Suara langkah kaki terdengar menggema di sepanjang koridor yang sepi mengingat memang sekarang sudah jam tidur.
Suara langkah kaki itu terus menggema di koridor menemani seorang gadis berhijab merah muda yang sedang menyusuri koridor.
Langkahnya terhenti ketika menyadari masih ada orang lain yang beraktivitas saat ini. Kakinya memilih berjalan mendekati sosok itu yang terlihat sedang berdiam diri.
"Halilintar? Kau.. tidak tidur?" Sosok itu tersentak ketika mendengar gadis itu menegurnya. Sosok itu terlihat meneguk sebotol air yang ia bawa sebelum menatap gadis itu dengan tatapan datar.
"Kau sendiri?" Sosok yang di ketahui bernama Halilintar itu memilih melontarkan pertanyaan daripada membalas perkataan gadis itu.
Gadis itu terdiam. Matanya mulai bergerak gelisah dan berusaha keras menghindari bertemu pandang dengan Halilintar.
"Aku.. baru saja selesai dari misi" gadis itu terlihat bergumam ragu walaupun begitu apa yang dikatakannya masih bisa di dengan dengan baik oleh Halilintar.
"Lagi?" Gadis itu mengangguk pelan. Ia benar-benar tidak mungkin bisa melawan Halilintar saat ini.
"Berhentilah melakukan misi tanpa henti Yaya! Kau juga manusia yang bisa merasakan lelah!" Kalau boleh jujur Halilintar benar-benar jengkel dengan apa yang di lakukan gadis itu.
Sedangkan gadis berhijab bernama Yaya itu hanya diam. Kepalanya menunduk dalam dengan tangan yang mengepal. Dirinya benar-benar tidak terima dengan perkataan Halilintar.
"Tapi Hali--"
"BERHENTI MENJADIKAN MISI SEBAGAI ALASAN! KAU PIKIR AKU TIDAK TAU TUJUAN MU MELAKUKAN SEMUA MISI ITU!" Yaya terdiam ketika Halilintar membentaknya. Ini bukan pertama kalinya bagi Yaya. Bahkan saudara Halilintar yang lain pun sudah sering mengatakan hal itu.
"Aku sudah bilang bukan? Aku tidak akan berhenti melakukannya" Yaya tetap teguh dengan pendiriannya. Halilintar tau apa yang ia katakan hanyalah angin lewat untuk gadis itu.
"Hanya di saat misi Hali! Aku bisa--"
"Mencari Taufan?" Perkataan Yaya di potong begitu saja oleh Halilintar. Gadis itu mengeratkan kepalan tangannya. Semua misi yang ia lakukan memang hanya untuk mencari Taufan.
"Sudah 5 tahun berlalu Yaya.. dia sudah--"
"Dia masih hidup Hali!"
"BUKALAH MATAMU YAYA! KAU LIHAT SENDIRI BUKAN?! DIA SUDAH TIADA! MENJADI SERPIHAN CAHAYA! DAN SAAT ITU KITA BERADA DI SANA YAYA! MENYAKSIKAN SEMUANYA TERJADI!"
"Kau salah Hali.. dia masih hidup.. aku bisa merasakannya" Halilintar lelah. Jawaban yang Yaya berikan selalu sama. Tidak pernah berubah.
"Terserahmu saja" Halilintar memilih pergi ke kamarnya. Meninggalkan Yaya yang hanya diam berdiri di tempatnya.
"Kau sendiri berusaha menyangkal kematiannya bukan?" Langkah Halilintar terhenti. Manik ruby miliknya menatap Yaya dengan tatapan tajam.
"Apa maksudmu?" Halilintar mendesis namun itu tidak sedikitpun menyurutkan keberanian Yaya.
"Aku bilang kau sendiri juga menyangkal kematian Taufan bukan? Kalau tidak untuk apa kau berada di ruangan ini?" Halilintar kehabisan kata-kata. Ia tidak bisa menyangkal perkataan Yaya.
Ruangan ini. Ruang latihan Taufan. Tapi sayang sekali, anak itu bahkan sudah menghilang menjadi serpihan cahaya saat pembangunan ruangan ini. Walaupun begitu, Halilintar tetap meminta kepada laksamana Tarung dan komandan Kokoci untuk menyiapkan bangunan ini dengan harapan suatu hati dia akan kembali.
Halilintar kembali melangkah meninggalkan sosok Yaya yang menatapnya. Gadis itu hanya menghela nafas kesal.
Ia benar-benar muak mengingat perilaku mereka semua yang seolah sudah mengikhlaskan namun aslinya masih berharap jika dia akan kembali.
Yaya menatap ke sekitar ruangan. Senyum kecil mulai merekah di bibirnya. Sejak kapan Taufan sudah berada di hatinya? Ia tidak terlalu ingat soal itu.
Ruangan yang di cat biru dengan lukisan awan benar-benar menggambarkan ciri khas Taufan. Sayang anak itu tidak bisa melihat ruangan latihan miliknya yang sudah selesai.
Senyum kecil yang berada di bibirnya seketika luntur. Kenangan menyakitkan mulai menghantui dirinya. Taufan kehilangan nyawa karenanya. Karena dirinya yang egois. Karena dirinya yang tidak menerima keputusan Boboiboy.
Jika saja dirinya tidak egois, andaikan jika dirinya tidak membenci Taufan hanya karena alasan sepele, andaikan... andaikan...
Yaya terdiam sejenak ketika merasakan sesuatu menghinggapi tangannya. Tangannya mulai terangkat untuk melihat sesuatu yang menyentuh dirinya.
Sebuah senyuman kecil terukir dibibirnya.
"Kau datang..." Yaya berbisik pelan sambil berjalan keluar ruangan membawa kupu-kupu biru itu bersamanya. Manik karamelnya menatap lekat kupu-kupu itu seolah takut makhluk rapuh itu akan pergi meninggalkannya karena dirinya tidak sengaja menyakitinya.
Sama seperti Taufan.
"Hei.. apa kau percaya padaku?" Yaya menggumam pelan di hadapan kupu-kupu biru yang masih setia bertengger di tangannya. Senyumnya terlihat merekah ketika kupu-kupu itu meresponnya dengan mengepalkan sayapnya pelan 2 kali.
Ntahlah..
Yaya juga tidak tau sejak kapan ia mengerti dengan semua yang di lakukan kupu-kupu biru itu. Mungkin jika ada orang lain yang melihatnya seperti ini mereka bisa mengatakan ini gila.Langkah Yaya terhenti di jendela besar TAPOPS-U. Manik karamelnya menatap langit yang di penuhi bintang.
Dirinya jadi teringat dengan kata-kata Ice 5 tahun yang lalu sebelum Taufan menghilang.
"Aku tidak mengerti kenapa kau membenci kak Taufan.. padahal semua orang sangat senang melihat matanya"
"Kenapa begitu?"
"Kalau melihat matanya kau seperti melihat ribuan bintang yang berada di luar angkasa. Berkilau dan sangat memukau"
Ice benar. Yaya pernah terpukau dengan mata itu dulu. Tapi keegoisannya menutup itu semua. Ia baru mengerti perasaannya setelah Taufan benar-benar pergi. Ia terhanyut dalam pikirannya mengabaikan fakta jika kupu-kupu biru itu masih bertengger manis di tangannya.
"Semuanya berkumpul! Ada misi untuk kalian!"
Yaya tersentak ketika mendengar suara komandan dan hologram yang muncul dari jam tangannya. Dirinya terlihat panik sejenak sebelum membuat salam ala TAPOPS.
"Siap Komandan!" Yaya terlihat berseru tegas sebelum mematikan panggilan tersebut. Manik karamelnya menatap sendu kupu-kupu biru yang muali terbang menjauhinya.
Yaya menggeleng pelan. Kakinya dengan cepat menapaki koridor yang sepi menuju ke ruang utama untuk menerima misi dari komandan. Pastinya ini misi yang mendesak karena ini masih jam tidur anggota TAPOPS.
Tanpa Yaya sadari, kupu-kupu biru itu terlihat membuat portal biru dan masuk ke dalamnya. Tidak ada yang tau kemana kupu-kupu kecil itu terbang pergi. Kemanapun ia pergi pastinya itu bukan sekedar kupu-kupu biasa.
TO BE CONTINUED....
Baru juga mulai tapi Upan udah mati awokawok...///di tampol Yaya
KAMU SEDANG MEMBACA
Butterfly (BoboiBoy Fanfic AU)
FanfictionTaufan sudah tiada. Ia menghilang seperti serpihan cahaya. meninggalkan semuanya dalam luka duka yang dalam. Tapi Yaya tau. setiap kali dirinya melihat kupu-kupu biru yang terbang di sekelilingnya, ia dapat merasakan kehadiran Taufan di sana. Warnin...