"Rose!"
Rose yang tengah termenung di meja kerjanya itu terperanjat mendapati Wonpil yang membuka pintu ruangannya tiba-tiba sambil menyerukan namanya. Pria itu tampak mengatur napasnya yang tak karuan karena habis berlari sebelum akhirnya menghampiri Rose.
"Rose, maksudku, Direktur, tadi malam anda ke kantor?" tanya Wonpil, ia hampir lupa kalau dirinya sedang di tempat kerja, dan posisi Rose adalah atasannya.
"Iya."
"Kenapa anda tidak bilang dulu pada saya? Saya kan bisa mengantar anda, paling tidak anda tidak perlu menghadapi Presdir Park seorang diri."
Wonpil merasa tidak enak mendengar Rose yang kemarin bertemu dengan ayahnya, padahal hubungan mereka sedang tidak baik. Kalau saja ia mengantarnya kemarin malam, setidaknya ia bisa melindungi Rose.
Sebagai sekretaris dan teman masa kecilnya, Wonpil tahu betul bagaimana hubungan Rose dan ayahnya yang tidak harmonis. Semenjak kedua orang tua Rose bercerai saat ia masih di bangku sekolah dasar dan Nyonya Park meninggalkan rumah, Rose menerima didikan keras dari ayahnya. Tuan Park berharap dengan didikan keras darinya, Rose akan menjadi wanita kuat dan berguna bagi keluarga, tidak seperti ibunya. Ditambah lagi Rose adalah anak tunggal yang akan mewarisi perusahaan ayahnya.
Tuan Park menganggap istrinya tidak berguna karena mereka sering kali berbeda pendapat mengenai mengurus anak dan pekerjaan, yang akhirnya berujung pada perceraian. Hak asuh anak dimenangkan oleh Tuan Park sementara Nyonya Park pada akhirnya meninggalkan rumah mereka dan meninggalkan Rose yang masih di bangku sekolah dasar bersama ayahnya. Sayangnya, tidak lama setelah perceraian itu, Nyonya Park meninggal dunia karena kecelakaan mobil, membuat Rose hanya tinggal memiliki ayahnya sebagai anggota keluarga.
Pertengkaran yang mereka lakukan setiap hari sebelum bercerai itu selalu disaksikan oleh Rose, dan bahkan tidak jarang Tuan Park menggunakan kekerasan. Mereka baru berhenti kalau Rose sudah berteriak atau menangis. Dari sanalah Tuan Park beranggapan bahwa semua wanita di keluarganya lemah, karena itu dia mendidik Rose keras agar tidak menjadi lemah seperti ibunya.
"Aku tidak apa-apa, Oppa. Kalau sebatas dipukul, aku sudah sering," jawab Rose.
"Apa?! Kau dipukul?!" pekik Wonpil yang terkejut dengan jawaban Rose, tapi kemudian ia sadar bahwa reaksinya mungkin berlebihan. "Maaf, Direktur."
Rose tersenyum lalu menggelengkan kepalanya. Mungkin kali ini ia sedikit pantas mendapatkannya. Ya, sedikit. Karena yang jauh lebih pantas menerima pukulan sekeras itu tentunya pria brengsek yang sudah mencampakkannya. Siapa lagi kalau bukan Jaehyun.
"Rose, maaf kali ini aku tidak akan menggunakan bahasa formal karena kita bukan sedang bicara mengenai pekerjaan," Wonpil berjalan menuju sofa yang berada di depan meja Rose lalu duduk di sana, sebelum akhirnya melanjutkan, "Jujur aku benar-benar ingin tahu apa alasanmu membatalkan pernikahan secara tiba-tiba. Aku sangat tahu kau bukan orang seperti itu. Kau tidak mungkin membatalkan apa pun yang sudah kau rencanakan dengan matang, apa lagi ini soal pernikahan. Bukankah kau mencintainya?"
"Cinta?" Rose tersenyum sinis. Ingatannya mendadak kembali pada malam sebelum pernikahannya, di mana Jaehyun secara tiba-tiba mengenalkan wanita lain di hadapannya, wanita yang katanya ia cintai.
"Rose?"
"Entahlah, sepertinya dia tidak merasakan hal itu padaku," lanjut Rose sambil mengangkat bahu.
Wonpil terdiam untuk beberapa saat sebelum akhirnya mencoba menyimpulkan, "Dia mencampakkanmu?"
"Memalukan ya?"
Wonpil tidak kuasa menahan rasa terkejutnya. Ia menutup mulutnya yang terbuka lebar dengan kedua tangannya. Ia tidak percaya bahwa Jaehyun yang tampak sangat mencintai Rose tiba-tiba mencampakkan wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Disintegrated
RomanceKehidupan Rose seolah hancur hari itu. Di malam tepat sebelum pernikahannya, kekasihnya meninggalkannya untuk wanita lain. Kehancurannya itu akhirnya membawanya pada suatu kejadian tak terduga, yang justru membuatnya menghancurkan hidup orang lain. ...