32 - Kompetisi (Rana)

260 53 0
                                    

Ah, teman. Itu momen pertama aku ketika menemukan teman sungguhan. Disaat itu pula aku menyadari bahwa kami terlihat kembar.

~Rana

---R&Я---

RANA POV

Aku menangis? Cih, sejak kapan aku jadi orang cengeng? Tak pernah sekalipun aku begitu sejak SMP. Kalau ada orang lain yang mengganggu aku, biasanya aku juga membalas mereka. Kalau ada yang melawan diriku, maka aku lawan dia balik. Menangis hanya memperumit masalah aku. Aku seharusnya menangis karena kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tuaku. Sejak awal masalah utama aku hanya itu. Namun aku masih Rana Amelia yang pantang menangis meski merasa tidak adil terhadap pembagian kasih sayang orang tua.

Tetapi kali ini berbeda. Dia perempuan sebaya. Sekali melihatnya aku langsung naik darah. Dia sudah berkali-kali mengacaukan rencanaku. Dia seolah mencuri perhatian kepada cowok idaman. Yang paling membuatku jengkel, dia berwajah sama denganku.

Aku pernah membaca cerita online yang mengisahkan dua cewek dari keluarga berbeda namun berwajah mirip. Ujung-ujungnya keduanya akan menyadari bahwa mereka bersaudara kandung. Heh, semoga saja aku tidak begitu!

Pada kenyataannya, aku memang tidak sanggup membendung air mataku.

Masalah aku dengan cewek itu sudah di luar dugaan. Meskipun kami saling mengubah penampilan, pada akhirnya orang lain tetap menyangka bahwa kami anak kembar. Baik dia maupun aku berusaha menjauhkan diri, namun akhirnya kami kembali bertemu.

... Dahlah, harusnya kau ini nggak daftar sekolah disini! Kau anak kaya, harusnya masuk sekolah bertaraf internasional yang selevel denganmu.

Apa aku harus menuruti sarannya saja waktu ribut di hari pertama sekolah? Idih... perkara memilih sekolah itu urusan Papa dan Mama. Aku sendiri tidak bisa menggugat.

Nah, kau orang kaya, kan? Mengapa tidak coba operasi plastik buat wajahmu itu?

Starly pasti berusaha menggagalkan hal itu, seandainya aku benar-benar melakukannya.

Sial, acara menangis diri masih belum selesai. Ruang yang biasa menjadi markas utama ekskul Rani sangat sepi. Kuharap Hanni dan Cherry tidak mencari aku setelah kusuruh menghadang dua teman Rani yang sok menjadi bodyguard.

Barulah aku berhasil bangkit setelah seisi sekolah dipastikan benar-benar sepi.

Ketika berjalan mendekati gerbang depan, kulihat Rani juga baru akan pulang menuntun sepedanya. Dia bersama seorang cowok yang waktu itu juga bersepeda bersamanya saat aku menghadang mereka di tempat itu. Kurasa cowok itulah yang telah menghampirinya dan menenangkan dia setelah aku pergi. Tumben, Yuno justru kalah saing sama teman sekelas Rani sendiri.

Bukan itu saja, cowok lain yang lebih tua juga datang menghampirinya. Aku pastikan dia kakak laki-lakinya Rani. Padahal aku sangat yakin, sejak awal aku mengenalnya dia tidak punya kakak.

"Dek, kenapa bisa kayak begini? Tadi habis diapain sama teman adek?" Aku bahkan bisa mendengar suara kakak Rani itu yang begitu cemas.

Aku bersembunyi di balik pos jaga—kebetulan sepi juga. Dia tampak begitu protektif. Sementara Rani hanya diam saja.

"Tadi ada cewek yang marah sama dia. Terus dilumuri bedak begini." Ternyata cowok yang menemaninya yang menjawab.

"Siapapun cewek itu nggak akan gue biarkan menyakiti adik gue." Si kakak mulai memeluk Rani pelan. "Terima kasih Benji sudah temani adik gue."

We Are (not) TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang