7. Tara - maksudnya gimana?

597 112 23
                                    

Haii lupp
Maap yee minggu lalu ga up karena kaget liat hari ternyata dah hari minggu😩😩😩

Mon maap ygy🫶

Happy reading lup🫰🧡
*****
"Dek kamu ikut nggak sih? Kita udah mau berangkat nih." Tanya mbak Nana yang membuka pintu kamar. Mbak Nana—Alana adalah istri dari mas Gama yaitu abang terakhirku. Kalian masih ingatkan kalau aku itu empat bersaudara dengan aku si bungsunya. Mas Endra—Ganendra, mas Gal—Galiandra, dan mas Gama lalu aku.

Kebetulan pada pekan pertama di hari sabtu dan minggu keluargaku biasa berkumpul, sebenarnya ini sih idenya mama yang nggak ikhlas melihat kedua anaknya yang tidak tahu diri. Siapa lagi kalau bukan mas Gal dan mas Gama. Kalau mas Gal sih jangan ditanya, kalau tidak karena ada keharusan begini mungkin tunggu lebaran kali baru main ke rumah. Dokter yang satu itu terlalu sibuk dan sayang dengan pasien pasiennya hingga membuat mama cemburu. Kalau mas Gama ya tentu aja karena dia lagi pada fase 'pengantin baru' yang bawaannya mau hibernasi aja masku yang satu itu. Padahal nikah juga udah mau setahun tapi emang mereka berdua aja yang lebay.

"Ngh nggak deh mbak." Tolakku.

"Dek kamu kenapa?"

"Aku gak apa apa mbak."

"Kamu ada masalah sama Fatih?" Tanyanya sambil memicingkan mata.

"Nggak." Kataku dengan menggeleng gelengkan kepala. Kenapa coba mbak Nana bisa kepikiran mas Fatih.

"Cerita! Pokoknya abis dari rumah sakit kamu wajib cerita." Paksanya sambil menggeretku menuju meja rias lalu mengalungkan pashmina pada kepalaku. "Mbak gak mau tahu sekarang kamu pakai kerudung ayok kita ke rumah sakit. Hihi mbak mencium aroma aroma bersemi disini." Kikiknya dengan geli lalu meninggalkan aku sendiri. Sebenarnya aku belum siap bertemu dengan mas Fatih setelah pertanyaan lima hari yang lalu. Tapi kalau aku menolak yang ada ketiga abangku yang akan naik keatas dan memaksa untuk ikut.

Aku cukup terkejut ketika mas Fatih justru meladeni pertanyaan konyolku. Jangan salahkan gadis kinyis kinyis macam aku ini, ketika umpan dimakan yang ada aku mengkererut ketakutan. Aku ingat sekali ketika malam itu aku masih dengan berani menjawab pertanyaannya.

"Bulan depan aku ultah mas pas tuh. Di umur yang baru aku sukses punya status baru." Saat itu aku masih berpikir mas Fatih hanya berusaha meladeni ucapan ngawurku jadi aku bisa dengan santai menjawab.

"Ya sudah nanti saya bilang bunda." Otomatis kepalaku mendongak kearah mas Atha. Terkejut loh aku ini mendengar jawabannya rasanya kalau tidak ingat ada Thalia yang sedang aku gendong sudah jatuh aku sakin terkejutnya. Bayangkan aja bapak dua anak itu beribacara dengan serius, ditambah lagi kedua matanya yang juga menyatakan keseriusan membuat aku tambah terkejut. Aku dapat menyimpulkan mas Atha sedang tidak bercanda. Koreksi, bapak satu ini memang jarang banget bercanda juga.

"Mas? Kamu serius?" Aku mencoba untuk meyakinkan. Nggak mungkin serius kan? Masa iya serius. Pikirku saat itu.

"Saya tidak pernah bercanda menyangkut hubungan Tar. Apalagi pernikahan." Telaknya. Jujur saja aku tidak sanggup lagi menyahuti ucapannya. Setelahnya kecanggungan menguar diantara kami, waktu terasa berjalan sangat lambat. Hingga akhirnya aku tidak bisa lagi menahan kecanggungan dan kegugupan ini memilih meninggalkan mas Fatih sendiri menjaga Thalia. Tenang aku bawa kendaraan mas Fatih pulang kok.

Itulah kenapa aku mencoba menghindari mas Fatih dan keluarganya lima hari belakangan. Bahkan bunda sampai kaget melihat anak gadisnya betah dikamar akhir akhir ini, dan ketika Aileen minta diajarkan aku menolak halus dengan alasan sedang pms. Bahkan aku tidak pernah datang mengunjungi Thalia di rumah sakit, beberapa kali mama sudah mengajak dan aku selalu berhasil mengelak, namun tidak sepertinya dengan hari ini.

A New Love LifeDonde viven las historias. Descúbrelo ahora