keluarga beranak tujuh

2.2K 288 103
                                    

.

.

.

Pagi itu sebenarnya hari yang tenang. Tapi harus rusak karna tiba tiba ada adegan bertumbuk ria, antara dua anak sulung disalah satu keluarga salah satu komplek kota Solok.

Keseharian ini sudah biasa. Sangat sangat biasa. Tetangga juga memakluminya.

"TAUFAN BALIKIN TAS GUE WOY"

"Ganti dulu skeatboard gue!"

"Bukan gue yang ngumpetin astaga Taufan!"

"Kemarin kan lo pinjem!"

Ayah Amato, yang baru aja duduk manis dikursi makan, mejamin matanya buat nahan emosi.

Kesel, bukan marah.

"Kalian tuh udah mau masuk SMA kok tingkahnya kaya bocah tk?" pedes banget emang yah tuh mulut.

Ini Ice, si pemilik mulut terpedas dikeluarga Ayah Amato ini. Di KK dia ada dinomor urut ketujuh, otomatis dia anak kelima. Masih SMP mau naik kekelas delapan dia.

"Heran sih aku, kok bisa mas Hali sama bang Taufan ribut mulu tiap hari, ada jadwalnya lagi" ujar sianak tengah sambil ngambil sepotong ayam yang udah dimasakkan oleh ibu tercinta.

Yang anak tengah itu namanya Blaze. Kakak kembarnya Ice. Anaknya bandel nurun ibunya, juga kakak keduanya. Pokoknya jangan disatuin deh, ntar malah pecah kepalanya mikirin tingkah tuh dua anak.

"Kenapa harus heran, kan mereka tubir karna dipancing bang Taufan"

Ini Solar. Si anak bungsu. Masih SD bos, mau naik kelas enam. Tapi jangan salah, otaknya lebih pinter daripada Blaze sama Ice. Kasih aja soal tentang listrik statis, duh langsung dijawab sama dia.

"Eumm, kenapa tiap Thorn baru bangun, selalu aja ada pertengkaran"

Ini nih, kakaknya Solar tapi si Solar ngerasa ini adeknya. Namanya Thorn, kembarannya Solar. Si anak polos kesayangan keluarga. Meski ga sepinter Solar, Thorn kalau dikasih soal buat anak seumurnya mah bisa.

Turunan Ayah Amato kan bibit unggul semua, ye gak? Iye lah.

"Ayah ga mau loak mereka dipasar?"

Ini si anak ketiga. Bungsu dari kembar tiga nih. Satu satunya yang bisa ngeredain pertengkaran kakak kembarnya, selain ibu mereka.

"Mulutmu kak" itu Ibu yang abis naro nasi goreng diatas meja. Terus duduk disamping Gempa.

"Mas Hali, bang Taufan! Sarapan"

Dua anak tampan yang lagi adu bacot diruang tengah langsung ngibrit keruang makan. Takut disemprot ibu tersayang.

"Udah diem!"

Dua anak yang baru mau rebutan langsung kicep denger Gempa buka suara.

Emang ya, tipe kakak takut adek.

Ga kek aku, tipe kakak suka babuin adek.

Kalian tim mana nih?

"Mumpung kalian disini, ayah sama ibu mau bilang sesuatu sama kalian bertiga"

Semua kepala anaknya terangkat, nunggu bapak negara lanjutin ucapannya.

"Ga terasa ya, mas Hali, bang Taufan, kak Gempa, udah mau SMA aja, perasaan ayah baru kemarin kalian bisa jalan terus teriak teriak seneng punya adek kembar"

Halilintar, sisulung langsung meringis. Merasa menyesal karna dulu seneng banget punya adek kembar ternyata yang satu aktif parah, yang satu pedes parah. Ditambah dua taun abis mereka lahir, lahir lagi sianak kembar. Yang satu polos kelewatan, yang satu alay kelewatan.

Kok bisa dia hidup diantara enam bujang yang jadi adeknya?

"Makasih ya, kalian udah buat ayah bangga, ngeborong banyak piala, terus borongin peringkat juga. Kalian emang anak anak ayah yang pintar"

Tiga anak sulungnya udah kesenengan dipuji ayah. Ya gimana ya, pujian ayah itu meski sering banget mereka dapet, tetep aja bikin hati berbunga.

"Ayah juga senang karna guru guru disekolah kalian bilang, kalian bertingkah laku baik. Selalu nurutin guru, bantuin guru. Meski Taufan termasuk orang paling banyak namanya di list langganan BK"

Taufan keselek air yang lagi diminumnya. Blaze disebelahnya langsung nolongin sang abang yang sepertinya tengah kesulitan.

Bukan sepertinya, tapi emang.

Halilintar mau ketawa aja udah. Tapi kecil aja, ga segede biasanya, inget, masih ada ibu.

"Udah Fan?"

Taufan mau nangis aja rasanya. Dia hampir isdet loh gara gara keselek, lah si mas sulung malah nanya itu. Mengkesel lah si Taufan pokonya.

"Ck apa sih lo!"

"Udah ya, ayah belum selesai"

Keduanya auto kicep. Terus balik fokus ke bapak negara.

"Oke lanjut. Jadi, ayah harap kalian bisa gapai cita cita kalian, Hali yang tetep megang perusahaan ayah, Taufan yang mau buka usaha dan Gempa yang mau jadi dokter bedah, doa ayah sama ibu selalu disampaikan, kalian juga berusaha oke, ingat kata pak habibie, 'Kegagalan hanya ada jika kita menyerah', seberat apapun masalah kalian, ingat, masih ada ayah dan ibu disini, juga masih ada sajadah untuk bersujud"

Taufan rasanya mau mewek aja. Dia masih inget waktu ayahnya nunjuk dia sebagai pewaris perusahaan, dan dia nolak keras hal itu. Akhirnya juga Hali yang turun tangan. Dan Hali jadinya ninggalin cita citanya buat buka usaha restoran.

Gempa noleh ke ibunya, yang lagi ngusap sayang kepalanya.

Halilintar sendiri masih natap kosong ayahnya. "Ini kita kaya dikasih amanah sebelum merantau"

"Emang iya"

"HAH?!"

Tiga anak tertua dikeluarga itu langsung teriak sambil gebrak meja.

"Capek tau ayah ngeliat Hali sama Taufan tengkar terus, mana yang katanya kalian berbuat baik? Juga pusing ayah liat Gempa ngomel terus kekalian berdua, jadi ya ayah sama bunda mau ngirim kalian ketempat kakek"

Dan disini mereka gatau harus senang apa sedih. Senang karna bakalan ketemu sang kakek, sedih karna tertampar.

Ya gimana ya, abis dibawa terbang sama kata kata manis ayahnya, langsung dihempasin gitu aja sama kalimatnya barusan.

"Ayah ga nerima penolakan, kalian tinggal dikampung oke"

Ketiga sulung itu cuman bisa ngangguk pasrah. Toh gapapa, sekolah mereka tetep elit kok, kan kampung mereka salah satu kota besar juga.

"Kapan kita kesana sama daftar sekolah?"

Ayah menatap ketiga anaknya bergantian. Terus senyum.

"Besok"

.

.

.

Aku make daerah aku ya, soalnya ga terlalu tau tentang kota kota luar:D

[00] Kisah Tiga Bujang Tampan . melokalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang