E M P A T : "Mimisan"

2.3K 201 11
                                    

***

Mentari pagi mulai naik. Dewa yang sudah siap pergi ke sekolah, tengah memakai helm. Dirinya pun sudah duduk rapi di atas motornya. Dewa tinggal menghidupkan mesin kuda besi itu seusai mengenakan helm lalu melajukannya hingga sampai di sekolah. Tapi baru saja selesai dengan urusan helmnya, tiba-tiba bang Juna menghampirinya. Mengurungkan niat Dewa menghidupkan motor dan mengalihkan fokusnya pada abangnya itu.

"Kenapa bang?" tanya Dewa.

"Abang bareng kamu ya hari ini?"

"Ha?" Dewa agaknya terkejut. Dan karena takut salah dengar, pemuda itu sampai melepas helmnya. "Maksudnya gimana, bang?"

Juna menghela napas sabar. "Ya gimana lagi? Abang mau nebeng kamu. Mobil abang mogok. Mesinnya gak bisa hidup. Kalau nunggu dibawa ke bengkel, bisa telat abang."

Baru setelah mendengar penjelasan abangnya mulut Dewa segera membulat. Seruan oooooo panjang terdengar mengiringi. Pantas saja abangnya membawa helm dalam gendongannya. "begitu toh. Ya udah ayok, naik bang." Kata Dewa pada akhirnya. Dia tidak masalah sama sekali memberikan tumpangan pada abangnya yang harus pergi ke kantor. Toh sekolah dan kantor abangnya juga searah. Dewa tidak akan telat sekalipun harus mengantarkan abangnya terlebih dahulu. Tapi mau telat sekalipun Dewa juga tidak terlalu perduli sih..hehe

Namun diluar dugaan Dewa, dilihatnya abangnya malah menggelengkan kepala. Seperti tidak setuju dengan perintah Dewa barusan yang memintanya naik. Malah sekarang Juna sedang mengulurkan tangannya ke hadapan Dewa. Membuat pemuda itu mengernyit tak mengerti.

"Berikan kuncinya. Biar abang yang nyetir." Kata Juna kalem sekali.

Sedang Dewa tentu saja bingung. "Ha? Kenapa malah abang yang nyetir?" tanyanya selanjutnya.

"Ya karena keselamatan yang utama. Abang gak mau disetirin kamu yang kalau nyetir udah kayak pembalap."

"Loh ya bagus dong kalau aku nyetirnya sebelas dua belas ama pembalap. Abang gak bakalan telat karena bakal cepet nyampenya."

"Maksud abang pembalap abal abal."

"Sial!" umpat Dewa setelah mendengar penuturan lanjutan abangnya. "Abang nih mah, emang suka banget ngeremehin aku. Gak boleh kayak gitu bang. Lagian abang gak tahu skill balapanku kan? Beuh- pembalap profesional aja kalah."

"Udah gak usah kebanyakan ngomong. Sekarang turun kamu. Biar abang yang nyetir."

"Udahlah biar aku aja bang. Percaya sama aku, abang bakal sampai dengan selamat." Kata Dewa sambil membusungkan dada lalu menepuk-nepuk dadanya dengan bangga.

"Abang percayanya sama Tuhan. Bukan sama kamu. Udah turun sekarang Dewa!"

Dewa berdecak. Dan dengan wajah merengut pada akhirnya dia pun dengan berat hati turun dari motornya.

"Kunci?" Juna menagih kunci yang belum diberikan Dewa padanya.

Terdengar Dewa menghela napas beratnya. Lalu sambil menyerahkan kunci motornya terdengar dia menggerutu, "huh! Kan aku yang punya motor bang. Harusnya aturan mah abang nurut sama aku."

"Yang beliin kamu motor, siapa?"

"Ya itu-" Dewa kicep. "Ya abang sih." katanya selanjutnya agak kehilangan muka. Sial! "Tapi kan abang udah kasih ke Dewa."

"Ya tapi tetep aja abang yang beli kan?"

"Ya tapi tetep aja juga udah abang kasih ke Dewa. Gak boleh tauk abang ungkit-ungkit mulu."

"Udah cepet pakai helm kamu, terus naik." Perintah Juna yang seolah tak bisa diganggu gugat. Dia sendiripun sudah memasang helm dan naik ke atas motor adiknya.

DEWAJUNA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang