BAB 10

340 49 0
                                    

***
Mata masih tertuju pada bocah yang berlaga sok jadi tuan rumah. Duduk di sofa dengan kedua kaki diangkat ke atas meja, tangan kanan memeluk toples camilan, tangan kiri memegang remote TV. Memang seperti nyonya saja laganya.

"Lily saja masih imut gemesin. Kenapa anak ini tak ada imutimutnya? Malah terlihat sebaliknya," gerutu Vio dari jauh.
Dia tak paham dengan maksud Haidar. Bisabisanya Vio ditinggalkan dengan Dara berdua di rumah. Begitu sampai rumah dia tak ikut turun malah pergi lagi dan hanya menitipkan Dara saja. "Apa Haidar merasa aku kekurangan pekerjaan sampai harus memberiku PR menyebalkan seperti ini?"

"Pelakor, aku haus!" teriak Dara membuat Vio kesal.

'Kau yang pelakor!' kutuk Vio. Tapi dia masih berbaik hati mengambil minuman untuk Dara. Sekesal apapun dia berusaha untuk tak kasar pada anak kecil, meskipun sesekali sikapnya tak bisa terkontrol.

Dengan sabar Vio menaruh jus di depan Dara. Percis di samping kakinya.

Prang!

Entah sengaja atau tidak Dara menyenggol gelas hingga jatuh.

"Kenapa kau menaruhnya di dekat kakiku?" marah Dara. Sebelum Vio bersuara anak itu sudah berbunyi duluan.

Vio mengetap gigi menahan marah, belum satu jam mereka serumah tapi sudah ada masalah seperti itu. Vio hanya bisa mengelus dada.

"Hatihati dengan kakimu, jangan diturunkan! Aku akan mengambil lap dan sapu dulu untuk membersihkan belingnya," ucap Vio lalu lari ke dapur.

Dengan cepat Vio membersihkan kekacauan.

"Kamarmu sudah aku siapkan. Ayo kita lihat!" ajak Vio setelah membuang beling.

"Hmm!" jawab Dara tanpa sedikit pun menoleh pada Vio.

Vio seperti dejavu teringat saat mengejar Haidar dulu. Sikap Dara percis sama, jawabannya selalu singkat dan dingin seolah tak peduli. Belum lagi ucapannya selalu menyakitkan hati. Memang pantas lah dia menjadikan Haidar panutan, sikapnya memang sebiji macam Haidar.

***

Di malam hari Haidar pulang. Vio tahu dia ke rumah sakit dulu melihat Yesha jadi begitu Haidar datang yang pertama Vio tanya adalah keadaan Yesha. Haidar bilang sudah tidak apaapa dan Vio lega.

"Dara sudah tidur?" tanya Haidar.

Vio mengangguk.

"Kalian tak bertengkar lagi?"

Vio menggeleng.

"Ibunya sedang sakit, aku harap kau bisa lebih toleran padanya!" pesan Haidar.

"Iya Abang. Aku tahu!"

Haidar berjalan ke kamar dimana Dara tidur. Vio hanya memperhatikan saja. Suaminya itu sangat sayang dan perhatian sekali pada Dara. Apakah dia akan seperti itu juga jika nanti mereka memiliki anak? Diamdiam Vio menyentuh perutnya. Entah kapan dia bisa mengandung anak Haidar.
Pasti rumah mereka akan meriah. Dia juga tak akan selalu kesepian jika Haidar oergi ke luar kota nanti.

***

Adzan subuh berkumandang, Vio mendapati diri tidur sendiri di kasur.
Dia baru ingat. Tengah malam Dara mengetuk kamar tidur mereka dan merengek tak bisa tidur karena takut tidur sendiri. Vio sudah mengajaknga tidur bertiga, tapi Dara menolak. Malah memaksa Haidar pindah ke kamarnya. Tak tahan dengan rengekan anak itu akhirnya Haidar pun menuruti keinginannya untuk pindah tempat tidur.

Mebuka kamar Dara, Vio melihat Haidar tidur memeluk gadis kecil itu. Sangat nyenyak sekali mereka. Meski tak tega tapi Vio tetap membangunkan keduanya untuk sholat subuh.

Bukan Salah Jodoh ✔Where stories live. Discover now