“Gedek gue sama lo, orang baru pulang juga. Capek tau gak!” Gerutu Luna yang berjalan mendekati Adit di luar Rumahnya.
Bagaimana dia tidak marah, karena Adit datang ke Rumahnya dengan pakaian santainya, mengajak dirinya keluar---yang katanya ingin mecari Novel.
“Ya… bentar doang kok, Na. Ayoklah udah repot-repot aku kesini. Itu Ayah kamu udah nunggu.”
Terpaksa Luna ikut pergi tanpa mengganti baju. Dirinya terlalu malas untuk repot-repot mencari baju, toh Adit hanya mencari Novel.
Selama perjalanan tak pernah lepas dari gerutuan Luna. Adit hanya bisa membalas seadanya tanpa perduli, sedangkan Pak Didi hanya terkekeh mendengar celotehan anaknya.
Hingga...
“Dit, itu… Arven bukan?”
Adit yang mendengar nama itu pun menoleh ke mana arah mata Luna melihat. Tak jauh dari Mobilnya Nampak jelas sosok Arven yang sedang mendorong Motor besarnya. Sepertinya Arven habis dari latihan Basket karena baju yang dia kenakan.
“Pak, samperin orang itu ya!” Seru Adit.
“Baik, Den.” Balas Pak Didi, sedangkan Luna hanya memutar bola matanya malas. Sepertinya misi pendekatan sedang berlangsung.
“Kak Arven? Kakak kenapa?”
“Adit?” Arven seketika berhenti, perasaan lega langsung dia rasakan. “Motor gue mogok, eh gak nemu-nemu bengkel lagi.”
Adit berinisiatif untuk turun, namun sebelum itu dia berbicara pelan kepada Pak Didi dan Luna.
“Pak, nanti ngikutin aja aku dari belakang ya. Aku mau bantu Kakak kelas aku dulu.”
“Wedehhh, gercep nih.” Celetuk Luna.
“Berisik!” Setelah itu Adit keluar dari Mobil.
“Itu siapa, nak?” Tanya Pak Didi.
“Oh, itu Kakak kelasnya. Terkenal lho Yah! Makanya si Adit ngotot nolongin, secara penggemarnya sih.” Mulut Luna tidak bisa untuk julid.
Sedangkan Arven melihat Adit yang berjalan mendekatinya. Adit terlihat seperti anak kecil saat ini, menggunakan kaos Putih lengan panjang dan celana pendek katun. Untuk kakinya, sangat putih.
“Terus udah telpon orang Rumah, Kak?”
Arven menggeleng dan menunjukkan ponselnya yang gelap. “HP gue lowbat.”
Adit langsung saja merogoh saku celananya dan mengambil ponsel miliknya. Lalu dia menyodorkan ponselnya ke arah Arven. “Nih pakek HP aku aja, Kak.”
“Thanks ya, Dit. Ah... lega gue rasanya.” Arven lalu mengetik nomor untuk dia telepon.
Adit sungguh senang karena sudah menolong Arven. Namun mengapa dia tak mau Arven cepat-cepat pulang? Rasanya Adit ingin Arven masih bersamanya.
“Em, Kak. Gimana panggil orang bengkel aja. Motornya taroh sekitar Café ini. Aku ada Om yang punya bengkel.”
Arven terdiam dan menatap Adit yang tengah memberi usul. Bimbang, apa dia ikuti kata Adit tadi? Tetapi dia juga malas menunggu disini.
“Boleh juga, ya udah mana bagusnya. Tapi makasih sekali lagi ya, Dit. Gak tau kalo lo gak ada tadi, bakal pulang jalan dorong Motor ini mah. Hahaha…”
Adit ikut terkekeh pelan. “Sama-sama, Kak. Ya udah aku telpon Om dulu.”
Setelah itu Adit langsung menghubungi Omnya itu yang ternyata setuju dan akan mengambil Motor milik Arven. Beruntung Omnya memiliki bengkel yang cukup bagus, jadi soal mengambil Motor tidak masalah. Hebat ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Someday
Novela Juvenil'Mengagumi dirimu, hanya membuat hati perih, namun tetap aku nikmati.' Terkadang, Adit harus menerima kenyataan bahwa apa yang menjadi keinginannya tak sepenuhnya terpenuhi. Arven hanya sosok kesempurnaan yang bisa ia kagumi dari jauh.
