Bab 7

214 29 1
                                    

"Berjalan kaki?"

"Benar. Ayo jalan." Sehun mengencangkan lututnya dan kudanya mulai bergerak maju.

"Tapi perkampungan jaraknya beberapa kilo meter dari sini."

Dengan tangan dan telunjuk lurus, Luhan menunjuk ke arah itu. Sehun menyipitkan matanya seolah mengukur jaraknya.

"Kurasa sekitar empat kilometer."

Luhan menurunkan lengannya dan bersedekap. "Aku takkan melakukannya. Meskipun menggunakan kekuatan fisik, kau tidak dapat membuat aku mengambil satu pun langkah. Aku akan menunggu Johnny datang, lalu naik truk kembali bersamanya. "

"Aku sudah memberitahumu lebih dari sekali untuk tidak meremehkan aku." Suara pelan Sehun terdengar mengancam.

"Kau sudah mengambil keuntungan dari kemalangan Johnny sebelumnya, Ya, aku melihat kau mengawasinya saat dia meninggalkan gudang tadi malam. Ku pikir kau akan mencoba sesuatu keterlaluan seperti ini. Tetapi apakah kau akan memanfaatkan anak malang seperti Johnny lagi? Apa yang ada di dalam pikiranmu, membujuknya dengan janji semua wiski yang bisa dia minum sebelum dia mati? Tidak, tunggu, lebih merupakan gayamu bila menawarkan seks untuk ditukar dengan kebebasan mu."

"Kau menjijikkan. Berani benar kau berbicara begitu padaku?"

"Dan beraninya kau menganggap kami tidak punya otak? Apakah kau benar-benar berpikir kau bisa menyelinap melewatiku?"

"Kau? Tadi kau tidur di bawah pohon?"

"Itu aku, tapi aku tidak tidur. Setengah mati aku menahan tawa. "

"Aku tidak tahu kau bisa tertawa."

Ejekan itu mengena. Rahang Sehun mengeras. "Aku tertawa waktu kau menjalankan truk itu. Kalau kau tidak membuat ku merasa begitu terhibur, aku akan meninggalkanmu di sini untuk makanan burung bangkai. Mungkin seharusnya begitu. Kau pantas mendapatkan yang lebih baik. Ibu seperti apa yang  menipu anaknya dengan berpikir bahwa dia sedang bermain permainan?"

"Ibu yang mati-matian berusaha melarikan putranya dari orang jahat, fanatik, gila," teriak Luhan pada Sehun.

Sehun tak bergerak, dia mengangkat dagunya ke arah perkampungan.

"Ayo berangkat."

Dia menggerakkan kudanya ke depan. Luhan tetap berdiri ditempatnya, ekspresinya keras. Dia akan berdiri di sana sampai membatu jika dia tidak memikirkan Ziyu. Dia menjadi panik setiap kali dia hilang dari pandangannya. Sepanjang Ziyu bersamanya, dia bisa mengendalikan nasib anak itu. Tetapi bila mereka berpisah, Luhan tak bisa memikirkan hal lain kecuali betapa genting situasi mereka.

Debu berterbangan ketika Luhan membalikkan tubuhnya dan mulai berjalan ke arah perkampungan.

Dia tidak berhati-hati di tanah yang tidak rata sama seperti dilakukannya sebelum matahari terbit. Batu-batu berguling di bawah sepatu tenisnya, hampir membuatnya terkilir. Dia seharusnya memperlambat langkahnya, tapi dia menyadari derap kaki kuda di belakangnya. Mata Sehun seperti melubangi  punggungnya. Luhan bisa merasakan tatapan Sehun di sana. Seperti namanya, Sehun mengawasinya. Saat diawasi dengan ketat seperti ini, Luhan tampak berani. Harga diri memaksanya bergerak maju.

Ia mengabaikan kakinya yang melepuh dan keringat yang berkumpul di sekeliling pinggangnya, dan rasa gatal yang ditimbulkan rambutnya di lehernya. Napasnya semakin tersenggal setiap langkah yang dia ambil. Dia terbiasa berolahraga, tapi tidak pada ketinggian seperti ini. Udara yang tipis mulai menunjukkan pengaruhnya.

Sang Tawanan (HunHan Gs)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang