Epilog

424 40 4
                                    

"Dia tampan, ya?"
Luhan meratakan puncak kepala putranya yang baru lahir. Puncak kepala itu tertutup rambut lurus dan gelap.

"Untuk seorang blasteran, dia boleh juga."
Luhan menepis jari Sehun yang membelai pipi bayi itu. "Jangan berani-berani berkata seperti itu tentang putraku."

"Putra kita," koreksi suaminya sambil tersenyum sayang. Ia menaruh kembali jarinya dipipi bayi itu. Pipi bayi itu kembang-kempis saat ia mengisap susu ibunya. "Dia tampan, bukan?"

Wajah Sehun tampak takjub dan terpesona. Romannya kaku seperti biasa. Itu tidak berubah. Tapi berbeda dengan setahun yang lalu, raut wajahnya lebih sering tampak lembut sekarang ketika ia tertawa melihat tingkah Ziyu, ketika ia bercinta dengan Luhan, ketika mata mereka bertemu di tempat umum dan mereka hanya bisa mengutarakan cinta mereka tanpa suara.

"Memang, tapi aku sudah melihat temperamenmu pada dirinya." Luhan menarik bayi itu dari dadanya. Kepalan anak itu meninju udara dan wajahnya tampak berkerut tidak senang. "Tenang, kau sudah selesai disisi itu," hardik Luhan lembut saat ia memindahkan anak itu ke dadanya yang lain. Anak itu memagut putingnya dan mulai mengisap dengan bersuara.

Sehun tersenyum melihat anaknya minum dengan penuh semangat. "Kalau dia terus makan seperti itu, dia akan tumbuh menjadi gelandang tengah,"

"Kukira Ziyu yang akan menjadi gelandang tengah,"

"Ada dua orang pada setiap tim penyerang, kita bisa tambah dua anak laki-laki lagi dan menguasai seluruh lapangan belakang. Kita akan menjual mereka pada tim NFL yang menawar paling tinggi."

"Apa pendapatku didengarkan dalam masalah ini?"

"Kau bisa berkata tidak setiap malam saat aku mengajakmu bercinta." Sehun membungkuk dan menyapukan ciuman dibibir Luhan. "Tapi kau tak pernah melakukannya."

Luhan menurunkan bulu matanya. "Kau kasar sekali menyebutkannya Mr. Oh."

Saat itulah perawat rumah sakit datang sambil membawa vas berisi bunga mawar. "Bunga lagi?" Katanya pada Luhan sambil meletakkannya di atas meja. "Bagaimana keadaannya?" Ia menjenguk dari balik bahu Sehun.

"Kurasa akhirnya dia sudah kenyang." Luhan memandangi putranya dengan sayang. Bayi itu sudah berhenti mengisap dan tertidur dengan puas.

"Aku akan membawanya kembali ke kamar anak."

"Tunggu sebentar." Sehun menyelipkan tangannya ke bawah putranya dan mengangkatnya. Ia memberikan ciuman lembut didahi bayi itu, mencium pipinya, dan mengagumi wajah yang pulas dan tubuh yang kuat itu sebelum menyerahkan anak itu pada si perawat.

Ia mengantar mereka ke pintu seolah ingin melihat mereka pergi dengan selamat ke kamar anak-anak. Ketika ia berbalik kembali ke tempat tidur, ia terkejut melihat mata Luhan berkaca-kaca. "Ada apa?"

Luhan terisak. "Tidak apa-apa. Aku hanya berpikir betapa besar aku mencintaimu." Sehun duduk dan menciumnya lembut. "Ciuman itu dari Ziyu, yang ingin tahu kapan kau akan membawa adik bayinya pulang."

"Katakan tinggal dua hari lagi. Bagaimana keadaannya?"

"Sibuk membuat gambar untukmu, yang dijanjikannya akan selesai besok."

Luhan tersenyum. "Aku tidak sabar melihatnya. Dari siapa bunga-bunga itu?"

Sehun membaca kartu yang menyertainya. "Kai dan Kyungsoo, aku yakin itu ide Kyungsoo. Kai kesal karena berat anakku waktu lahir lebih berat dari anaknya."

"Aku tahu itu." Luhan mengernyit, meletakan tangannya di atas perutnya yang rata.

"Apakah kau merasa sakit?" tanya Sehun, mulutnya menegang. Karena ibunya meninggal saat melahirkan, Ia mencemaskan kesehatan Luhan selama masa kehamilannya. Pada hari ia mengantar Luhan dengan mobil ke rumah sakit di kota, ia jauh lebih mengkhawatirkan persalinan itu dibandingkan Luhan sendiri.

"Tidak, aku tidak merasa sakit." Luhan meyakinkannya. "Aku hanya menggodamu."

Ia menepiskan rambut dari dahi Sehun. Pada mulanya setelah mereka menikah, ia merasa ragu untuk mengungkapkan kasih sayangnya secara terbuka kepada Sehun kecuali bila mereka berada di tempat tidur. Namun ia segera mengetahui bahwa Sehun menikmati belaian spontannya, mungkin karena pria itu hanya mendapatkan sedikit kasih sayang selama hidupnya.

"Kai masih tidak menyukaiku," kata Luhan sambil memandang mawar-mawar itu.

"Kau istriku."

"Artinya?"

"Jika seorang wanita tidak tinggal didapurnya dan di tempat tidurnya, dia tak peduli pada wanita itu. Kau salah mengartikan ketidakpeduliannya sebagai rasa tidak suka. Aku tahu sebenarnya dia menghormatimu."

"Sikapnya padaku sudah lebih baik sedikit-sedikit saat dia menjadi yakin aku takkan menjauhkanmu dari reservasi."

Sehun membelai lehernya dengan punggung jemarinya. "Dia bisa melihat pada malam pertama aku naik ke bak mobil bersamamu dan menempelkan pisau dileher mu seberapa besar daya tarik mu."

Melahirkan membuat emosi Luhan tidak stabil. Saat hampir menangis lagi, ia mengalihkan percakapan dari kehidupan pribadi mereka. "Aku senang melihat rumah baru mereka untuk Kyungsoo. Mereka membutuhkan ruang tambahan untuk keluarga mereka yang semakin besar."

"Mereka menjadi makmur tahun ini. Kami semua hidup makmur. Terima kasih karena kau telah mengembalikan tambang itu kepada kami," tambah Sehun pelan.

"Aku hanya melancarkannya saja. Kemampuanmu membujuk lah yang membuatnya terjadi."

Sehun meletakan lengannya pada bantal di belakang Luhan dan mencondongkan tubuh ke arahnya. "Sudahkah aku berterima kasih padamu?"

"Paling sedikit sejuta kali."

"Terima kasih sekali lagi," Sehun menciumnya dengan manis dan tulus. "Ciuman itu dari ku."

"Kupikir aku merasakan sentuhan istimewamu di baliknya."

"Sudahkah aku menyebutkan betapa aku merindukanmu, betapa kosong tempat tidurku tanpa dirimu, betapa besar aku mencintaimu?"

"Hari ini belum."

Sehun menciumnya lagi, ringan sampai memanas. Sambil mengerang penuh kerinduan, bibir Sehun melumat bibir Luhan. Ia menyentuh payudara Luhan dengan mesra dan posesif. "Aku senang melihat putraku menyusu."

"Aku tahu, aku senang melihatmu melihatnya."

Mata Sehun terangkat ke mata Luhan penuh tanda tanya. Mereka berpandangan beberapa saat. Lalu Luhan meletakan tangannya dibelakang kepala Sehun dan menariknya turun.












.
.
.

END

.
.
.










Sang Tawanan (HunHan Gs)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang