50 - Dilema Hati (Rani)

379 53 0
                                    

Aku tidak jujur kalau aku masih menghindarinya. Tetapi aku tidak bohong kalau aku memiliki rasa untuknya.

~Rani

---R&Я---

RANI POV

Belakangan ini setiap pulang dari sekolah aku sering mengunjungi satu tempat sebelum menuju rumah. Entah gerangan apa aku melakukannya. Aku tidak sakit saat ini, tidak ada riwayat penyakit kronis. Aku juga tidak menjenguk sanak saudaraku, karena yang aku tahu cuma kakak laki-laki dan nenek. Kalau menjenguk teman yang sakit? Tidak.

Namun setiap kali aku teringat akan almarhumah ibuku. Aku tidak pernah bertemu ibuku seumur hidupku. Nenek dulu bilang ibuku sudah tiada bersamaan dengan kecelakaan yang menimpa diriku. Kakak lelaki aku pasti beruntung sempat bertemu dan menghabiskan waktu bersamanya. Namun sampai sekarang aku tidak mengerti mengapa ibuku tiada?

Saat itu kondisi ibumu juga tidak kalah buruknya denganmu.

Teringat akan ucapan nenek beberapa waktu lalu, aku mengira bahwa ibu juga terlibat kecelakaan yang sama. Namun aku sadar betul bahwa saat itu hanya kecelakaan tunggal. Korbannya ialah satu orang saja, diriku sendiri. Dari penglihatan yang masih aku ingat—sebelum akhirnya lenyap—hanya kakakku yang muncul, sosok yang keluar dari mobil yang dipastikan... utuh.

Lantas, ibu dimana... dan bagaimana? Apakah nenek berbohong padaku soal kematian ibuku? Dan mengapa bapak harus pergi dari rumah dan tak kembali karena ibu?

 dan bagaimana? Apakah nenek berbohong padaku soal kematian ibuku? Dan mengapa bapak harus pergi dari rumah dan tak kembali karena ibu?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nak, kamu tidak papa?"

Aku segera mengerjap karena melamun terlalu lama. Aku tengok jam dinding di sudut ruang, sudah lima belas menit berlalu sejak aku memasuki ruang inap ini.

"Kalau kamu punya masalah, cerita saja sama ibu." Kudengar ia menyebut dirinya 'ibu'.

Aku tersenyum kecil sambil merapikan kerudung. "Aku tidak punya masalah saat ini."

"Mungkin kalau sekarang iya. Tapi ingat, tidak ada seorangpun yang tidak punya masalah seumur hidupnya. Jadi kalau jam ini, menit ini, detik ini, kamu sedang punya masalah, jangan kamu pendam sendiri bahkan memaksa untuk menyelesaikannya sendiri." Ibu itu memberi amanat. "Anak ibu sendiri juga sering cerita kalau dia ada masalah. Tahu tidak, kalau belakangan ini dia sering cerita tentang kamu."

"Eh, iya kah? Kak Yuno omong apa aja?" tanyaku terkejut.

"Mulanya dia bilang pernah tolongin seorang cewek Muslim yang tak sengaja ditabrak mobil yang dikendarai adikku—pamannya Yuno—saat pulang sekolah. Setelah beberapa hari, dia sering ketemu sama cewek itu terutama pas lagi kena masalah sama cewek yang disangka kembaran—"

"Dia bukan kembaran aku, Bu!" ucapku keceplosan. "Maaf, tapi aku sama dia bukan orang kembar. Perempuan itu kebetulan mukanya mirip aja."

"Ah, baiklah." Ibu itu terkekeh. "Karena cewek Muslim itu sering diganggu sama cewek mirip itu, anak ibu sempat minta izin agar menjaga dan melindungi cewek itu. Ibu sempat penasaran siapa cewek Muslim yang membuat anak ibu sayang sama dia. Dan ternyata... cewek itu adalah kamu."

We Are (not) TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang