Ad Infinitum | 17

1.8K 446 25
                                    

Author's Note:
Kalau ada yang sebel sama aku karena updatenya kelamaan, aku pasrah deh hahahaha

Nggak tahu mau bilang apa lagi selain minta maaf. Semoga masih pada penasaran dan tetap nungguin kelanjutan ceritanya Rama dan Elora ya!

Meanwhile, enjoy this chapter. Hope you like it :)

xoxo,
Sarah


***


"Okay, let's take a few steps back," Ujar Naya sambil mengangkat sebelah tangannya, "Jadi si Rama-Rama ini bilang dia mau deketin lo, tapi di saat yang sama lo beberapa kali memergoki dia bilang 'sayang' di telepon ke orang lain?"

Aku mengangguk sambil menyesap teh hijau hangat dari cangkir di hadapanku. Di hadapanku, persis di seberang meja, Naya duduk dan menatapku dengan dahi berkerut dan mata yang memicing. Ia tampak seperti seorang polisi yang sedang sibuk menyidik dan mewawancarai korban tindak kriminal.

"Terus, terakhir kali lo ketemu dia adalah seminggu lalu, dan sampai sekarang dia menghilang? Nggak menghubungi lo sama sekali?"

Aku mengangguk lagi, kali ini lengkap dengan senyum nelangsa yang akhirnya membuat Naya semakin murka. Cangkir tehku sudah ku letakkan kembali. 

"Ngeselin banget!" Ujarnya sambil menyentak keras sumpitnya ke atas meja, membuat beberapa pasang mata menoleh ke arah meja kami dengan tatapan penasaran. 

"Sstt...!" Aku melotot, sambil melekatkan telunjuk ke bibir, "Malu, jangan teriak-teriak."

"Emosi gue!" Naya membalas dengan volume suara yang lebih pelan, namun ia tetap tidak kehilangan gejolak amarahnya, "Maunya apa sih itu orang?!"

Mendengar pertanyaan Naya, aku pun mengangkat bahu, "Lo aja bingung, apalagi gue?"

Naya lalu kembali menatapku sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Omelannya berlanjut, "Bener kan gue bilang? Emang ternyata buaya ya itu orang. Udahlah, cuekin aja. Nggak jelas banget! Benar-benar minta digantung."

Mendengar umpatan Naya yang semakin berapi-api, aku hanya bisa tersenyum kecut dan menertawakan diriku sendiri dalam hati, juga menertawakan bagaimana waktu bisa dengan begitu tepat sasarannya mempermainkan hatiku. Ketika aku tengah bersiap untuk kembali membuka hati untuk Rama, malah laki-laki itu yang menghilang tanpa jejak dan kabar. 

Menghilangnya Rama seolah membuktikan semua keraguanku selama ini. Bahwa dia memang tidak sebaik penampilannya dan tidak bisa dipercaya. 

He really is the devil dressed up as saint. A very good-looking saint, that is, with his Zegna suit and Omega watch. Sementara aku adalah si bodoh yang tidak juga belajar dari pengalaman. Mungkin benar kata Naya, harusnya memang aku sudahi saja hubungan tanpa ini sebelum efek kerusakannya semakin parah. 

"Lo udah selesai makan? Balik ke kantor, yuk?" Ujarku tiba-tiba. Kehilangan selera makan karena membicarakan Rama, rasanya lebih baik aku kembali menenggelamkan diri di dalam tumpukan pekerjaan dibanding harus menghabiskan waktu dan tenaga memikirkan orang yang kabar dan keberadaannya saja aku tidak tahu di mana. 

"Lo udah?" Naya bertanya balik sambil melirik mangkuk udonku yang masih setengah penuh, "Nggak mau dihabisin dulu?"

Aku menggeleng singkat, "Kenyang."

"Oke." Balas Naya tanpa basa-basi lebih lanjut. Ia pun lalu menyesap kembali teh hijau dinginnya, membersihkan mulutnya dengan sehelai tisu, dan bangkit menyusulku yang sudah lebih dulu berdiri. 

Ad Infinitum (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang