'Kak, boleh nggak aku mampir ke hatimu...?'
BWAHAHAHA.... Surat Cinta dari Amatir untuk Penggemar Beratnya
~Rana
---R&Я---
RANA POV
Sehari sebelum ujian semester, kami dipulangkan dari sekolah lebih awal. Sementara kegiatan ekskul basket diliburkan sampai awal semester baru, kecuali untuk anggota ekskul yang ditunjuk mengikuti ajang basket resmi yang diselenggarakan pemerintah. Bicara soal latihan lomba hari jadi sekolah, kami—satu tim kolaborasi—akan tetap latihan tiap sore di halaman sekolah.
Sebelum pulang, aku penasaran dimana ruang ujian aku esok. Padahal tadi ketua kelas sudah membagikan kartu peserta ujian, dimana sudah tertera nama, kelas, juga ruang dan tempat duduk selama ujian. Namun aku sendiri masih belum puas, karena yang tertera kode saja bukan nama ruang kelas secara spesifik.
Cherry dan Hanni juga sepakat untuk mengikutiku. Setahuku, tempat ujian mereka berbeda denganku sendiri. Lama-lama keberadaan kami bertiga sudah seperti Trio Kwek-Kwek generasi ke-864—eh... sudah sampai angka segitu ya?
Kami menemukan sebuah papan majalah dinding tepat di samping kelas XI IPA-2. Letaknya cukup dekat dengan lapangan basket.
"Ini dia yang ada denah lokasinya! Padahal di tempat lain kok nggak ada sih. Nah, coba kita lihat!" Cherry memindai telunjuknya mencari angka yang diinginkannya. "Ruang B dua ada di gedung sebelah kantin, loh... itu berarti di atasnya kelas kita dong?"
"Ah, ruang kelas unggulan IPA satu ternyata," sahut Hanni. "Duh, ngapain kita capek-capek putar sampai sini? Padahal tempat ujian besok tak jauh dari kelas kita sendiri."
Dengan sedikit terseok-seok kami berjalan menuju tempat itu. Aku baru sadar, tadi sebelum bel pulang aku mendengar celoteh dari beberapa teman cewek sekelas.
"Teman lo dapat ruang berapa?"
"C satu, wuih tingkat tiga loh. Di sekolah ini hanya ada enam ruang dengan kode awal C."
"Berarti kalau kita dapat B, berarti di tingkat dua gitu?"
"Iya, itu kata kakel sih. A untuk tingkat satu, B tingkat dua, C tingkat tiga."
"Terus angka satu dua tiga itu dari mana?"
"Pastinya diurutkan dari depan sekolah terutama dari kelas unggulan, karena letak kelasnya di depan sendiri. Kelas kita sendiri aja dikasih kode ruang A satu. Terus makin ke belakang angkanya tambah besar."
Dari petunjuk itu, seharusnya tanpa mencari denah lokasi ruang ujian aku bisa menemukannya dengan mudah. Kira-kira atas dasar apa sekolah mengurutkan ruang ujian seperti itu?
Kami sampai di tingkat dua, tepatnya di atas ruang kelas kami. Hanni dan Cherry sumringah sesaat setelah menemukan ruang mereka.
"Nah, ini dia ruang ujian kita. Kelas sebelas IPA satu," ujar Cherry puas. "Kalau separuh jumlah teman sekelas kita ada disini, maka sisanya ada di kelas—"
"Ruang B tiga, kelas dua belas IPA satu," sambung Hanni.
Eh, benarkah? Justru aku yang merasa senang.
Seketika Cherry merengek. "Aaah... kenapa gue harus dapat absen sepuluh pertama sih? Rana, ayo tukaran!"
"Oh, tidak bisa. Itu sudah takdir yang diputuskan sama guru sekolah. Jangan protes dong," sangkal aku.
Aku melihat lembar kertas berisi daftar nama yang satu ruang denganku di jendela. Ternyata ruang ujian aku ini juga ditempati siswa kelas X IPS-2, XI IPS-1, dan XI IPS-2. Tunggu, berarti Arika juga satu ruang denganku?
KAMU SEDANG MEMBACA
We Are (not) Twins
Genç Kurgu[TAMAT - Genre : Fiksi Remaja, Young Adult] Saudara kembar dari satu keluarga? Biasa. Kalau keduanya berasal dari keluarga yang berbeda bagaimana? Tanyakan saja kepada dua gadis remaja ini. Sekilas mereka terlihat seperti saudara kembar, memiliki w...