13 - First Request

3.4K 279 48
                                    

BUAT YANG BESOK ULANGAN SEMANGAT YA, SEMOGA DAPET HASIL MEMUASKAN, AAMIIN :)💗

Selamat membaca kalian

•••

"Yahhh, jadi Papa nggak bisa jemput aku?" Nindys sedikit murung.

"Maaf ya sayang. Papa juga tidak tau jika ada meeting dadakan."

"Kamu minta Mama Vanes jemput bagaimana?" Chrys ngasih saran.

Gadis itu spontan menggeleng cepat walau Papanya tidak dapat melihat, "Eh nggak usah Pa. Aku pulang sendiri aja deh nanti cari taksi."

"Tidak pa-pa memang?" tanya Chrys kurang yakin sekaligus merasa bersalah lantaran tidak bisa menjemput putrinya.

"Iyaa gakpapa kok."

"Ya sudah. Papa matiin ya telfonnya. Kamu hati-hati, see you."

"Okey. Byeee, Pa."

Nindys memasukan kembali ponsel ke dalam saku. Ia membuang napas, kakinya mulai melangkah untuk mencari taksi. Baru dua langkah, suara klakson panjang membuatnya menoleh pada asal suara.

Aldrich membuka helm. "Keras kepala! Udah di bilang pulang bareng gue Nindys."

"Gue belom iyain. Lo sendiri ambil keputusan seenaknya." cetus Nindys merotasikan matanya malas.

"Kan gue gak nerima penolakan. Ayo naik." ajaknya. Membuat gadis itu kesal setengah mampus.

"Siapa lo maksa-maksa gue?!," Nindys berkacak pinggang, "Daripada maksa orang mending lo lakuin hal yang lebih bermanfaat. Cariin gue taksi gihh,"

"Gak bakal muncul tuh taksi mau lo tunggu sampe tengah malem juga."

"Tau dari mana? Supir taksi lo?!" cemooh Nindys dengan dahi mengkerut heran.

"Bloon!" Aldrich memaki spontan. "Nggak gitu konsepnya. Kalo udah sore taksi jarang lewat. Paling-paling angkot, itu juga kalo kebagian tempat soalnya perebutan siapa cepat dia dapat."

"Oh ya?" sahutnya. Aldrich menggaruk leher bagian belakang lalu manggut. Secara tidak langsung bersama Nindys dia jadi banyak bicara.

"Jadi gimana? Mending bareng gue, kan?" Aldrich mengangkat satu alis minta persetujuan.

Nindys menimang-nimang sebentar. Harusnya mah iyain aja kali ya? Perkataan Aldrich kayaknya emang bener. Itung-itung irit ongkos. "Yaudah. Lo nya maksa." putusnya agak gengsi.

"Naik," Aldrich menahan bibirnya agar tidak tersenyum.

Setelah naik dan duduk anteng, alis Nindys menyatu. Bukannya melajukan motor laki-laki itu justru diem bagai patung. Seolah tengah menunggu sesuatu. Ia mengajukan tanya. "Nunggu apalagi Al?"

Dia menjawab tanpa dosa, "Pegangan Nindys."

"Ogah!" gadis itu setia bersedekap dada tanpa takut terjengkang. "Gue apal nih akal-akalan cowok suruh pegangan buat modus doang. Basi."

"Ck, isi otak lo tuh prasangka buruk terus sama gue. Padahal niatnya baik biar lo gak jatuh." decak Aldrich.

Nindys ikutan berdecak kesal dan pura-pura mengancam. "Kalo gak jalan juga gue turun lagi nih,"

"Iyaa bawel." lantas Aldrich segera melajukan motor daripada macan betina yang berada dalam boncengannya kembali mengamuk.

Semilir angin sore sepoi-sepoi menerpa wajah. Nindys memejamkan mata menikmati. Sedangkan Aldrich memperhatikan lewat kaca spion. Sudut bibirnya terangkat membentuk senyum kecil.

ALDRICHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang