30 - Yakali Gak Resmi

2.8K 288 48
                                    

Absen kalian bacanya jam berapa yukkk

JANGAN LUPA VOTE KOMEN RAMEIN DI TIAP PARAGRAF OKEII??!

JANGAN LUPA VOTE KOMEN RAMEIN DI TIAP PARAGRAF OKEII??!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan sedih lagi ya. Kalau sedih datanglah padaku. Aku jual tissue, beli dua gratis aku.”

Aldrich Bucin Bagaskara

•••

"Gue kenapa, sih??!" Aldrich mengacak rambutnya, gusar.

Pukul setengah sepuluh malam, ia memejamkan mata secara paksa berusaha untuk tidur. Namun baru dua detik berlangsung, matanya kembali terbuka. Aldrich menghela napas. Lalu mengalihkan tatap pada langit kamar dengan perasaan gelisah.

Cowok itu kepikiran Nindys. Padahal seharian ini banyak waktu mereka habiskan bersama. Selain di hukum, istirahat pun kedua remaja itu senantiasa bareng.

Ia tidak bakal tenang jika cuma termenung. Spontan melompat bangun dan langsung berganti pakaian, mengenakan jeans hitam serta kaos putih yang terbalut jaket. Khas dirinya banget. Modal nekat, Aldrich memutuskan berkunjung ke rumah Nindys.

"MI, MAMIIII?" teriak Aldrich seolah tidak sadar waktu.

"Why, honey? Aduh ini udah malem yah, suara kamu kecilin!" omel Dara dari arah dapur membawa segelas air putih.

"Tunggu sebentar," Dara heran. Meneliti penampilan putranya dari ujung rambut sampai kaki. "Rapi banget. Mau kemana kamu?!"

"Doain Al ya, Mi," jawab cowok itu melenceng.

"Emang ada apa, sih? Doa Mami selalu menyertai kamu."

"Mau menjalankan misi," Aldrich berkata seraya menyisir rambut menggunakan jari.

Dara menenggak air dengan tenang lalu meletakkan gelas sedikit keras hingga menimbulkan bunyi seperti benda terjatuh. "Misi apa malem-malem begini? Pasti berniat berantem, kan?"

"Bukan. Nggak ada sangkut pautnya sama berantem kok, Mi." Aldrich menyeletuk jujur.

"Terus apa dong?"

Senyum kecil terukir pada bibir Aldrich. Bukannya terus terang, ia menyalimi tangan Dara terlebih dulu. "Misi buat dapetin cintanya Nindys!"

Maminya tergelak menatap punggung Aldrich yang terburu-buru menjauh. Mungkin dia masih malu-malu kucing. Namun ia turut mendukung sekaligus senang. Apalagi putranya jatuh cinta pada gadis manis seperti Nindys.

"Good luck, sayang!"

Di lain tempat, Nindys baru selesai cuci muka dan gosok gigi. Rutinitasnya sebelum menuju alam mimpi. Saat ingin berbaring, samar-samar ia mendengar suara kaca jendela di ketuk. Awalnya Nindys mengira mungkin hanya perasaan, tapi lama kelamaan suara tersebut makin jelas.

"Apa sih," ia merenung sejenak. Bagaimana kalau ketukan barusan berasal dari makhluk tak kasat mata? Ya, Nindys memang anaknya parnoan, apalagi jika berbau horor.

ALDRICHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang