Matahari menyingsing dari ufuk timur, memperlihatkan cahaya jingga yang mempesona, dengan garis awan yang melintas di atas sana. Kicauan burung memenuhi indra pendengaran bagaikan lagu yang mengalun lembut di pagi hari. Sayangnya kicauan itu terhenti, sepertinya burung malang itu tersedak lalat.
"Aniki!" Amel berteriak saat melihat Ren melempar hoodie yang ia gunakan ke sembarang arah, membuat barang itu jatuh di ambang pintu.
"Hm?" Ren memandang malas wajah murka Amel.
"Jangan simpen sembarangan gitu. Nanti kalau kotor gimana?"
Ren hanya mengedikan bahu acuh. Kembali melihat siaran Televisi, sesekali menyesap teh ocha di depannya. Sedangkan Amel hanya dapat menghela napas pelan, menggumamkan beribu kata istigfar.
>Arigatou, Minna<
Bagian 8 : Aniki
>Happy Reading<Satu minggu berlalu sejak saat itu, Amel kian dekat dengan Ren. Bahkan Ima selaku Ibu dari dua anak itu ikut bahagia. Mereka banyak menghabiskan waktu bersama saat luang.
Seperti sekarang, mereka tengah berkumpul di ruang keluarga, duduk dengan kotatsu diantara mereka. Ditemani secangkir teh ocha buatan Ima.
"Hey Miya, kamu gak ada niatan tinggal disini lebih lama gitu?"
Amel menggeleng pelan. Netra nya sibuk melihat gumpalan asap yang menguap dari teh ocha dalam genggamannya.
Lucu memang, musim panas malah minum teh panas. Salahkan Ren yang merengek ingin teh hijau ini, jadi Ima terpaksa membuatkannya. Dan ya ... Ima membuat lebih dan berakhir mereka semua meminumnya.
"Aku mau memperdalam ilmu agama di Indonesia. In syaa allah kalau aku masih di beri umur, mungkin kuliah aku balik lagi kesini."
Terdengar suara helaan napas yang keluar dari bibir Ren. "Lama dong?"
Mendengar itu, Ima terkekeh pelan. Perlahan tapi pasti, Ren mulai membuka diri pada mereka. Berani bercerita kala hati gundah. Memperlihatkan raut yang tak pernah dilihat Ima.
"Aniki sendiri yang bilang, kalau aku harus jadi wanita luar biasa kalau mau tinggal sama kalian."
Ren meringis dalam hati. Jadi Amel masih mengingat perkataannya kemarin sore?
<<<<<
"Ne ne Aniki, kalau aku pindah sekolah disini gimana?"
Bibir bergumam sebagai jawaban. Tak mau mengalihkan atensi dari Televisi besar yang tengah memperlihatkan game yang ia mainkan. Karena jika ini kalah, ia harus mengulang dari awal dan itu memakan cukup banyak waktu.
"Aniki!"
Karena Ren tak kunjung menjawab, Amel mulai mendekat. Duduk di bibir ranjang seraya memukul lengan Ren dengan kesal. Walau harus merangkak agar sampai menuju tubuh Ren yang terduduk di tengah ranjang king size milik si pemuda.
"Apa sih?"
Kontrol game ia simpan asal di atas ranjang, menoleh dengan raut tak terima.
"Kalau aku sekolah disini gimana?"
Ren terdiam sebentar. Menatap lekat iris coklat sang gadis yang sangat jernih, bahkan Ren bisa melihat pantulan dirinya di sana.
"Ck. Menyusahkan."
Sebelah alis Amel terangkat, tak paham dengan ucapan Ren. "Ha? Maksudnya apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Arigatou, Minna
Fiksi Remaja[Follow Sebelum Baca!] "Ingat? Dulu aku pernah bilang "Takdir, jodoh dan maut hanya Tuhan yang tau". Sekarang Kakak tau 'kan makna dari kata itu? Semua hal yang sudah di gariskan untuk kita, tidak akan pernah tertukar walau jalannya berputar." ⚠️ Ha...