"Apa anda baik-baik saja, Direktur?"
Pertanyaan Wonpil itu tidak didengar oleh Rose. Wanita itu kini tengah duduk di meja kerjanya dengan papan nama yang bertuliskan 'Direktur Park Rose'. Hari ini ia memutuskan kembali masuk bekerja karena ia merasa tidak enak bila terlalu lama meninggalkan perusahaan. Walau bagaimanapun ia tetap seorang direktur yang harus hadir dan memberi pengawasan serta arahan kepada seluruh karyawan sParkling.
"Direktur?" panggil Wonpil untuk ke sekian kalinya. Bila di lingkungan kerja, Wonpil akan bersikap profesional sebagai sekretaris terhadap atasannya, sehingga ia juga akan berbicara sopan pada Rose.
Wonpil khawatir, karena sejak masuk ke pintu utama gedung tadi, seluruh mata karyawan sParkling langsung tertuju pada Rose dan beberapa bahkan berbisik dan membicarakannya secara terang-terangan. Tentu saja, mendengar kabar bahwa direktur perusahaan mereka membatalkan pernikahan di hari pernikahannya adalah topik yang menyenangkan untuk dibicarakan. Tak peduli bila itu dilakukan di hadapan Rose langsung.
"Kapan ayahku pulang dari perjalanan bisnisnya?" tanya Rose, membuat topik baru.
Wonpil mengeluarkan ponsel dari saku jasnya untuk mengecek jadwal. "Pukul dua belas siang hari ini, Direktur."
Rose membuang napas kasar lalu kembali memijat pelipisnya. Ia kini sedang memikirkan apa yang akan ayahnya lakukan untuk menghukum dirinya. Mereka berdua belum bertemu lagi semenjak Rose membatalkan pernikahannya, karena Rose memilih untuk sementara tinggal di apartemen pribadinya, dan ayahnya yang kemudian berangkat perjalanan bisnis.
Sebenarnya, Rose tidak takut sama sekali dengan kemarahan ayahnya, karena hal itu sudah biasa diterimanya. Bila suatu rencana atau proyek yang digarap Rose tidak sesuai rencana atau keinginannya, ayahnya itu tidak segan memarahinya dan membentaknya. Nada tinggi ayahnya sudah biasa Rose dengar. Ia hanya khawatir bila ayahnya akan memarahinya di depan umum, karena itu akan membuatnya sangat malu dan harga dirinya jatuh. Sudah cukup para karyawan membicarakannya, mereka tidak perlu menerima pertunjukan gratis yang dibuat oleh ayahnya.
Rose melihat ke arah jam dinding, satu jam lagi ayahnya akan datang. Ia masih belum siap menemuinya. Mungkin ia bisa menemui ayahnya di hari lain, setelah amarahnya jauh lebih mereda. Yang terpenting ia tidak lupa menjalankan kewajibannya sebagai direktur perusahaan, begitu pikir Rose. Lebih baik Rose pergi ke tempat lain sebelum ayahnya datang.
"Aku akan ke rumah sakit." Akhirnya rumah sakit menjadi pilihan Rose.
"Apa? Tapi hari ini ada meeting--"
"Jam 3 sore, kan?" potong Rose yang langsung dijawab anggukkan dari Wonpil.
"Aku tidak akan terlambat."
"Anda tidak akan menemui Tuan Presdir?"
Rose terdiam sejenak kemudian menggeleng. "Aku tidak mau dimarahi di depan umum, jadi lebih baik aku bersembunyi saja sampai keadaan benar-benar tenang dan orang-orang melupakan masalahku."
Kemudian Rose mengambil tas dan kunci mobilnya, baru saat Wonpil hendak menyusulnya, Rose berujar, "Aku akan pergi sendiri."
"Tapi--"
"Kau tahu kan, aku tidak pernah terlambat sekalipun?"
Kalimat itu benar. Sepanjang masa jabatannya sebagai direktur, Rose yang dikenal workaholic itu memang sangat berdedikasi dan tidak pernah sekalipun mengesampingkan pekerjaannya. Para karyawannya tahu itu, apalagi Wonpil yang merupakan orang terdekatnya di perusahaan. Hanya saja, entah kenapa Wonpil merasa ragu mengenai ucapan Rose.
"Anda mau menemui Jeon Jungkook?"
Rose diam sejenak. "Menemui? Bukankah lebih tepatnya menjenguk? Dia kan pasien."
KAMU SEDANG MEMBACA
Disintegrated
RomansaKehidupan Rose seolah hancur hari itu. Di malam tepat sebelum pernikahannya, kekasihnya meninggalkannya untuk wanita lain. Kehancurannya itu akhirnya membawanya pada suatu kejadian tak terduga, yang justru membuatnya menghancurkan hidup orang lain. ...