Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
♡ liked by karinakucing, ddiddiyeon and 21 others not everything has changed
kimkoala has turned off comments for this post
Minggu ini adalah minggu yang melelahkan bagi Junkyu.
Demi masa depan orang yang tidak dia kenal dan rasa segannya pada anak kecil yang dia anggap pacar, Junkyu harus berhadapan dengan masa lalunya.
Bukan sekedar mantan. Orang yang Junkyu temui di Kota Singa itu menorehkan luka yang cukup dalam baginya.
"Halo..." Sapa Junkyu parau saat membuka pintu mewah yang bahkan tidak Junkyu ketahui apa bahannya.
Pemuda yang berdiri membelakanginya itu menoleh, wajahnya tidak berubah sama sekali, "Junkyu..."
"Jihoon, hai..." Sapa Junkyu lagi
"Mau apa kesini?" Tanya pemuda bernama Jihoon itu
"Mau tanya kabar..."
"Saya baik-baik saja, kamu bisa lihat sendiri. Lalu, mau apa lagi?"
"Jihoon, gue cuman mau--"
"Jihoon kamu yang dulu sudah mati, Junkyu."
Junkyu menghela napasnya, "Mungkin. Tapi Jihoon yang dulu dan yang sekarang masih sama-sama suka es krim rasa pasta gigi." Ucap Junkyu mencoba memperbaiki suasana, "Rumah lo tetap bau es krim hijau menjijikkan itu." Ucap Junkyu
"Well, sudah berapa kali saya bilang kalau mereka enak?"
"Ratusan kali, dan gue tetap nggak peduli."
Jihoon berjalan menuju pantry-nya yang mewah, membuka lemari pendingin dan menggambil cup es krim disana. Memasukkan satu sendok penuh es keim secara paksa ke mulut Junkyu tanpa izin empunya mulut.
"Hukuman buat kamu." Ucap Jihoon sambil menatap Junkyu datar.
Begitu saja, air mata Junkyu turun, Junkyu tertawa sambil menangis, "Kangen sama hukuman lo..."
Jihoon diam saja, tetap menatap Junkyu tidak peduli, "Oke, sekarang kamu mau apa?" Tanya Jihoon lagi
"Kenapa tanya kayak gitu?" Tanya Junkyu mengerucutkan bibirnya, biasanya Jihoon akan luluh ketika dia begitu.
Tapi tidak kali ini, Jihoon masih menatapnya tidak peduli, "Kamu selalu datang pada saya kalau ada maunya."
"Lo masih ingat penggalan jelek itu dari gue?"
"Hanya itu satu-satunya yang saya ingat dari kamu."
Junkyu menghembuskan napas lagi, "Gue mau minta beasiswa."
"Untuk?"
"Kenalan gue."
"Adikmu? Karina?"
Junkyu tertawa sambil menggeleng, "Bukan, dan terimakasih karena menyebutkan nama Karina, ini bukti lo inget bukan yang jelek-jeleknya aja dari gue."
Jihoon tidak mengindahkan perkataan Junkyu, mengambil sesuatu dari laci meja ruang tamunya, "Beasiswa apa?"
"Kuliah."
"Namanya siapa?" Tanya Jihoon sambil mengambil bolpoin.
"Han Jihan."
Jihoon kemudian memberikan satu amplop yang cukup tebal kepada Junkyu, "Saya harap ini cukup."
Junkyu tidak langsung mengambil amplop itu, membiarkan benda berharga itu tergantung di tangan Jihoon, "Belum."
"Apa lagi?" Tanya Jihoon
Junkyu menggenggam tangan Jihoon, "Mau pergi ke suatu tempat?" Tanyanya dengan wajah secerah mungkin, hanya untuk ditatap dengan tatapan dingin oleh lawan bicaranya.
"Tidak." Jawab Jihoon sambil menggeleng
"Lo beneran gak kangen sama gue?"
"Tanya itu dengan Jihoon yang dulu kamu tinggalkan di jurang, Junkyu."
"Kan terpaksa, Hoon..."
"Terpaksa? Setelah semua yang saya lakukan untuk kamu? Kamu terpaksa ninggalin saya?" Tanya Jihoon bertubi-tubi, ketara sekali dia menahan amarahnya, nada bicaranya dibuat setenang mungkin.
"La-lagian, yang gue selamatin kan bokap lo...."
"Dan kamu tau betul saya benci orang itu." Ucap Jihoon, "Bawa ini dan cepat pergi." Usirnya.
"Jihoon..."
"Pintunya ada disana, Junkyu."
Namanya juga Junkyu, tidak mau menyerah sampai dapat apa yang dia inginkan. Bukannya pergi meninggalkan apartemen Jihoon, dia malah berlari ke tempat dimana sebuah piano berdiri megah, lalu duduk dan memainkan alat musik dengan tuts hitam putih itu.
Junkyu tau alat musik itu memiliki sejuta kenangan yang tidak mungkin Jihoon lupakan.
Dan terbukti saat Jihoon membalikkan badannya, membelakangi Junkyu, pasti Jihoon sedang menangis.
"Gue gak pintar Bahasa Inggris, tapi, do you get deja vu?" Tanya Junkyu
Junkyu benar, setidaknya ada satu yang tidak pernah bisa Jihoon rubah, sekuat apapun tekadnya menjauhi dan melupakan segala hal tentang Junkyu.
Jihoon selalu ingin punya jari yang lentik dan handal bermain piano seperti Junkyu, namun jarinya sudah letih karena harus bermain biola dan seruling, juga gitar dan cello.
Jihoon akhirnya harus rela hanya bisa melihat Junkyu yang pandai bermain piano duduk dengan anggun di depan alat musik besar itu dan memainkan beberapa lagu untuknya.
Dan Jihoon benci kenapa Junkyu harus memainkan lagu itu. Junkyu tau betul apa yang bisa membuat Jihoon luluh.