4. Alfatih - Saran Bunda

672 99 13
                                    

Hai luplup

Happy ready and please enjoy❤️
*****
"Tapi kalau mas Fatih serius Tara siap si." Tara berucap sambil tersenyum manis. Aku yang mendengar ucapannya terkejut bukan main. Rasanya otakku tidak dapat mencerna kalimat Tara.

"Bercanda ya ampun." Katanya sambil tertawa menghilangkan kecanggungan, dia mengibaskan tangannya di udara.

Memang luar biasa mulut perempuan satu ini. Setelah membuat kami semua terutama aku sukses terkejut dengan ucapannya dia masih bisa tertawa begitu. Nggak tau saja dia efek ucapannya membuat laju jantungku sukses jumpalitan nggak karuan.

"Dedek mau koko tyra." Ucapan Thalia memecahkan keheningan. Koko yang dimaksud Thalia adalah sereal atau koko crunch.

"Ngh kalau gitu saya pamit ya. Dek papa kerja ya, dedek jadi anak baik ya nak." Pamitku pada Thalia yang dijawab dengan anggukan kepala, anakku ini sangat menikmati serealnya.

"Nanti kalau mau jalan pulangnya jangan lama lama ya Tar, jangan terlalu capek juga. Ndra Tik gue balik ya. Bilang sama bokap nyokap juga."

"Yoi, nanti sore kalo jadi gue sama papa ke bengkel Ndra." Sahut Ganendra yang kubalas dengan jempol.

"Udah mau ditinggal Ndra Thalianya?" Tanya bunda saat aku baru saja duduk di meja makan.

"Mau bun, itu juga udah capek aku sama yang lain bujuknya. Untungnya si Tara dateng dan Thalia mau sama dia."

"Tuh kan mas, itu tuh pertanda tau. Kamu aja selama ini nggak peka."

"Tanda apa?" Tanyaku bingung. Bunda itu suka sekali berbicara ambigu begini atau mungkin perempuan suka sekali berbicara penuh dengan kode dan misteri, yang bagi kami kaum lelaki sulit untuk mengartikannya. Ya setidaknya begitu untukku.

"Ih coba deh mas kamu tuh peka dong. Kamu liat aja itu Thalia lengket banget sama Tara, kalau Ilin nggak usah ditanya lagi mereka bestie banget. Keluarga Tara juga open minded semua dengan status kamu. Nah ini, kurang apalagi coba."

"Maksud bunda?"

"Ampun deh  ya Allah! Punya anak laki satu kok gak pekaan banget. Maksud bunda ya kenapa kalian nggak coba berhubungan gitu." Kata bunda sambil menepuk jidatnya geram.

"Udah gitu mas, kemarin mama mimpi kamu sama Tara naik ayunan yang sama dan setelah bunda googling itu tandanya kalau kalian berdua siap membina rumah tangga. Istilahnya tuh kalian dalam perahu yang sama, sama sama menuju masa depan gitu."

"Aduh bun zaman sekarang masih aja sih percaya mimpi." Tangkisku.

"Loh mimpi itu artinya ada dalam al-quran loh bukan bunda ngarang-ngarang. Percaya deh sama bunda kalian berdua itu cocok bin jodoh." Dengan semangat menggebu bunda meyakinkan.

"Bun, bunda sadar nggak begitu banyak jarak antara aku dan Tara. Kita nggak sekedar ngomongin sifat, ada banyak hal lain bun. Iyalah kalau sifat itu bisa saling mengerti seiring dengan komunikasi dan bagaimana saling mengerti kedepannya. Cuman, masalah lainnya? Gak bisa bun."

"Masalah apasih mas? Masalah yang mana? Kamu tuh suka menyulit-nyulitkan suatu masalah deh."

"Singkatnya gini bun, usia, status dan kedua anakku. Oke sekarang banyak pasangan yang punya jarak usia yang cukup jauh dan mereka baik baik saja dengan hal itu. Tapi untuk status dan adanya Aileen Thalia? Gimanapun mas nggak mau ada keberatan, baik dari anak-anak atau calon istri mas nanti. Mas juga nggak masalah kok nggak nikah lagi." Tidak munafik sebagai laki-laki aku kagum pada Tara. Aku bisa melihat kalau Tara itu gadis yang luar biasa baik, ditambah lagi dia kenal bahkan dekat dengan kedua anakku. Tara yang bisa jadi sahabat dekat Aileen juga musuh kesayangan Thalia. Hanya saja aku sadar dia masih muda dan pantas  mendapatkan yang lebih baik dariku. She deserve better. Aku bukan mengalah sebelum berperang, aku hanya mencoba tetap berada ditempatku dan sadar dengan keadaanku. Aku berusaha tetap melihat langit tanpa berniat menggapainya.

A New Love LifeDonde viven las historias. Descúbrelo ahora