Aku terbangun dengan napas terengah-engah dan tubuh yang basah karena keringat. Padahal aku yakin betul bahwa AC di kamar ini sudah aku nyalakan. Dengan cepat aku menoleh ke arah samping, memastikan bahwa tidak ada siapa-siapa yang mengokupasi ruang kosong di tempat tidurku. Setelah yakin bahwa aku sendirian, barulah aku bisa menghela napas lega dan mulai menenangkan diri.
Untung cuma mimpi.
Aku ingin memejamkan mata, namun takut saat melakukannya, bayangan tentang apa yang terjadi di dalam mimpiku barusan akan kembali. Semuanya terasa begitu nyata. Senyata itu, sampai aku hampir bisa kembali menghirup aroma tubuhnya yang khas, campuran wangi parfum maskulin favoritnya dan bau keringat tubuhnya, juga merasakan aura dingin dari sorot matanya yang selalu berhasil membuat tulang belakangku seperti kehilangan fungsinya.
Begitulah Dirga. Dia tidak perlu berkata terlalu banyak untuk bisa membuatku merasa kecil dan tidak berharga . Sebegitu traumatisnya hidupku bersama laku-laki itu, hingga di dalam mimpi pun efek kehadirannya masih sama mencekamnya.
Entah apa yang membuatku tiba-tiba jadi memimpikannya. Namun di dalam mimpiku, Dirga terlihat begitu marah. Ekspresinya kelam, dan tatapannya tajam. Hanya sepenggal kalimat yang ia ucapkan padaku di mimpi itu. Kalimat yang sama seperti yang dulu selalu ia sampaikan setiap kali Dirga merasa bahwa aku sedang membangkang, "You're mine, Elora. Do as I say."
Dulu, Dirga mengucapkannya sebagai perintah dan ancaman. Dan malam ini, hal itu juga yang aku rasakan. Terancam, tertekan, terpojokkan, tanpa punya kekuatan untuk melawan. Aku benci sekali merasa seperti ini, tidak berdaya dan penuh ketakutan padahal semua itu hanya mimpi. Orang bilang, mimpi adalah bunga tidur. Namun kalau yang aku lihat adalah wajah mantan suamiku yang penuh intimidasi, aku tidak yakin predikat 'bunga tidur' pantas untuk diberikan kepada mimpi.
Tidak bisa kembali tidur, akhirnya aku hanya terbaring di atas tempat tidur sambil menatap kosong ke arah langit-langit kamar. Berusaha memikirkan hal-hal yang membuatku tenang dan bahagia, agar tidak lagi teringat akan mimpi burukku dan Dirga. Namun ternyata gagal. Aku malah jadi membayangkan kehidupan kelamku saat masih jadi berstatus tahanan rumahnya Dirga.
Teh. Aku butuh secangkir teh hangat dicampur dengan sedikit madu.
Kalau masih gagal juga, mungkin aku perlu meminta bantuan Sheldon, Leonard, Howard, dan Raj[1] untuk menjadi distraksi dari pikiran-pikiran gelap yang membuatku jadi semakin susah tidur. Memang hanya empat ilmuwan kocak itu yang bisa menghiburku dan membuatku tertawa.
*
Setelah resmi bercerai dan rajin konseling, salah satu hal yang paling disarankan oleh psikologku adalah rutin berolahraga. Padahal sebelumnya aku adalah si pemalas yang paling tidak suka berkeringat. Menurut psikologku, berolahraga secara rutin bisa membantu menurunkan kadar stress dan memperbaiki mood, terutama bagi orang-orang yang pernah mengalami situasi traumatis seperti aku.
Ketika kita sedang berada di titik terendah dan berharap ada keajaiban, apapun akan kita lakukan agar bisa kembali merasa normal, atau paling tidak mendekati normal. Setidaknya, itulah yang aku rasakan. Makanya, setelah mimpi burukku semalam, hal pertama yang aku lakukan begitu membuka mata adalah mencuci muka, sikat gigi, lalu membereskan isi tas olahraga dan segera kabur ke gym tanpa mandi.
I desperately need that boost of endorphins, dopamine, and serotonins. What's the best way to have it other than sweating it out at the gym?
Aku sedang berlari di atas alat treadmill ketika sebuah suara yang familiar terdengar menyapaku.
"Udah nggak sesak napas lagi?"Ujarnya.
Dengan terkejut, aku pun menoleh dan menemukan Rama di sana, tampak jauh lebih rileks dan segar dibanding ketika kami bertemu terakhir kali di Bunga Rampai tempo hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ad Infinitum (Hiatus)
Chick-LitSetelah tiga tahun bertahan dalam sebuah pernikahan yang hanya membuatnya tertekan lahir batin, akhirnya satu tahun lalu, Elora resmi bercerai dari Dirga. Perlahan, Elora berusaha untuk menyusun lagi potongan-potongan hidupnya yang dulu ia abaikan s...