Luhan tak mengatakan apapun, tak melakukan apapun, hanya pupil matanya yang melebar dan tubuhnya yang gemetar yang menunjukkan bahwa ia mendengar kata-kata Sehun.
"Lepaskan kemejamu." Ulang Sehun
"Tidak." Suara Luhan tak lebih dari bisikan serak. Lalu ia menggelengkan kepalanya, berbicara lebih tegas. "Tidak, Tidak."
"Kalau kau tidak mau..."
Mata pisau setajam silet menimbulkan suara berdesing disarung kulit ketika Sehun menghunusnya. Luhan mundur selangkah. Dengan pisau ditangan kanannya, Sehun menjangkau Luhan dengan tangan kirinya. Luhan mengelak. Sehun menangkap segumpal rambutnya. Pria itu melilitkan rambut itu ditinjunya dan menariknya.
Rasa sakitnya membuat Luhan tak merasakan Sehun merobek kemeja flanelnya dari leher sampai bawah, tapi ia merasakan gerakan udara dikulitnya. Saat menunduk, ia melihat kemejanya telah tersingkap. Rasa kagetnya membuat jeritannya tercekat di tenggorokan.
Sehun melepaskan rambutnya, tapi Luhan terlalu terpana untuk mencoba lari. Sehun menangkap sebelah tangannya dan dengan sabetan pisaunya lagi, membuat luka di ibu jarinya sebelum dengan santai mengembalikan pisau itu ke sarungnya.
Luhan ternganga melihat darah yang mengalir dari luka di ibu jarinya. Tidak bisa berkata-kata dan terlalu terpana untuk bergerak, dia bahkan tidak melawan ketika Sehun melepaskan kemeja itu dari bahunya. Sehun mendorong lengannya yang lesu melalui lengan kemeja dan melepasnya.
"Sikap keras kepalamu menguntungkan bagi kami. Dengan merobek kemeja mu kelihatan jauh lebih baik." Sehun memijit ibu jarinya sampai darah mengalir deras di atas tangannya dan di pergelangan tangannya.
Pria itu menekankan kemeja tadi ke luka berdarah itu, menyeka darah dan mengoleskannya di kain flanel.
"Darahmu," kata Sehun. "Mereka akan mengujinya." Beberapa helai rambut Luhan masih melilit jemarinya. Sehun mengambilnya dengan hati-hati dan menyelipkannya di serat pakain itu.
"Rambutmu." Bibirnya melengkung sinis. "Mereka akan tahu pasti bahwa kau adalah korban tindakan kriminal yang biadab. "
"Wah, bukankah memang begitu?"
Sehun menatap payudara Luhan yang terbuka. Luhan memejamkan matanya, agak gemetar karena malu, mengetahui bahwa pria itu sedang memperhatikan putingnya mengencang.
"Mungkin memang begitu." Sehun melangkah lebih dekat, meraih tangan Luhan yang berdarah dan membawanya ke bagian bawah tubuhnya. Dia menempatkan nya di kejantanannya yang mengeras.
"Aku sangat bernafsu padamu, Nyonya Wu. Bagaimana kalau kita nodai kemeja ini dengan spesimen jenis lain? mereka takkan membutuhkan mikroskop untuk mengidentifikasinya."
Sehun menekan tangan Luhan dengan keras keras ditubuhnya. Luhan menjerit pendek dan menyentakkannya, ia menjerit kesakitan bukan protes atas kekerasan Sehun atau belaian yang dipaksakannya.
"Ada apa?" Suara Sehun berubah. Tidak mengandung ancaman lagi. Nada prihatinnya terdengar tulus. Matanya tidak lagi bersinar mengancam, bergerak mengamatinya.
"Tidak ada apa-apa," kata Luhan tersengal. "Tidak ada masalah."
Sehun mencengkeram lengannya. "Jangan berbohong padaku. Apa?" Dia mengguncang Luhan sedikit ketika Luhan meringis, Sehun segera melonggarkan cengkeramannya. "Tangan kamu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Tawanan (HunHan Gs)
RomanceHunHan gs Vers 18+ Setelah perceraiannya akhirnya beres, Wu Luhan mengira ia bisa hidup tenang. Tapi ia dan Ziyu, anaknya, diculik dari kereta api yang mereka tumpangi, dalam perjalanan liburan ke Barat. Oh Sehun, kepala suku Indian, menyandera Luh...