Rembulan,
aku benci orang asing. Selain abang dan nenekku, aku tidak mau kulit rapuhku dicemari oleh siapapun, terutama lelaki.
Tetapi seorang pemuda yang tak kukenal berani menyentuh bekas luka lamaku.
~Rani
---R&Я---
RANI POV
Apa sebaiknya aku ikut ke kantin bersama temanku?
Sejak seminggu terakhir aku tidak mampir kesana. Terakhir kali aku hanya singgah untuk membeli botol air mineral. Padahal aku masih kenyang sejak makan Brownies tadi pagi. Hingga istirahat pertama pun aku masih merasa kenyang. Namun sejak istirahat kedua yang baru saja dimulai beberapa menit lalu, perutku mulai keroncongan. Belum lagi ajakan teman semeja untuk ditemani makan siang disana.
"Ayolah, Ran? Gue lagi nggak punya teman makan di kantin. Mereka lagi puasa hari ini. Gue mohon!" pinta Yani merajuk.
"Kenapa nggak sholat dulu, baru makan?" tanyaku.
"Ya sudah sholat dulu gapapa. Tapi habis itu ikut gue ke kantin ya?"
Kalau seperti itu, bagaimana aku akan menjawabnya?
"Bilang aja deh kalau lo nggak bawa duit. Gak usah khawatir, hari ini gue yang traktir. Anggap aja balas budi atas pemberian lo tadi pagi."
"Jangan begitu, Yani," tukasku. "Aku ikhlas kok soal Brownies dan kue lapis itu."
Tetapi soal aku tidak punya duit, itu benar sekali, batinku.
"Kalo lo tetap nggak mau temenin, gue bakal tetap disini sama lo terus."
Aduh, perasaan aku semakin tidak enak. Seandainya saja aku sisihkan sisa Brownies yang tersisa untuknya seorang. Sementara Yani kembali tenang dan membuka buku catatan.
Aku melirik sekeliling dan hanya menemukan seorang cowok cupu yang terus duduk manis sendirian. Cowok dengan kacamata tebal itu lebih suka menghadap bukunya daripada lingkungan sekitar. Mungkin aku bisa meminta cowok itu untuk menemani Yani ke kantin. Namun rasanya itu sangat mustahil, karena sejak awal cowok itu tidak pernah bicara.
Aku mendesah pelan dan menghadap Yani. "Ya sudah, aku ikut ke kantin."
"Nggak jadi. Gue masih kuat kok tenang aja," jawabnya.
Nah, kalau begini aku yang bakal disalahkan. Tanpa aba-aba aku menariknya berdiri. "Tidak. Aku tidak ingin temanku yang satu ini kelaparan hanya gara-gara aku menolak ajakan ke kantin."
Akhirnya Yani tersenyum padaku.
---R&Я---
Setelah memasuki kantin, aku mulai berubah pikiran.
Ternyata pengunjung yang datang ke kantin lebih padat saat ini daripada jam istirahat pertama. Hampir setiap kursi sudah ditempati para siswa dari berbagai kelas. Bahkan beberapa diantara mereka rela duduk di lantai yang sudah diberi alas semacam tikar, itu untuk siswa kalangan menengah kebawah. Sedangkan yang duduk di kursi kebanyakan adalah siswa kalangan menengah atas. Apakah itu berarti aku terpaksa tidak duduk di kursi yang ada?
KAMU SEDANG MEMBACA
We Are (not) Twins
Teen Fiction[TAMAT - Genre : Fiksi Remaja, Young Adult] Saudara kembar dari satu keluarga? Biasa. Kalau keduanya berasal dari keluarga yang berbeda bagaimana? Tanyakan saja kepada dua gadis remaja ini. Sekilas mereka terlihat seperti saudara kembar, memiliki w...