10. Alfatih - sesuatu yang baru dijari manis

882 113 17
                                    

Haiii long time no see

Niatnya mau update hari minggu eh tapi kayaknya kasyaan kalian nunggu terlalu lama wkwk (pede)

So happy reading lup

Eiya btw, Dirgahayu Indonesia🇮🇩

****

Ternyata propose ke Tara bukanlah hal yang mudah. Gadis dengan sejuta keanehan serta keriangan itu benar-benar menguji keseriusanku.
Untungnya walaupun dengan sedikit effort kesabaran Tara menerima pinanganku. Bahkan Gianda Tara Hartadi sudah mengenakan cincin yang aku berikan sebagai simbol.

Sejujurnya Tara adalah gadis yang sangat menyenangkan walaupun kadang terlalu berisik dan sedikit keibuan. Bagaimanapun aku sering melihat caranya berinteraksi dengan kedua putriku. Dari Tara yang menemani mereka belanja pakaian, menemani keduanya les berenang dan diapun ikut heboh berenang, berkreasi dengan resep baru walaupun hasilnya gak selalu edible dan mau tidak mau seluruh masakan yang dia masak harus dihabiskan atau dia akan mengomel dengan dalih mubazir.

Walau terkadang sedikit memancing keributan dan keramaian, tapi sesungguhnya Tara begitu menyayangi kedua anakku begitupun sebaliknya. Selain itu Tara juga adalah lawan berbicara dan diskusi yang asik. Pintar memahami situasi serta pencair suasana yang baik. Setelah euforia kebahagian acara lamaran tadi, kami lanjut dengan bincang yang sedikit serius.

"Jadi mas apa rencana kita selanjutnya?" Tanyanya. "Cie elah kita." Tambahnya lalu menepuk bahuku. Kontak fisik seperti pukulan dan cubitan sudah sangat biasa Tara lontarkan namun selain itu rasanya tidak pernah.

"Tar."

"Iya-iya mas. Oke aku serius nih." Ucapnya lalu menghembuskan napas panjang sembari menggembungkan pipi. Benar-benar berbanding terbalik dengan ucapannya yang ingin serius.

"Semalem aku udah cerita hal ini ke Aileen dan dia terima. Tapi kalau sama Thalia mas belum cerita." Tuturku.

"Terus nanti kamu yang ngomong ke Thalia atau kita berdua atau aku aja?" Tanyanya.

"Menurut kamu gimana baiknya?" Balikku.

"Lah kamu aku tanya malah balik nanya. Gimana sih mas."

"Sebenernya maksud aku ngomong tuh mau nanya itu ke kamu tapi kamu udah cut duluan."

"Ya kamu kebiasaan banget sih mas setiap ngomong selalu pake prolog dulu. Ya keburu keserobot sama aku." Ucapnya tak mau kalah. Oke sepertinya dalam beberapa waktu kedepan perdebatan seperti ini akan sering terjadi.

"Oke-oke. Sekarang gini. Kemarin aku udah tanya pendapat Aileen dan dia setuju kalau aku sama kamu menikah. Tapi aku belum tanya ke Thalia. Menurut kamu mending aku aja yang tanya ke Thalia atau kamu aja yang tanya atau kita berdua yang langsung tanya ke Thalia? Gitu?" Tanyaku.

"Nah gitu mas. Makanya kalau ngomong jangan kebanyakan prolog plus jeda." Ucapnya sembari menepuk pahaku. Sepertinya love language Tara physical touch. Atau mungkin physical attack

"Yaudah cepet kamu jawab. Ribet banget berbicara sama kamu tuh."

"Eh eh eh, sama calon istri gak boleh berbicara ketus begitu. Baru juga diterima lamarannya." Ucapnya.

"Tar."

"Iya-iya. Gimana ya mas? Aku juga bingung." Jawabnya sembari menopang dagu.

"Ya Allah Tara. Capek mas ngajak kamu bicara serius. Udah, sekarang kita balik ke ruang rawat Thalia aja." Ajakku. Betul-betul tidak bisa diajak bincang serius.

"Eh bentar-bentar mas." Ucapnya sembari menarik tanganku meminta untuk kembali duduk.

"Gini aja, gimana kalo mas kasih aku waktu buat ngobrol berdua sama Aileen nah disaat itu mas juga ngomong ke Thalia. Setelah aku ngomong sama Aileen baru aku ngomong lagi ke Thalia. Biar gimana pun posisi aku nantinya akan berubah dalam pandangan mereka. Dan akupun punya peran yang berbeda dari aku yang sebelumnya. Sebagai sesama wanita, ya walaupun Aileen masih beranjak remaja menurutku akan menjadi keputusan yang sangat bijak kalau aku deep talk dulu ke Aileen. Karena nantinya setelah menjadi ibu sambung mereka aku maunya mereka tetap berinteraksi sebagai mana yang udah terjalin selama ini tapi dengan sedikit tambahan batasan. Bukan biar mereka takut ke aku tapi biar mereka memahami plus mengerti posisi aku sekarang." Wow benar-benar bijak calon istriku ini. Tidak apalah ya aku menyebutnya begitu. Toh memang faktanya seperti itu.

A New Love LifeWhere stories live. Discover now