Ganteng doang otaknya enggak dipake gak guna tau

104 13 0
                                    


***

Karna keadaan yang tak memungkin  kan aku untuk menolak jadi aku hanya diam saja, saat Lia memeriksa punggungku.

"Hey ... kalau mau berbuat mesum jangan disini," teriak ibuk-ibuk yang melihat kami.

Kami menoleh ke arah ibuk-ibuk itu, wajar saja mereka berpikiran seperti itu toh sweter Lia sudah acak-acakan dan ditambah aku yang telanjang dada.

"Buk jangan salah paham dulu, dari pada ibuk-ibuk suudzon sini bantuin Saya." teriak Lia sambil memperlihat kan punggungku.

Ibuk-ibuk itu mulai berjalan kearah kami.

"Aduh maaf mbak tadi udah suudzon,"

"Astaga ini lumayan parah lo mbak."

"Ayoo ... kita bantu dulu."

Ya begitula kata ibuk-ibuk yang tadi telah suudzon dengan kami. Lia hanya diam tidak lagi bicara setelah itu Lia dan ibuk-ibuk
membantuku untuk naik ke atas.

Sesampainya di atas Lia menyuruhku untuk duduk diam dibawah pohon.

"Terimakasih karena telah menolong kami," ucap Lia.

"Iya mbak sama-sama,"

"Lain kali hati-hati ya mbak"

"Kalau pacaran itu jangan kelewatan ya dek,"

Begitula kata Ibuk-ibuk itu dan saat ada yang bilang kalau pacaran jangan kelewatan kami langsung saling pandang.

"Buk!" panggil kami kompak.

"Iya-iya Ibuk paham," ucap ibuk yang tadi memangil kami dengan sebutan Adek.

Lalu mereka pergi tanpa mendengar kan penjelasan kami. Lia menoleh lagi ke arahku.

"Aiss ... sudah la mana kunci motornya biar Lia yang bawak" ucap Lia.

"Emang bisa? itu motor kompling lo!" kataku memperingatkan.

"Udah tau," jawab Lia cuek.

Aku melempar kan kunci motor itu. setelah mendapat kan kunci motor itu, Lia pergi mengambil motor yang ada di ujung tempatku duduk sekarang.

Dari sini sangat jelas terlihat gerak gerik Lia. aku hanya memperhati kan dari sini.

Sekali dihidup kan motornya mati, biarla kan tadi dia yang kekeh mau mengendarainya.

Dan yang kedua kalinya dia berasil. haha memang calon istri yang sempurna.

Setelah sampai aku berdiri dan berniat untuk mengambil alih motornya.

"Sini biar Saya saja!" ucapku.

"Enggak ... Om itu sakit jadi sekarang Lia yang bawak" ucapnya.

"Lia Saya ini cuma terluka dipunggung bukan seluruh badan."

"Pokonya enggak, Ayoo naik."

Aku terdiam karna memang cuma punggung bukan seluruh badan, tidak ada niatan untuk naik.

Lia turun dari motor dan menghampiriku "Oke Om yang bawak" ucapnya mengalah, masih dengan raut yang hawatir.

Aku berdiri lalu menaiki motor, terus menghidup kannya.

" Ayoo naik!" ucapku Lia hanya menurut tanpa bicara apa-apa.

"Om yakin bisa, Lia aja ya!" ucapnya saat sudah menaiki motor.

"Lia percaya gak sama saya? kalau percaya Lia ikutin apa kata saya!" ucapku dan dibalas anggukan olehnya.

Saat di perjalanan pulang punggungku merasakan sakit dan perih. tapi lebih sakit dari yang tadi mungkin karna luka kemarin terbuka juga.

"Om ... yang malam itu terluka kan?" tanya Lia dan aku hanya diam tidak bisa menjawab pertanyaannya.

"Kenapa Om ninggalin Lia sendirian disana?"

"Kenapa Om gak banggunin Lia? Om tau Lia hawatir karna enggak liat Om!"

Kenpa Om gak bangunin Lia kalau mau pergi?" tanya Lia bertibi-tubi.

Aku hanya terkekeh mendengar setiap pertanyaannya. "Bagaimana kau tau kalau yang malam itu adalah saya?" tanya ku penasaran.

"Dasar jailangkung otak itu dipake, kan Lia yang bantu bersihin luka Om, dan tadi itu Lia udah cek itu bukan luka yang baru aja ... tapi luka lama yang terbuka lagi makanya darahnya sebanyak itu" jelasnya panjang lebar.

"Ganteng doang otak gak dipake gak guna tau" lanjutnya.

Deg!

Serius kena mental cuy, aku terdiam mendengar ucapanya. Lia melanjut kan ocehannya dan aku tidak berniat untuk berbicara, toh aku memang salah jadi ya sudah dengar kan saja.

Setelah mengoceh panjang lebar Lia memegang pundaku pelan"Masih sakit gak?" tanya Lia.

"Enggak, entar diobatin juga sembuh"

"Om kalau mau pergi bisa gak bilang-bilng gitu jangan ke jailangkung dong kan ngeri." ucapnya.

Aku melirik wajahnya dari spion motor "Sepertinya ada yang gak beres ni" batinku.

"Kau nangis ya?" tanyaku karna punggungku seperti kena air perih.

"Enggak." jawabnya menunduk.

Gadis Desa dan Om TentaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang