Background song:
Baek Yerin - Popo (How Deep is Your Love?)
*
Pre-reading note:
No edit. Read with caution.
"Kamu bilang apa barusan?" Rama bertanya sambil mengerjapkan kedua matanya yang memandang lurus ke arahku, "Aku nggak salah dengar, kan?"
Aku menggeleng, "Bener kok yang kamu dengar."
"Boleh diulang nggak?"
Kali ini giliranku yang terkejut. Sudah dua kali aku mengulang pernyataan yang sama, keberanianku sudah aku kerahkan hingga tetes terakhir. Sekarang dia memintaku mengutarakan perasaanku untuk ketiga kalinya?
Pipiku sontak memerah, tidak sanggup kalau harus melakukannya lagi.
"Nggak mau, ah." Aku menoleh ke samping, ke arah bagian dalam restoran yang makin malam makin ramai.
"Please...."
Seketika aku merasakan kehangatan menyelimuti jemariku yang terasa dingin karena tiupan pendingin ruangan. Saat aku menoleh, ternyata tangan Rama sudah bertaut di sana. Penuh kehangatan. Penuh pertanyaan. Penuh harapan.
Pelan aku mengarahkan kembali pandanganku kepadanya, menemukan kedua matanya yang ternyata belum ia lepaskan dariku. Masih dengan pipi yang bersemu kemerahan, aku kembali berbisik, "I want you too."
Senyumnya mengembang dengan begitu cepat, didahului oleh binar matanya yang sudah muncul bahkan sebelum kedua sudut bibirnya terangkat. Jari jemarinya yang tadinya hanya bertaut di tanganku kini menggenggam erat dan dengan segera, hangat itu menjalar jauh sampai ke hati.
"Argh!" Rama berseru dengan raut wajah kegirangan. Saking kerasnya, aku bahkan sampai harus menyuruhnya memelankan suara karena para pengunjung restoran lain mulai memusatkan perhatian mereka kepada kami.
"Nggak usah teriak-teriak dong," Desisku tanpa bisa menahan senyum, "Malu dilihatin orang."
Namun seperti tidak peduli akan apa yang terjadi di sekitarnya, Rama malah tertawa, "Biarin aja. I don't care about them. I care about us. About you."
Seperti ada balon yang mengembang semakin besar di dalam hatiku. Begitu besar hingga aku terasa seperti akan terbang, mengawang di angkasa, dengan senyum paling lebar yang pernah ada.
"Happy?" Aku bertanya pada Rama, ingin mengafirmasi kebahagiannya.
"Happy?" Rama balik bertanya dengan nada tidak percaya, "More than happy, I'm elated! Kamu nggak tahu seberapa senangnya aku sekarang, El. Tapi lebih daripada itu semua, aku lega. Lega banget."
"Lega?"
Rama mengangguk cepat, "Lega karena akhirnya semuanya clear. Aku jadi nggak perlu kayak main kucing-kucingan sama perasaanku sendiri dan kebingungan gimana harus menunjukkannya ke kamu."
"Maaf ya," Aku membelai lembut punggung tangan Rama dengan ibu jariku, "Karena selama ini nggak jelas dan bikin kamu kebingungan."
Laki-laki di hadapanku itu menjawabnya dengan sebuah senyum hangat, "Nggak apa-apa. Everything is worth it. This is worth it."
Rama mengambil jeda sesaat, lalu menatap lurus ke arahku dan mempererat genggaman tangannya, "You are worth it, Elora."
*
KAMU SEDANG MEMBACA
Ad Infinitum (Hiatus)
ChickLitSetelah tiga tahun bertahan dalam sebuah pernikahan yang hanya membuatnya tertekan lahir batin, akhirnya satu tahun lalu, Elora resmi bercerai dari Dirga. Perlahan, Elora berusaha untuk menyusun lagi potongan-potongan hidupnya yang dulu ia abaikan s...