L I M A : "Sakit"

2.2K 203 12
                                    

***

Dewa duduk bengong dibangkunya sambil bertopang dagu. Sedang Reza yang duduk disampingnya tengah mengoleskan upil yang berhasil dia korek dari hidungnya ke baju Yoga. Tentu saja Yoga yang sadar kalau sedang dijahili segera menghadiahinya dengan jitakan bertubi-tubi.

Dewa hanya terkekeh saja sambil turut mendaratkan jitakan satu kali ke kepala Reza. Lumayan, kapan lagi bisa jitak Reza. Sekalian juga membantu Yoga membalaskan dendam. Namun saat-saat seru itu tiba-tiba terhenti ketika Andin datang menghampiri meja Dewa. Yoga makin berapi-api melihat cewek itu. Kejadian tadi pagi tentu masih melekat jelas dalam ingatannya.

"Ngapain nih cewek jadi-jadian kemari? Pergi sana! Gak diterima lo di sini." Usir Yoga tanpa belas kasih.

Reza melongo mendengar ucapan galak Yoga. Sementara Andine yang merupakan sasaran makian Yoga nampak tak perduli. Terlihat jelas dari balasannya untuk cowok itu. "Gue gak ada urusan sama lo."

"Ya bodo amat lo mau ada urusan atau enggak sama gue. pergi sana-"

Dewa segera menutup mulut Yoga dengan telapak tangannya. Membuat makian Yoga teredam. Meski mulutnya masih komat kamit dibalik telapak tangan Dewa. "Ada apaan Ndin?" tanya Dewa kemudian.

"Nih. Lo butuh tissue kan?" kata Andine sambil menyerahkan sebungkus tissue kecil yang bungkusnya berwarna biru dengan motif kupu-kupu ke meja Dewa.

Dewa menatap Andine tak mengerti. "Loh? Katanya tadi-"

"Itu bukan dari gue." Jawab Andine makin membuat Dewa dikepung ketidakmengertian.

"Terus? Dari siapa?"

"Sayangnya gue gak boleh ngasih tahu. Tapi selera lo tinggi juga ya, Wa?" kata Andine sambil tersenyum penuh arti. Sedang Dewa makin tersesat di gurun ketidakmengertiannya melihat senyuman itu.

"Apaan sih maksudnya?"

"Udah terima aja. Gue ke bangku gue dulu." Kata Andine. Benar-benar tidak ingin membuat Dewa berhenti bingung. Tapi sebelum benar-benar pergi, gadis itu melirik Yoga sengit lalu menoyor kepalanya. Kemudian berlalu begitu saja. Sedang Yoga sudah mencak-mencak dibangkunya.

Sepeninggal Andine, Dewa kini menatap sebungkus tissue dihadapannya dengan tatapan penasaran. "siapa sih?" gumamnya bertanya-tanya. Dia sama sekali tidak menggubris Reza yang masih berusaha menenangkan Yoga. Dia tenggelam dalam lautan kebingungannya sendiri.

Tapi tiba-tiba lamunan Dewa buyar, ketika ponsel dalam sakunya bergetar. Pemuda itu lalu mengeluarkan ponselnya dan menjadi terkejut ketika melihat nama abangnya tertera dilayar ponselnya yang menyala. Dewa pun menepuk jidat. Merutuki dirinya sendiri yang malah lupa menghubungi abangnya sesuai janjinya tadi. Tanpa menunggu lagi, Dewa pun segera mengangkat telepon itu sebelum abangnya marah sambil berjalan keluar sebab kelasnya terlalu bising. Mendadak lupa pada segalanya, termasuk pada tissue kecil yang pengirimnya membuat Dewa sempat penasaran setengah mati tadi.

***

Juna berjalan memasuki rumahnya yang megah. Langkahnya terbilang cukup cepat. Sedang wajahnya setengah gelisah setengah cemas. Tatapannya liar memandang sekitar berharap menemukan sosok yang sejak tadi mengusai pikirannya.

Ketika sedikit lagi mencapai tangga, Bi Sari terlihat menghampiri Juna. Perempuan paruh baya yang sudah bekerja pada keluarganya sejak Juna masih orok itu kemudian mengambil alih tas ditangan Juna demi membawakannya.

"Bi, Dewa di mana?" tanya Juna yang tak melihat Dewa berkeliaran di sudut manapun yang terlihat oleh kedua pandangannya saat ini. Juna tahu adiknya itu ada di rumah, sebab Dewa mengatakan bahwa dia akan langsung pulang setelah bubaran sekolah ketika Juna meneleponnya tadi. Dewa bilang dia agak sedikit tidak enak badan. Jadi tidak berselera nongkrong dulu seperti hari biasanya. Hal itu juga yang pada akhirnya membuat Dewa semakin cemas dan tidak bisa berhenti memikirkan sang adik. Belum lagi Juna memang sudah dikepung kekhawatiran pada adik satu-satunya itu sejak insiden Dewa mimisan pagi tadi.

DEWAJUNA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang