Prolog

1.9K 167 24
                                    

"Mau sampai kapan tidurnya cantik?" Percayalah itu bukan nada penuh pemujaan melainkan nada sindiran dari ibu Sukma aka mamaku.

Aku yang semalam sehabis streaming drama Thailand dan baru bangun saat kanjeng ratu ibu Sukmaningrun mampir ke kamarku jam delapan pagi. Sebenarnya nggak setiap hari kok aku bangun siang begini, ini kan hari minggu jadi rasanya wajar saja aku bermalas malasan. Ya walaupun untuk pengangguran baru macam aku ini setiap hari juga dihitung hari libur. Eh tapi itu mana berlaku dikamusku selama ada ibu Sukma, bisa darah tinggi mama melihat putri bungsunya begitu.

"Siap kanjeng ratu, adinda sudah bangun. Terima kasih sudah dibangunkan." Kataku dengan senyuman manis pada mama. Biar bagaimanapun bawelnya mama, aku tidak berani melawan. Dari kecil kisah malin kundang sangat terdoktrin diotakku, hal itu juga salah satu alasan aku tidak berani melawan mama.

"Solat subuh kamu tadi dek?" Nah kalau sudah begini amarah ibunda pasti sudah mereda. Buktinya mama sudah memanggil adek padaku.

Aku itu bungsu dari empat bersaudara, ditambah lagi anak perempuan satu-satunya. Kalau kata orang sih aku itu anak kesayangan, tapi menurutku tidak. Mama dan papa memperlakukan semua anaknya secara adil.

"Solat dong, dosa kalau nggak." Tukasku. Aku bukan orang yang alim banget, tapi setidaknya pantang bagiku meninggalkan kewajiban menurut ajaran agama.

"Bagus, ini baru anak mama. Sekarang mandi, anak buahmu udah nunggu dibawah." Nah kalau yang dibilang mama anak buah sudah pasti itu si Aileen anak tetangga sebelah yang kerjaannya ngekorin aku melulu. Aileen bukan anak kecil imut imut, dia adalah anak remaja awal yang cenderung amit amit. Aileen kesini pasti kalau nggak nanya tugas ya mau menggila bareng aku, di rumah dia mana ada yang bisa meladeni tingkah remaja.

Tanpa menjawab omongan mama, aku melangkah keluar untuk mandi. Maklum aku bukan anak konglomerat yang punya kamar mandi disetiap kamar. Di rumah ini yang punya kamar mandi sendiri hanya di kamar mama papa dan kamar mas Ganendra—kakak tertuaku.

"Kamu itu kerjaannya main sama anak orang aja, kapan kamu mau cari pasangan?" Nah kan masih pagi saja mamanya sudah membahas hal mengenai jodoh. Untuk kalian yang dua puluh empat keatas mungkin relate denganku.

"Loh ya itu, aku pendekatan dulu sama anknya, mana tau papanya Aileen mau nikah sama aku, malah mama langsung dapat cucu tuh dua orang." Celetukku asal.

"Mas Fatih! nikahi aku mas!" Teriakku tanpa malu.

"Gendeng."

"Kamu kenapa Tar?"

Tanpa melihat mukanya saja aku sudah tahu siapa yang bertanya dengan nada datar itu. Mati aku! Mas Fatih disini! Dan sudah pasti dia mendengar ucapan gilaku tadikan?

***
Selamat datang di kisah Gianda Tara Hartadi & Alfatih Argawijaya

A New Love LifeWhere stories live. Discover now