Bab 10

327 32 8
                                        

Kemungkinan berendam di air panas yang berbuih itu sangat menyenangkan adalah salah satu yang menyenangkan. Sudah beberapa hari ini Luhan tidak merasakan mandi sungguhan. Dia tidak ingin mandi di air sungai yang dingin, jadi, sejak penculikannya, dia terpaksa mandi dengan menggunakan spons dan baskom berisi air.

"Kau mau masuk?" Sehun bertanya.

"Ya," seru Luhan penuh semangat. Kemudian, dengan lebih tenang dia menambahkan "kalau boleh."

"itu sebabnya aku membawa mu kesini. Mungkin air panas akan menjernihkan kepala mu dan merendam rasa dingin dari tulangmu."

Luhan melangkah maju menuju kolam sebelum dia menyadari dia masih berpakaian lengkap. "Bagaimana dengan pakaian ku?"

"Buka saja."

"Aku tidak mau."

"Nanti pakaianmu akan basah."

Sehun mulai membuka kancing kemejanya. Ketika dia melengkungkan ke bahunya dan menarik kemeja dari ikat pinggangnya, Luhan mengalihkan pandangannya, tahu benar bahwa pria itu mencoba untuk mengintimidasinya. Dia tidak akan membiarkannya. Dengan penuh semangat Luhan membuka sepatu kets dan melepas kaus kakinya, dengan hati-hati meletakkanmereka di atas batu yang kering dan rata.

Dia membuka roknya dan membiarkannya jatuh di sekitar kakinya, lalu melangkah keluar dari situ. Kemeja kebesaran mencapai tengah pahanya, cukup menutupi tubuhnya.

Mendengar suara ritsleting Sehun terbuka di antara gemericik air, Luhan bergerak maju secepat yabg dimungkinkan tanah yang berbatu, dan melangkah masuk ke dalam kolam. Dia berteriak pelan. Air itu terasa menyengat kakinya yang dingin, tapi dia memaksa dirinya untuk melangkah masuk. Setelah beberapa detik dia menjadi terbiasa dan menurunkan tubuhnya sampai airnya menggelegak di sekitar pinggangnya, lalu bahunya. Akhirnya dia berendam seleher dalam sensasi yang nikmat.

Bak mandi air panas buatan manusia harus memiliki ribuan mesin untuk menyamai yang satu ini, pikir Luhan. Dari semua arah air terpancar ke arahnya, memijat rasa sakit dari otot-ototnya, melumasi persendiannya yang kaku, dan menghangatkan kulitnya yang beku.

"Kau suka?"

Luhan takut untuk menoleh dan menatap Sehun, tapi dia mencobanya dan merasa lega menemukan bahwa Sehun juga berendam sampai ke dagunya di dalam air. Di bawah permukaan yang bergolak, dia tahu pria itu telanjang. Dia berusaha untuk tidak memikirkannya.

"Luar biasa, Bagaimana kamu menemukannya?"

"Kakekku biasa membawaku kesini setelah berburu seharian. Lalu waktu aku mulai besar, aku membawa gadis-gadis kemari."

"Kurasa aku tidak perlu bertanya untuk apa."

Sehun justru menyeringai. "Air ini punya cara sendiri untuk mencairkan pengendalian diri. Setelah beberapa menit gadis-gadis itu lupa bagaimana caranya mengatakan tidak."

"Apakah mereka banyak?"

"Gadis-gadis?" Sehun bertanya sambil mengangkat bahu. "Siapa yang menghitung? Mereka datang dan pergi. "

"Dalam jumlah yang memadai?"

Tawa Sehun pelan dan mengejek diri sendiri. "Untuk seorang anak muda, apakah ada kata cukup? "

Sang Tawanan (HunHan Gs)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang