6. Alfatih - Kamu Maunya Kapan?

673 100 14
                                    

Hai lup, sorry wkwk niatnya mo update tadi pagi malah lupa dan baru banget inget sekarang. Eiya btw pas banget di jakarta lagi azan magrib, so selamat membaca dan menunaikan ibadah bagi yang bergama Islam.

Happy reading❤️
****
"Bun ke rumah sakit aja sekarang." Thalia sedang tidak enak badan, sebagai ayah tentu aku cemas melihat keadaan putriku dengan badan panas dan lemas begini. Dari tadi aku sudah memaksa untuk membawa Thalia ke rumah sakit, tapi bunda selalu menolak.

"Bentar mas, tadikan baru dikasih obat penurun demam ya kita tunggu dulu obatnya bereaksi. Kamu tenang dulu. Sabar." Pinta bunda. Dalam keadaan begini mana bisa aku tenang dan sabar.

"Mas kamu makan dulu deh, Thalia biar ditunggu bunda disini." Melihat aku tak juga mengindahkan kalimatnya Tara mendorong paksa bahuku memaksa keluar dari kamar.

"Tapi tar..." belum selesai aku berbicara Tara langsung memotong kalimatku. "Tenang mas, kalau kamunya nggak tenang Thalia pasti bingung. Nanti satu jam lagi kalau demamnya gak turun kita bawa ke rumah sakit. Tapi nanti, kita lihat dulu reaksi tubuhnya akan obat yang udah dikasih tadi. Sekarang kamu harus makan dulu! Kasih tubuh kamu apa yang diperlukan dulu! Kalau kamu ikutan sakit siapa nanti yang jaga Thalia? Sekarang aku tanya, kapan terakhir kamu makan setelah tahu Thalia demam? Tadi pagi?" Omel Tara dengan panjang. Sebenarnya yang dikatakan Tara benar semua, bahkan aku tidak ingat kapan terkahir aku makan dihari ini. Mungkin saat sarapan tadi sebelum aku tahu kalau Thalia belum ada di meja makan karena demam.

"Lin siapin air papa, tyra biar siapin makan papamu." Pinta Tara pada Aileen yang memang mengikuti Tara sejak tadi. Anakku itu tanpa kata dan bantahan menuruti pinta Tara. Dan sekarang aku harus pasrah ketika dipaksa duduk dimeja makan sementara kedua perempuan beda generasi itu sibuk menyiapkan makan malam untukku.

Sejak tadi siang kerjaan Tara hanya mondar mandir rumahku dan rumah sebelah. Wanita satu itu sama cemasnya denganku melihat Thalia sakit, biarpun dalam keadaan sehat mereka lebih sering bertengkar dari pada akur, nyatanya mereka berdua saling manyayangi. Aku ingat betul bagaimana Tara tadi dengan telatennya membasuh badan Thalia dan menggantikan bajunya. Bahkan saat Thalia merengek tidak ingin makan karena lidahnya yang pahit akhirnya anak itu bisa luluh juga dengan bujuk rayuan Tara.

"Tyra udah makan?"

"Udah, kamu udah makan kan Lin? Jangan sampai kamu juga ikut ikut papamu lupa makan." Kata Tara dengan nada penuh sindiran padaku.

"Udah, nanti kalau tyra sama papa ke rumah sakit Ilin ikut ya. Ilin mau temanin tyra sama adek."

"Gak boleh!" Kataku tegas yang dibalas dengan wajah murung dan cemberut Aileen. Dari samping aku duduk sebuah cubitan mampir di perutku hinggga aku meringis. Cubitan Tara itu bukan tipe yang main main, dia kalau cubit seperti kepiting.

"Apaan sih Tar!" Hardikku padanya.

"Mas itu yang apaan, ini anaknya loh yang ngomong. Kasih tahu itu mbok yang pelan dan dikasih tahu alasannya. Bukan main larang gitu aja." Kara Tara sambil melotot geram, Tara memalingkan wajahnya dariku menghadap Aileen. Takut denganku tidak ada dalam kamus Tara.

"Lin inikan udah malam, kalaupun nanti tyra sama papa bawa adek ke rumah sakit Ilin di rumah aja ya istirahat sama oma. Hari ini Ilin sama oma udah capek ngurus adek, biar nanti tyra sama papa yang jaga di rumah sakit. Besok pagi baru Ilin datang sama oma ya jenguk. Ya tapi kita doakan demamnya adek turun jadi nggak perlu ke rumah sakit." Tara menjelaskan dengan nada lembut dan halus. Sepertinya baru kali ini aku dengar nada halus itu keluar dari ucapan Tara. Kalimatnya barusan mampu membuatku tertegun tak menyangka Kalau 'seorang Tara' bisa beribicara sehalus itu. "Ilin di rumah aja ya sama oma." Dan sukses, mendengar ucapan halus Tara sukses membuat Aileen dan bahkan aku patuh dengan ucapannya.

A New Love LifeDove le storie prendono vita. Scoprilo ora