Mengenai jantung

77 10 1
                                    

"Enggak" ucap Lia menunduk.

"Oke ... Lia gak nangis berarti hujan kalik ya, soalnya punggung saya perih tu"

"Maaf," kata Lia masih tetap menunduk.

"Untuk?"

Lia hanya diam saja tidak berbicara atau mengoceh lagi, karna tidak ada suara lagi aku memberhentikan motor untuk mengecek keadaan Lia.

"Lia ... Lia!" sudah berulang-ulang kali aku memanggil namanya namun Lia masih menunduk, aku berusaha untuk bisa melihat mukanya itu. Lia terlihat tidak baik-baik saja.

Muka Lia pucat matanya sebam seperti telah lama menangis namun aku tak mendengar suara tangisannya "Apa Gadis ini menangis dalam diam!" batinku.

"Lia gak nangis," ucapnya pelan dan seperti ketakutan namun matanya masih menutup.

"Apa yang sebenarnya terjadi, bukankah tadi Gadis ini baik-baik saja?" batinku.

Lia bersandar di bahuku karna hawatir terjadi sesuatu pada Lia aku meletakan tangannya dipingangku.
aku takut Gadis ini akan jatuh jika seperti ini terus.

Kuhidup kan, lalu melanjutkan perjalan dengan kecepatan sedang. tangan Lia kupegang erat agar tidak terjatuh nantinya.

Ayola aku tak akan membiarkan itu terjadi, di perjalanan Lia terus mengucapkan 'Lia gak nangis' dengan air mata yang mengalir.

Setelah beberapa menit kami sampai di halaman rumah Lia, aku buru-buru membawa Lia masuk kedalam rumah.

Tok, tok!

Sebelum itu aku harus mengtuk pintu kalau tidak bisa dibilang gak sopan, Cklek! pintu terbuka "Ini Lia kenapa?" tanya Ibu Lia hawatir.

Entahla aku benar-benar tak bisa menjawab.

"Ayoo ... masuk dulu, kamu bawa Lia masuk ke kamarnya saja itu kamarnya" ucap Ibu Lia sambil menunjuk kan kamar Lia.

Aku hanya menganguk lalu membawa Lia masuk ke dalam kamar, dengan perlahan kuletakan Lia ditempat tidurnya.

Kamarnya tidak terlalu mewah hanya ada hiasaan dinding yang terbuat dari kerajinan tangan, buku yang tersusun rapi di samping tempat tidur dan beberapa foto Lia beserta keluarga.

Setelah beberapa menit Pak Rinal dan Ibu Lia masuk ke kamar, muka Pak Rinal seperti hawatir dan menahan amarah.

"Sebenarnya apa yang terjadi pada kalian?" tanya Pak Rinal.

Ibu Lia mendekat ke tempat tidur Lia "Sudah la jangan ribut disini! lebih baik kalin bicaranya diluar saja!" ucap Ibu Lia pelan.

Kami pun menuruti ucapan Ibu Lia dan keluar dari kamar itu menuju ruang tamu, sampainya disana aku mulai menceritakan tentang apa yang kami alami.

Dari kami jatuh sampai kami ditolong ibuk-ibuk. "Tapi sebelumnya Lia tidak kenapa-napa Pak, dia seperti ini saat kami sudah jalan menuju pulang. diperjalanan Lia terus mengucapkan 'Lia gak nangis' seperti sedang ketakutan" jelasku panjang lebar.

Amarah Pak Rinal mulai memudar sepertinya dia sudah mulai tenang.

"Nak Arya lebih baik mengobati luka itu dulu!" ucap Pak Rinal.

Ais ... karna terlalu hawatir aku lupa jika punggungku terluka.

"Eh iya Pak, kalau gitu saya pulang dulu" ucapku ramah.

"Nak Arya sampai kapan disini?"

"Emm mungkin sebulan Pak sampai tugas-tugas saya selesai"

"Kalau begitu Nak Arya tinggal di sini saja, sambil merawat luka Nak Arya!"

"Terimakasih Pak tapi tidak ..."ucapanku terpotong

"Iya Nak Arya tinggal di sini saja, sekarang lebih baik Bapak bantu Nak Arya untuk mengobati lukanya di kamar sebelah!" ucap Ibu Lia memotong ucapanku.

"Iya sudah ... ayok Nak Arya ikut Bapak,"

"Baiklah," ucapku pasrah.

***
Aku mengikuti Bapak ke kamar sebelah, kamarnya rapi lumayan bagus seperti sangat dirawat.

"Na Nak Arya tidurnya disini," ucap Pak Rinal saat kami sudah di dalam kamar.

"Kamar siapa ini Pak?" tanyaku sedikit penasaran.

"Ini dulu kamar Lia, tapi karna Nabila tidak mau tidur sendiri dan tidak mau tidur di sini terpaksa Lia tidur dengan Nabila dikamar tadi" jelas Pak Rinal.

Aku hanya menganguk mendengar penjelasannya itu. "Bapak ambil obat merah sebentar kamu istirahat saja dulu!" ucap Pak Rinal lalu keluar dari kamar ini.

Ku lihat sekeliling bersih dan rapi, saat sedang memandangi tempat tidur mataku tak sengaja melihat album yang berada di bawah bantal.

Saat akan mengambilnya Pak Rinal masuk sambil membawa kemeja, dan kotak obat.

Pak Rinal membantuku untuk membersihkan luka, karna penasaran dengan sifat Pak Rinal yang seperti tidak terjadi sesuatu itu. aku mulai membranikan diri untuk bertanya.

"Pak apa yang sebenarnya terjadi pada Lia? dan Kenapa Lia seperti ketakutan begitu?" tanyaku penasaran.

Terdengar helaan nafas, "Mungkin Lia teringat kembali masa kecilnya" ucap Pak Rinal.

"Masa kecil?"

"Iya ... saat usia Lia 9 tahun Lia perna dicelakai oleh Aca dan pesaing bisnis Saya ... saat itu saya sedang dirumah sakit karna Ibu Lia akan melahirkan." ucap Pak Rinal. "Semua bermula dari sebuah pertengkaran" lanjutnya

Flashback

Terlihat Lia yang sedang tertawa bersama Putra di halaman belakang milik keluarga Lia, Putra adalah anak dari Irna sahabat Ibunya Lia.

Putra dua tahun lebih tua dari Lia dan memiliki saudari kandung yang seumuran dengan Lia, Aca adalah saudari kandung Putra sekaligus sahabat Lia.

Mereka selalu bermain bersama dan pada suatu hari Lia dan Aca bertengkar karna sebuah mainan, mainan itu pemberian Putra untuk Lia agar Lia tidak sedih karna ditinggal orang tuanya.

Namun hal itu memicu pertengkaran, saat mereka bermain di bukit yang berada didekat taman ... Aca mendorong Lia sampai-sampai Lia jatuh ketebing.

Untungnya tebing itu tidak terlalu tinggi sehingga Lia tidak terluka hanya kakinya yang terkilir, Putra yang melihat itu langsung berlari mencari jalan untuk turun menghampiri Lia.

Setelah sampai Putra langsung memeluk Lia, Lia menangis dalam pelukan Putra.

"Sudah jangan nangis, maafin Aca ya ... mungkin Aca gak sengaja" bujuk Putra masih memeluk Lia.

Lia hanya menganguk, lalu melepas pelukan mereka. setelah itu Putra menghapus air mata Lia.

"Apa ada yang sakit?"

"Hiks ... Kaki Lia sakit kak," rengek Lia.

Putra melihat kaki Lia yang terkilir memejitnya pelan lalu menggendong Lia untuk naik ke atas.

Aca yang melihat Lia menangis merasa bersalah atas perbuatannya tapi karna rasa cemburu Aca lebih memilih diam.

Saat sampai di atas Lia meminta untuk diturunkan karna merasa kasihan melihat Putra yang seperti kelelahan, "Sudah kak Lia gapapa ko," ucap Lia masih di gendongan Putra.

Putra menurunkan Lia dari gendongannya "Beneran gapapa?" tanya Putra dan dibalas anggukan oleh Lia.

Setelah mengecek keadaan Lia Putra berbalik dan berencana untuk menghampiri Aca yang menunduk mungkin karna merasa bersalah.

Mata Putra tidak sengaja melihat seseorang yang mencurigakan berpakayan serba hitam dan memegang pistol ditangannya pistol itu mengarah ke arah Lia.

Dor!

Peluru itu tepat mengenai jantung.

Hay semuanya Ada yang kangen Arya sama Lia gak ni 🙃

Ayoo tebak siapa yang kena peluru itu? A. Aulia B. Putra atau C. Aca

Silakan menjawab ☺ Author tunggu jawaban kalian ya 🖤






























Gadis Desa dan Om TentaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang