." Tebak Naya tepat sasaran. Aku mulai curiga jangan-jangan sebenarnya Naya punya bakat jadi cenayang. 

"Nuduh." Aku berusaha menghindar. 

"Tapi bener kan tebakan gue?"

"Well... yes and no..."

"Tuh... jawaban lo barusan aja sudah menunjukkan seberapa ribet pikiran lo," Ujar Naya sambil memutar kedua bola matanya, "Spill."

Ad Infinitum (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang