Dua bulan berlalu, segala macam jenis urusan skripsi telah selesai Doyoung lakukan. Yang perlu ia lakukan hanya menunggu hari wisudanya beberapa minggu lagi.
Karena memiliki banyak waktu, di sinilah mereka saat ini—Bandung.
Niat awalnya Doyoung mau mengajak Yedam ke luar negri seperti New York misalnya? Hanya saja pemuda Sanjaya itu menolak dan ingin datang ke Bandung, balik kampung.
"Kak cobain deh." Doyoung memberikan corndog kepada Yedam yang tengah asik bermain mesin capit boneka.
Merasa ada makanan yang menyentuh mulutnya, Yedam segera membuka mulut menerima suapan dari Doyoung. Siapa yang bakal nolak makanan sih?
Setelah percobaan yang ke tujuh kali, akhirnya Yedam mendapat boneka keinginannya. Ia bersorak heboh dan memamerkannya pada Doyoung.
"Aku dapat!"
Doyoung terkekeh, ia menepuk puncuk kepala sang kekasih. "Iya Kak Biru hebat bisa dapat bonekanya," ujarnya tersenyum, "apalagi sampai bisa dapetin hati Al."
Yedam memukul pelan lengan Doyoung, "Apa sih!" tukasnya, malu.
Doyoung tertawa kecil melihat respon Yedam, ia menarik tangan lelaki itu dan menggenggamnya erat.
Keduanya berjalan beriringan di sepanjang tepi jalanan Kota Bandung. Cuaca hari ini tidak panas ataupun mendung seolah mendukung kencan jalan mereka di siang hari.
Langkah keduanya sontak berhenti di depan bangunan besar. Entah dapat dorongan dari mana, Yedam menarik tangan Doyoung memasuki sekolah tersebut. Sekolah mereka dulu.
Senyumnya mengembang. Meski telah bertahun-tahun yang lalu, tata letak isi sekolahnya masih Yedam ingat. Apalagi kenangan di dalamnya.
"Kak Biru mau flashback nih ceritanya?" tanya Doyoung terkekeh.
Yedam ikut tertawa mendengar ucapan Doyoung, ia lantas mengangguk dengan tatapan mengitari seisi sekolah yang tampak sepi dikarenakan jam pembelajaran sedang berlangsung.
Keduanya menaiki tangga dan berjalan ke ruang musik yang berada di ujung koridor.
Perlu diketahui, ruang musik selalu menjadi tempat favorite kencan mereka. Salah satu saksi bisu kebucinan mereka pada masanya.
Yedam yang memiliki hobi menyanyi dan Doyoung yang suka bermain piano. Bukankah mereka memang sudah seperti sepasang kekasih yang ditakdirkan?
"Kak dulu kita jadian di sini kan!" seru Doyoung antusias.
Yedam tampak berpikir sesaat kemudian mengangguk. "Kalau aku gak terima, rencananya ruang musik mau kamu bakar."
Mendengar penuturan sang kekasih, Doyoung terkekeh.
"Padahal kalau kamu gak ngancem juga aku bakal terima sih," ujar Yedam santai sambil menekan-nekan beberapa not piano.
Yedam ingat banget dulu pas dia lagi tidur di pojok ruangan yang tertutupi piano rusak (kayaknya udah dibuang sama pihak sekolah sih), tidurnya terusik karena dentingan piano yang dihasilkan adik kelasnya alias si bungsu Mahendra.
Itu bagaimana cara Yedam bisa mengenal sosok Doyoung.
"Tapi ya kak, Kak Biru pertama kali ngeliat aku kan di sini nih, tapi sebelum kita kenal di sini, Al udah pernah ngelihat kakak sebelumnya."
Dahi Yedam berkerut bingung. "Hah?" Ya kan selama ini ia ingatnya ruang musik awalan kisah mereka.
Doyoung terkikik kecil. "Waktu itu Al lagi di rooftop, kan kalau dari atas situ bisa ngelihat koridor depan perpustakaan yang dindingnya ada kaca tuh," ujarnya sambil tertawa pelan mengingat kembali masa lalu.
Perasaan Yedam jadi tak enak.
"Kak Biru habis keluar dari Perpus terus kepleset—but you act like nothing happened karena kakak tau di sana ada CCTV," ucap Doyoung kemudian tertawa terbahak-bahak.
Telinga Yedam memerah. Ia memukul lengan Doyoung yang masih tertawa.
"Ahaha maaf Kak! Tapi sumpah, I never see someone being so weird like that. Sejak saat itu Al jadi kepo soal Kak Biru."
Yedam malu. Banget!
"Shut up Ganesha! I hate you."
Doyoung memegang perutnya yang terasa keram karena terus tertawa. "I love you too, Albiru."
gemesss.-rabu, 16 juni 2021.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flawless
Fiksi PenggemarFlawless; everything never can be without you. ❝They're not perfect, but flawless.❞ ft. dodam || on-going. [season 2 of 'rich ex'] ↳ fluffy-romance, shortstory, bxb.