D E L A P A N : "Dia Tahu Namaku?"

1.2K 152 22
                                    

***

Dewa bangun dari tidurnya. Meski dengan mata setengah terbuka, tapi telinganya masih bisa mendengar sayup-sayup suara adzan Subuh berkumandang. Anak itu kemudian merentangkan kedua tangannya sambil menguap lebar-lebar. Sebenarnya dia masih ingin bergumul dengan guling dibawah selimutnya yang hangat. Tapi dia tidak mau digerebek sama abangnya karena tidak bangun untuk Sholat Subuh.

Dewa kemudian menggosok hidungnya pelan, karena merasa ada yang aneh. Hidungnya terasa agak tidak nyaman. Tapi ketika Dewa tak sengaja melihat jemarinya yang ia gunakan untuk menyentuh hidungnya, kedua matanya melebar seketika. Jantungnya serasa mencelos dari tempatnya sejak Dewa menyadari ada bercak darah pada jari putihnya. Kerongkongan Dewa tercekat. Dia ingin berdiri, namun gerakannya terhenti ketika dirasakannya darah menetes makin deras dari hidungnya sampai membasahi celana pendek yang dikenakannya.

Dewa segera menutup hidungnya dengan telapak tangannya, tapi dengan segara tangannya bersimbah darah. Perasaan panik makin tak keruan Dewa rasakan. Tangannya yang lain kemudian terulur demi meraih lembaran tissue yang mana kemudian dia gunakan untuk mengusap dan membersihkan darah yang masih terus mengucur.

Sadar bahwa darahnya tidak berhenti mengalir, Dewa bergegas ke kamar mandi. Di depan wastefel, Dewa membungkukkan badan, hanya untuk melihat bagaimana darah berjatuhan bagai hujan. Membuat wastefel putih itu kini berubah warna menjadi merah pekat. Tangan Dewa lalu memutar keran air sehingga darah itu larut bersama air yang mengucur dengan deras. Tapi seolah tak ada habisnya, bagaimanapun air menyapu darah tetap jatuh dari hidungnya.

Dewa makin panik saja. Sebab ini kali kedua dia mimisan seperti ini. Dan darah yang keluar lebih banyak dari sebelumnya. Oh tidak tidak. Sebenarnya ini bukan kali kedua dia mimisan. Beberapa minggu yang lalu ketika belajar untuk ulangan harian sampai larut malam, tiba-tiba dia dikejutkan dengan darah yang jatuh mengotori lembaran bukunya. Setelah Dewa cek, ternyata darah itu berasal dari hidungnya. Tapi Dewa pikir itu hanya karena efek kelelahan. Dia tidak berpikir aneh-aneh waktu itu, sebab sejak saat itu dia tidak mimisan lagi. Hingga pagi itu ketika berangkat bersama abangnya mimisan itu terjadi lagi. Dan sekarang, terulang kembali. Perasaan Dewa mulai ketar-ketir memikirkan apa yang sebenarnya terjadi padanya.

Beberapa saat mengurus mimisannya, akhirnya darah berhenti mengalir dari hidungnya. Dewa pun mematikan keran air lalu menatap pantulan dirinya di cermin. Bisa dia lihat wajahnya pucat. Tapi dia tidak mau mengakuinya. Lalu pandangannya jatuh pada lipatan sikutnya, yang bisa ia lihat ada memar di sana. Tangan Dewa kemudian menyingkap sedikit bajunya. Dan terlihat jelas di cermin bagian perutnya dipenuhi oleh memar. Seperti habis ditonjok oleh orang sekampung. Melihatnya, membuat perasaan Dewa makin tak keruan saja. Dia mulai takut bahwa semua yang dialaminya ini, adalah pertanda buruk.

Tapi Dewa lekas-lekas mengenyahkan pikiran buruknya. Dia tidak boleh larut memikirkan suatu hal yang belum pasti. Dia hanya harus menunggu hasil pemeriksaannya keluar. Dan dia harus meyakini bahwa hasilnya akan baik. Tapi perasaannya yang lain kini mulai mencemaskan hasil pemeriksaan itu. Bagaimana jika hasilnya buruk? Bagaimana jika ternyata Dewa sakit? Bagaimana jika ternyata dia mengidap penyakit yang parah?

Pemikiran buruk itu makin membuat Dewa gelisah. Kedua tangannya pun terangkat demi mengusak rambutnya frustasi. "Argh! Enggak, gue baik-baik aja! Lo sehat Dewa! Lo gak mungkin sakit! Yah! Lo sehat! Lo harus percaya itu! Lo sehat! Lo sehat!" Ucap Dewa penuh penekanan. Sambil memandang dirinya dicermin. Seolah dia tengah berbicara pada pantulan dirinya sendiri tersebut.

Setelah berusaha mengenyahkan pikiran negatif yang memenuhi kepalanya dalam sekejap, Dewa kemudian menghidupkan kembali keran air dan mulai berwudhu'. Selang beberapa saat dia selesai dengan aktivitasnya itu, lalu Dewa pun berjalan ke luar. Tapi alangkah terkejutnya dia karena ketika membuka pintu, tiba-tiba dia melihat abangnya sudah berdiri dihadapannya.

DEWAJUNA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang