35 - Ketertarikan (Rani)

240 55 0
                                    

Dia lelaki asing yang tampak sempurna. Aku... menyukai dia.

~Rani

---R&Я---

RANI POV

"Emejing, tim voli kita menang terus. Sampai masuk final lagi!" Yani berseru histeris. "Duh, sohib gue jadi keren aja kalau main voli."

"Yani, aku nggak fokus latihan basket nih. Bisa diam nggak?" ucap aku menggerutu.

Sore ini kami latihan basket di halaman kosong dekat gudang sekolah. Hanya ada satu ring yang tertambat di dinding gudang. Sejak aku tidak sengaja ikut bertanding basket hari itu, aku lebih sering berlatih disini. Karena aku ditunjuk jadi pemain cadangan untuk sisa pertandingan nanti—tim kami sudah lolos ke final. Waktu babak semifinal, aku hanya maju selama satu babak atau quarter, pun yang terakhir.

Dan sudah tiga kali aku latihan disini. Biasanya aku diajari oleh dua perempuan dari kelas XII IPA-1. Namun hari ini tak satupun dari mereka yang datang. Itulah kenapa aku meminta Yani melatih aku.

"Lemparkan bola ke ring aja sudah termasuk latihan kok. Gue sih bukan anak basket." Yani duduk di teras gudang.

Sudah enam kali aku berhasil memasukkan bola, namun selebihnya yang tak aku hitung adalah yang gagal.

"Sudah deh, enggak usah serius latihan. Lo andalkan aja lomba voli, 'kan itu yang paling jago buat lo," tambahnya.

Aku langsung berhenti. "Terus kalau begitu kita ngapain? Mumpung aku diijinkan pulang malam kali ini." Ya, karena Yani yang menjemput aku nanti.

"Hei, sudah selesai latihan?"

Loh, itu bukan suara Yani. Siapa yang bicara?

"Ah, kebetulan ada kak Yuno. Pelatih pengganti ya?" Yani mulai cengar-cengir. "Ran, gue mampir ke tempat kak Ros ya? Lihat dia latihan lomba masak."

Ah, sahabat macam apa dia? Setelah Yani pergi, sekarang yang ada jadi momen canggung begini.

"Teman cewek sekelas gue yang biasa melatih lo juga ikut latihan masak. Jadi gue yang gantikan dia." Yuno mulai mengambil bola basket. "Ayo, kita coba tanding satu lawan satu."

Aku paham apa yang dimaksud olehnya. Kami akan saling merebut bola untuk bisa masuk ke dalam ring, walau hanya ada satu. Yuno mulai menggiring bola dan aku berusaha merebutnya. Namun itu tampak sulit. Dia sangat lihai memantulkan bola, ke kanan lalu ke kiri. Tangannya yang bergerak cepat membuatku hampir kelimpungan. Seharusnya dia bisa langsung memasukkan bola saat ini juga, namun sepertinya dia mencoba bermain-main denganku hingga kewalahan.

Baru sekitar lima menit kemudian dia memasukkan bola itu ke ring. Hebat.

"Sekarang giliran lo." Dia memungut bola itu lalu melemparnya padaku.

Kini akulah melakukan sebaliknya, menggiring bola. Sayangnya hanya tiga kali pantulan, bola itu langsung direbut olehnya.

"Ayo, Rani. Lebih cepat lagi." Dia melempar bola itu lagi padaku.

Aku mencoba bergerak lebih gesit, namun gagal lagi. Kemudian aku mengulang kembali tetapi masih sama saja, sampai tujuh kali.

Ketika memasuki yang kedelapan, Yuno tampak mengalah. Jadi aku lebih leluasa untuk melempar bola ke arah ring. Tanpa sadar aku lempar terlalu kuat... ya, ternyata aku meleset.

Dan bola itu justru memantulkan balik ke arah pemuda itu, menimpa sisi wajahnya dengan agak kencang.

"Aduh, maafkan aku kak. Sakit ya?" respon aku panik.

We Are (not) TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang