13 - Musibah Lagi (Rani)

448 86 0
                                    

Baru kali ini aku merusak barang milik orang lain. Pun kulakukan tanpa sengaja.

Pasti menyakitkan rasanya setelah jatuh dari lantai dua.

~Rani

---R&Я---


RANI POV

Sekali lagi aku kembali bertemu dengan pemuda itu.

Waktu itu aku baru sepuluh menit memasuki UKS seusai upacara peresmian anggota OSIS baru—istilah versi dariku. Sebelumnya, jam pertama Matematika baru saja dimulai. Namun tiba-tiba kak Yuno datang dan langsung meminta aku pergi ke ruang UKS. Aku heran, mengapa tidak menyuruh Yani atau dua teman laki-laki sekelas yang sama-sama anggota PMR? Apa selama ini hanya aku yang dikenalnya?

Dan sesampainya di UKS, aku sempat bertemu Rana yang seperti biasa, tidak begitu ramah. Dia curiga bila aku bertemu dengan cowok itu. Lebih mengejutkan lagi, dia mengancam diriku untuk menjauhi kak Yuno. Setelah kepergian Rana, aku mulai memikirkan kejadian itu.

Jadi begini rasanya diancam seorang penggemar Arjuna Miguelo? Eh, bagaimana bisa aku hafal nama lengkapnya? Bentar, siapa yang memberitahu aku nama lengkapnya juga?

Entah mengapa ruangan ini sedikit tidak menyenangkan. Sudah sepi, sedikit gelap, dan... tiba-tiba aku merasa ketakutan. Mustahil jika ruang ini berhantu.

Aku hendak keluar untuk mencari angin segar. Sayangnya, lagi-lagi, aku dihadang orang yang sama sewaktu aku tersandung botol air kala itu. Dia masih mengenakan seragam Paskibra namun tanpa penutup kepalanya. Oh, dia juga membawa nasi kotak dan segelas es kopi susu.

Apa dia benar-benar tertarik padaku?

"Mau kemana? Yang lain masih belum balik kesini," ucapnya sambil menaruh barang bawaan di meja.

"Mau masuk kelas," jawabku. "Untung kak Yuno sudah disini. Kalau begitu, aku bisa pergi sekarang."

"Jangan dulu, Rani," sergah dia cepat. "Gue disini cuma numpang makan 'bentar. Nanti lo masih harus jaga di ruang ini."

Aku hanya menghela nafas dan kembali ke tempat semula. Sementara Yuno tersenyum padaku selama beberapa detik lalu mulai menikmati makanannya. Kulihat isi makanannya adalah nasi, sayuran capcay, dan semur daging. Kemudian aku alihkan pandangan ke sisi lain, namun ujung-ujungnya justru kembali ke arah makanan itu. Yuno sendiri makan dengan tenang, nyaris tanpa bersuara. Namun saat tatapan matanya menabrak padaku, spontan saja aku mengalihkan diri. Setelah itu ia pun mengulangi beberapa kali sambil mengunyah makanannya. Bahkan hingga kini, tidak ada sahutan atau percakapan yang dapat membuyarkan rasa canggung ini.

Sekarang sudah jam sembilan lebih sepuluh menit, hampir empat puluh menit seusai upacara tadi. Namun tidak ada satupun rombongan dari OSIS yang kembali kesini.

"Rani, mengapa lo tidak lepas kacamata dan masker itu?" Akhirnya Yuno membuka suara.

Aku sentuh kacamata yang masih terpasang di wajah. "Sebenarnya... dulu aku memang memakai kacamata."

"Apa mata lo rabun sejak kecil?"

"Ehm... entah. Tapi penglihatan aku sedikit enak saat pakai kacamata. Walaupun pas nggak pakai pun aku masih bisa baca tulisan dari kejauhan, asalkan tulisannya sedikit besar-besar begitu," jelas aku.

"Suara lo agak kurang jelas. Bisa lepas maskernya juga?" pinta dia yang sepertinya tidak dapat mendengar ucapanku.

Aku hanya menggeser masker ke bawah dagu. Setidaknya mulutku sudah terlihat. "Jadi ceritaku tadi, kalau pakai kacamata membuat mataku terasa nyaman. Sebenarnya aku masih bisa melihat tulisan tanpa kacamata."

We Are (not) TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang