BAB 18

346 52 4
                                    

***
Suasana meriah wisuda perlahan menghilang saat orangorang silih berganti pulang. Baru membuka pintu mobil Vio melihat seseorang berdiri tak jauh darinya, sedang menatapnya.

"Vio!" panggil Yesha saat melihat Vio akan memasuki mobil.

Vio mengambil nafas dalam lalu berbalik dan menutup pintu mobil lagi. Tak ingin keluarganya mendengar apa pun.

"Ada apa?" tanya Vio.

"Selamat atas kelulusanmu!" Yesha menyerahkan bucket bunga besar pada Vio.

Mata Vio melirik tanpa ekspresi pada bunga itu. Dia mengambil bunganya dengan malas.

"Selama ini aku berusaha menemuimu tapi tak pernah bisa. Vio, ada yang harus kujelaskan padamu," ucap Yesha.

"Jika ini tentang pria itu, maka sebaiknya Kakak pulang saja!" kata Vio dingin. Dia sama sekali tak mau membahas hal tentang Haidar, menyebut namanya saja dia sudah tak sudi.

"Aku tak mau kau salah paham padaku. Jika kalian berpisah karena aku, aku minta maaf."

"Tak usah khawatir, aku tak suka menyalahkan orang lain atas semua hal menyakitkan yang kualami," balas Vio.

"Vio ... aku hanya ingin kau tahu bahwa aku dan Haidar tak mungkin bersama. Kam...."

"Keluargaku sudah lama menunggu!" potong Vio. "Aku sudah tak memiliki hubungan lagi dengannya. Dulu atau pun sekarang aku tak menyalahkan Kakak jika Kakak masih memiliki perasaan untuknya. Pada akhirnya kalian menikah atau tidak pun aku sudah tak peduli. Jaga diri Kakak, salam untuk Dara. Assalaamu'alaikum!" Vio pun masuk ke dalam mobil.

Lily di sebelahnya langsung memegang tangan Vio dan memeluk lengannya.

Bunga pemberian Yesha, Vio taruh di bawah kakinya.

Dia menatap kosong ke arah jalan. Haidar pernah menjadi obsesinya. Tapi sekarang itu hanya masa lalu.
Dan Ya, Vio tak akan menyalahkan apa pun dan siapa pun. Semua yang terjadi karena silap diri sendiri.

Dia tak pernah bertanya kenapa Tuhan menakdirkan hal seperti itu padanya. Vio sangat sadar, Tuhan sudah terlalu baik tapi dirinya yang lalai. Padahal sehari sebelum menikah Tuhan telah tanamkan banyak keraguan dan kegelisahan dalam hatinya tapi dengan satu pesan manis dia langsung luluh.

***

Ijazah masih belum diambil meski wisuda telah selesai. Jadi Vio belum bisa melamar kerja dan hanya menghabiskan waktu bermain dengan Alin dan Jingga.
Dalam beberapa hari ini Vio ikut sibuk mempersiapkan pernikahan Alin juga sebenarnya.

Awalanya Alin enggan membiarkan Vio membantu, takut sahabatnya itu akan sedih. Tapi ternyata Vio malah terlihat senang. Jadi biarkan saja, selama Vio bahagia.

"Besok acara siraman kalian pakai seragam juga ya," ucap Alin.

"Okay!" kata Vio dan Jingga kompak.

"Alin, kenapa sih harus libatkan janda itu?" salah satu wanita yang mungkin saudara Alin melihat Vio dengan sinis. "Kamu mau menikah, jauhi halhal tak baik."

Jingga akan bersuara tapi dipegangi Vio. Tanpa mempedulikan ucapan tersebut Vio terus mendata halhal untuk besok.

Alin memandang wanita yang bicara barusan. Entah siapa itu dia tak kenal. Dan entah darimana orang itu tahu tentang Vio. Sejak kapan keluarganya senang bergosip hidup orang lain?
"Vio, jangan dengarkan dia!" kata Alin tak enak hati pada Vio.

"Dengarkan apa? Memang barusan ada yang bicara ya?" tanya Vio purapura bingung.

Jingga hampir tertawa mendengar jawaban Vio. Untuk orang menyebalkan sebaiknya memang anggap saja tak ada. Kerja bagus Vio.

Bukan Salah Jodoh ✔Where stories live. Discover now